Mohon tunggu...
SYAMSUL BAHRI
SYAMSUL BAHRI Mohon Tunggu... Administrasi - Conservationist

Pensiunan PNS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dukungan Semu dalam Pemilihan Kepala Daerah

27 Desember 2019   20:30 Diperbarui: 27 Desember 2019   20:38 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Karena pemimpin politik itu sebagai kepala daerah, adalah bagaimana mengelola kebelum berhasilan masa lalu menjadi keberhasilan masa kini, dan menghilangkan ketidak berhasilan masa kini, bukan menjelekan masa lalu, sehingga kemapanan manajemen dan rekan jejak serta kedewasaan dalam organisasi social kemasyarakatan menjadi bagian yang penting untuk menjadi pemimpin.

Jika kita cermati kondisi Pelaksanaan Pemilu-kada yang telah berlangsung selama ini, kecenderungan banyak pasangan baik incumbent maupun bukan incumbent ataupun Independent terlalu dinina bobok dengan sebuah fakta dalam dukungan semu, hal ini sudah banyak terbukti, bahwa data dari peta politik hasil pemantauan dilapangan "seakan-akan berpihak" pada pasangan tertentu, tapi kenyataan pada hari H justru terbalik, sehingga kajian dan analisa Ilmiah belum bisa mengalihkan prediksi kondisi hari H nantinya, karena ada sebuah kekuatan "invisible hand" yang bermain justru menjelang hari (H), kondisi ini sebuah bukti pembelajaran politik yang tidak baik selama proses demokrasi langsung di Indonesia, apa lagi beberapa indikasi pelanggaran pilkada dan money politik yang selama ini menjadi sebuah permainan yang terkesan dilegalkan oleh sebuah ketentuan Peraturan dan Perundangan melalui pembatasan waktu pembuktian. 

Money politik yang sangat sulit dibuktikan namun faktanya ini menjadi sebuah kekuatan dan menjadi sebuah permainan dan menjadi dipermainkan oleh masyarakat atau sang calon.

Beberapa catatan bahwa kecenderungan yang terjadi selama ini, Pimpinan Partai Politik/Panitia yang ada di daerah hanya jalur proses penjaringan jika pun difungsikan hanya sebatas rekomendasi, sehingga yang memahami siapa yang layak dan mampu secara benar dan tepat itu sesungguhnya difahami oleh Pimpinan daerah/tim partai yang ada di daerah baik Kabupaten/Kota maupun provinsi, namun keputusan lebih cenderung ada di DPP, yang sesungguya pendapat daerah menjadi acuan utama dalam menentukan Calon tersebut.

Sehingga berlomba-lombalah para Baca-Kada untuk melakukan loby dan pendekatan ke DPP yang tentunya melakukan pendekatan dengan berbagai strategi dan yakinlah kekuatan financial menjadi daya duku utama, bahkan cenderung mengabaikan persyaratan tehnis dan administrative lainnya, mudah-mudahan Pemilu-Kada saat ini, proses penjaringan yang dimulai dari Formulir dan pendaftaran sampai pada keputusan final secara komprehensif antara Panitia Kabupaten/Kota, Propinsi dan DPP bisa merekomendasikan calon Pimpinan Politik menjadi Kepala Daerah yang layak secara manejerial dan layak secara kemampuan tehnis dan adminstratif.

Peran Parpol sebagai jembatan untuk merekrut Pemimpin Kepala Daerah melalui Proses yang dimulai dengan penjaringan bakal calon kepala daerah (raja kecil daerah) dengan mekanisme yang terbuka, jujur, dan adil sangat menentukan kebersatuan Negara Republik Indonesia, yang saat ini cenderung berbentuk antara Kesatuan atau Serikat, karena kita harus menyadarai bahwa pameo ini harusnya menjadi acuan adalah "hasil akhir tidak akan menghianati proses".

Disamping Pola Penjaringan yang ada saat ini, hampir semua partai di daerah baik Kabupaten/Kota dan Propinsi belum memenuhi syarat jumlah kursi (Gubernur/Bupati/ Wali kota Treshold-KDT) untuk bisa mengusung Calon Kepala daerah secara mandiri, sehingga partai politik membutuhkan koalisi setelah proses penjaringan dilakukan oleh Partai untuk bakal Calon kepala daerah terpaksa kawin siri/kawin paksa untuk mendapat Partai atau gabungan Partai untuk maju Bersama wakil Kepala Daerah.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena untuk maju sebagai calon Kepala Daerah itu harus satu visi dan misi bersama wakil Kepala Daerah, namun dengan pola ini cenderung belum ada kesepahaman antara Calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah, karena mereka dikawinkan secara terpaksa dan mendadak, yang akhirnya mereka sering tidak sejalan dalam pelaksanaan kepemimpinan daerah, bahkan cenderung pecah di tengah perjalanan Kepemimpinan tersebut, serta wakil Kepala Daerah cenderung tidak memiliki fungsi yang jelas, dan ini harusnya menjadi catatan, karena Nomen Klatur Kepala daerah itu adalah Kepala Daerah dan Wakil, sehingga perlu penegasan paran dan tugas dari Wakil kepala daerah tersebut.

Jika dilihat kondisi Proses Pemilu-Kada saat ini, proses penjaringan yang belum sejalan dengan pola satu Kepemimpinan Daerah ( dua menjadi satu) yang sehati, sejiwa dan memiliki kesepahaman yang sama tercermin dalam Visi dan misi Calon tersebut harusnya menjadi Visi dan misi bersama antara Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah.

Alangkah baiknya, dalam proses penjaringan yang dilakukan, jika partai yang belum memiliki Kepala Daerah Treshold (KDT) bisa melakukan koalisi lebih awal dengan partai yang memiliki plate form yang sama agar Kepala Daerah Treshold (KDT) terpenuhi atau lebih dan membuka penjaringan bersama secara koalisi.

Begitu juga dengan Baca-Kada juga harus mendaftar Bersama dengan Baca-wakada, tentunya pasangan tersebut sudah kompak dan sudah menysun VM Bersama dan melakukan kalkulasi bersama. Ini semua agar terhindar dari dukungan semu dan perpecahan di saat memimpin daerah dan agar terjadi power sharing antara Kepala

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun