Mohon tunggu...
Tegar Putra Nangroe
Tegar Putra Nangroe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Muhammadiyah Malang

Saya adalah salah satu mahasiswa S1 Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Malang. Saya berasal dari Kota Waikabubak, Kab. Sumba Barat, Prov. Nusa Tenggara Timur. Hobi saya yaitu bermain Badminton, sepak bola, dan lari (joging)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Adat yang Menjadi Dasar Terciptanya Hukum di Lingkungan Masyarakat

8 Oktober 2023   20:23 Diperbarui: 8 Oktober 2023   20:25 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya tidak tertulis atau hukum yang di teruskan dari generasi ke generasi (turun temurun).

Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat pada umumnya tidak dapat mengerti. Mereka tidak mengerti mengenai asal muasal peraturan hukum adat tersebut. Akan tetapi apabila para ahli hukum asing tersebut bersedia mempelajari hukum adat kita ini secara sungguh-sungguh, serta menjelajahi dan meneliti hukum adat kita dengan rasio dan penuh perasaan. Maka mereka akan mengetahui sumber hukum adat yang mengagumkan yaitu adat-istiadat yang hidup dan terus berkembang dan berhubungan dengan tradisi kebiasaan rakyat.

Tetapi tidak semua adat istiadat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat-istiadat yang bersangkutan. Jika penguasa menjatuhkan hukuman pada si pelanggar, maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat. Hukum adat berurat-akar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukum adat menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuai dengan perkembangan masyarakat.

DASAR TEORI

Teori Beslissingenleer yaitu menurut Ter Haar mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara merata dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Teori kedua yaitu Teori Receptio In Contrario yang digagas atau dikemukakan oleh pakar hukum asal Belanda yaitu Van Den Berg yang pada intinya beliau menyatakan bahwa hukum agama diterima secara keseluruhan oleh masyarakat yang memeluk agama tersebut. Maka dapat di artikan bahwa teori ini menganggap bahwa hukum adat mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat tersebut.

 PEMBAHASAN

Secara garis besar, hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum yang ditaati secara tidak tertulis. Hukum adat diakui oleh negara sebagai hukum yang sah, Setelah Indonesian merdeka, dibuatlah beberapa aturan yang dimuat dalam UUD 1945, salah satunya mengenai hukum adat.

Kedudukan Hukum Adat dalam Perspektif UUD 1945, Konstitusi kita sebelum di amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada halayak umum (masyarakat) terhadap pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila dipahami bersama, maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur dan jiwa dari hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat pandangan hidup dan arah tujuan dari Pancasila, hal ini mencerminkan kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-nilai, pola pikir dan hukum adat.

Terdapat 4 pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, pokok pikiran yang pertama yaitu persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia, hal ini mencakup juga dalam bidang hukum, yang disebut hukum nasional (jenis hukum yang berlaku di dalam wilayah negara tertentu). Pokok pikiran kedua adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan keadilan hukum. Perwujudan dari pokok pikiran yang kedua ini adalah perlindungan dan pelayanan pemerintah (negara) terhadap masyarakat yang di mana hal ini dapat terwujud dengan menyesuaikan perkembangan di masyarakat dengan menjadikan hak dan kewajiban sebagai tolak ukur pertama dalam mewujudkan pokok pikiran tersebut dan juga berlaku pada saat penegakan hukum nasional tersebut. Pokok Pikiran ketiga adalah negara mewujudkan kedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan dan perwakilan. Pokok pikiran ini sangat fondamental dan penting, adanya persatuan perasaan antara rakyat dan pemimpinnya, artinya pemimpin harus senantiasa memahami nilai-nilai dan perasahaan hukum, perasaaan politik dan menjadikannya sebagai spirit dalam menyelenggarakan kepentingan umum melalui pengambilan kebijakan publik. Dalam hubungan itu maka ini mutlak diperlukan karakter manusia pemimpin publik yang memiliki watak berani, bijaksana, adil, menjunjung kebenaran, berperasaan halus dan berperikemanusiaan. Pokok pikiran keempat adalah negara adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini mengharuskan cita hukum dan kemasyarakatan harus senantiasa dikaitkan fungsi manusia, masyarakat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan negara mengakui Tuhan sebagai penentu segala hal dan arah negara hanya semata-mata sebagai sarana membawa manusia dan masyarakatnya sebagai fungsinya harus senantiasa dengan visi dan niat memperoleh ridho Tuhan yang maha Esa.

Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.  Memahami rumusan Pasal 18B UUD 1945 tersebut maka Konstitusi menjamin kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, Jaminan konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup, Sesuai dengan perkembangan masyarakat, Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Diatur dalam undang-undang. Dengan demikian konstitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat bila memenuhi syarat: 1. Syarat Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat; 2. Syarat Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur dalam undang-undang. Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa "Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban".

Pengakuan Adat oleh Hukum Formal, Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat penting karena adat merupakan salah satu cermin bagi suatu bangsa, adat merupakan identitas bangsa dan identitas bagi tiap-tiap daerah. Dalam kasus salah satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, di mana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau perangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Pengadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati. Sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004 Dalam Pasal 5 ayat (1), hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.

Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskriptif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya.

Mengenai pluralisme yang diberlakunya di Indonesia yaitu memberlakukan hukum di masyarakat yaitu hukum barat, hukum agama, dan hukum adat. Yang dimaksud dari hukum barat adalah sistem hukum yang berkembang dari peraturan hukum di benua Eropa, terutama dari Hukum atau Code Napoleon yang dibuat Prancis dan ditetapkan oleh Belanda di Indonesia. Hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu yaitu setiap orang berlaku hukum agama sesuai dengan agama yang dia anut dan percayai, dan sistem hukum agama biasanya terdapat dalam kitab suci.

Keberadaan dari masyarakat adat bisa dianggap sebagai subjek dari hukum itu sendiri, yang di mana artinya masyarakat adat harus mendapatkan perhatian sebagaimana yang melekat pada diri mereka yaitu sebagai subjek hukum ketika hukum itu mengatur tindak tanduk perlakuan dimasyarakat umum. Dasar hukum di Indonesia itu bersumber dari hukum adat yang di mana hukum adat berasal dari masyarakat baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis. Dalam arti sempit sehari-hari, yang dimaksud dengan hukum adat adalah hukum asli yang tidak tertulis berdasarkan kebudayaan dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang memberikan pedoman kepada sebagian besar orang-orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari atau dalam hubungan antara yang satu dan yang lainnya, baik di desa maupun di kota. Di samping bagian yang tidak tertulis dari hukum asli, ada pula bagian yang tertulis, yaitu piagam-piagam, perintah-perintah raja, patokan-patokan pada daun lontar, awig-awig (di Bali), dan sebagainya. Dibandingkan dengan yang tidak tertulis, bagian yang tertulis ini adalah sedikit sekali (kecil), tidak terpengaruh, dan sering dapat diabaikannya. Sehubungan dengan unsur hukum adat, terutama unsur asli, terlihat bahwa hukum adat itu bersifat tradisional, yaitu bersifat turun-temurun. Di lain pihak, ada juga unsur yang tidak asli, yaitu yang datang dari luar sebagai akibat persentuhan dengan kebudayaan luar dan pengaruh hukum agama.

Untuk memberi pengakuan formal dan substantif pada hukum tidak tertulis atau yang dipersamakan dengan nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, perancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (Pasal 2 ayat 1 dan 2) mencantumkan sebagai sumber hukum pidana, tidak hanya hukum tertulis (peraturan perundang-undangan; lex scripta) tetapi juga hukum tidak tertulis alias hukum yang hidup di masyarakat (usus; custom) dengan disclaimer: sepanjang dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat.

Pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi "Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat." Yang di mana maksud dari pasal tersebut adalah yaitu seorang hakim harus mengetahui dan mendalami hukum adat yang berlaku di lingkungan masyarakat itu sendiri. Mengapa demikian, dikarenakan seorang hakim di wajibkan bersikap jujur, adil, profesional, serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, dan berpengalaman di bidang hukum itu sendiri, dan yang paling penting adalah wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku kehakiman yang sudah tertuang pada Pasal 5 ayat (2 dan 3) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Hal ini juga dapat berpengaruh pada saat seorang hakim memutuskan sebuah permasalahan di lingkungan masyarakat, yang memiliki atau berpedoman pada hukum yang berlaku di masyarakat hukum adat itu sendiri.

Dalam pasal tersebut mengarahkan kepada hakim bahwa hakim harus mampu memahami latar belakang, sosiologi hukum dan antropologi budaya yang ada dalam suatu daerah. Sebab, berbagai kepercayaan dan nilai-nilai nyatanya hingga kini masih hidup, dipercayai, di praktekkan dan dianggap sebagai hukum di sejumlah daerah. Hakim harus paham nilai yang ada dalam masyarakat merupakan bagian dari knowledge yang harus dimiliki seorang hakim. Di Indonesia, yang terdiri dari beberapa ras, suku, adat, budaya tentunya membuat hakim harus mempunyai knowledge yang luas. Sehingga nantinya hakim dapat memberi putusan yang mengandung keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Bahwasannya masyarakat adat sebagai subjek dan hukum itu sendiri harus mendapatkan perhatian. Sebagai subjek hukum, hukum mengatur tindak tanduk dari masyarakat.  Pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 yang menjelaskan di mana maksud dari pasal tersebut adalah yaitu seorang hakim harus mengetahui dan mendalami hukum adat yang berlaku di lingkungan masyarakat itu sendiri. Yang di mana sudah dijelaskan pada Pasal 5 ayat (2 dan 3) UU No. 48 Tahun 2009. Hakim harus mampu memahami latar belakang, sosiologi hukum dan antropologi budaya yang ada dalam suatu daerah. Hakim harus paham nilai yang ada dalam masyarakat merupakan bagian dari knowledge yang harus dimiliki seorang hakim. Di Indonesia, yang terdiri dari beberapa ras, suku, adat, budaya tentunya membuat hakim harus mempunyai knowledge yang luas.

Untuk memberi pengakuan formal dan substantif pada hukum tidak tertulis atau yang dipersamakan dengan nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, perancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (Pasal 2 ayat 1 dan 2) mencantumkan sebagai sumber hukum pidana, tidak hanya hukum tertulis (peraturan perundang-undangan; lex scripta) tetapi juga hukum tidak tertulis alias hukum yang hidup di masyarakat (usus; custom) dengan disclaimer: sepanjang dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab. 

Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat yang berasal dari zaman kolonial dan yang pada zaman sekarang (sampai UU Nomor 19/1964) masih tetap berlaku adalah Pasal 131 ayat 2 sub IS. Menurut ketentuan IS tersebut, bagi golongan hukum (rechtsgroep) Indonesia asli dan golongan Timur Asing berlaku hukum adat mereka. Akan tetapi, jika kepentingan sosial mereka membutuhkannya, pembuat ordonansi (yaitu suatu peraturan hukum yang dibuat oleh badan legislatif pusat/gubernur jenderal bersama-sama dengan volksraad) dapat menentukan hal berikut: 1. hukum Eropa; 2. hukum Eropa yang telah diubah (gewijzigd Eropees recht); 3. hukum bagi beberapa golongan bersama-sama (gemeenschappelijk recht) dan apabila kepentingan umum memerlukannya hukum baru (niew recht), yaitu hukum yang merupakan sintesis antara hukum adat dan hukum Eropa (fantasie recht menurut van Vollenhoven, ambtenaren-recht menurut idsinga).

KESIMPULAN

Hukum adat sangat kaya akan istilah dan pengertian di mana di setiap definisinya hampir tidak terdapat persamaan antara pendapat satu dan lainnya tapi tetap saja memiliki maksud dan tujuan yang sama, yang berbeda hanya dari sudut pandangnya saja. Hukum adat di Eropa dan di Indonesia juga berbeda di mana hukum adat dan hukum kebiasaan memiliki arti yang sama bila melihat dari perspektif barat sedangkan jikalau kita melihat dari pada negara Indonesia yang tidak menyamakan antara hukum adat dan hukum kebiasaan pasti kita sudah dapat menyimpulkan kedua hal tersebut pastilah memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat selalu mengalami perubahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, berkembang dan selanjutnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu berkembang juga, akan tetapi kemudian akan lenyap dengan perubahan perasaan keadilan yang hidup dalam hati nurani rakyat yang menimbulkan perubahan peraturan. Hukum adat ini akan terus menurus berkembang sesuai dengan keadaan masyarakat hukum adat itu sendiri yang dimana hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan masayarakat di era digital pada saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun