Dari beberapa literatur yang diketahui, ada kecenderungan jika bencana asap yang disebabkan oleh Kebakaran hutan dan lahan di kawasan gambut ini tidak dikelola dengan baik dan tidak dicegah serta dikurangi, peluang untuk tenglamnya beberapa wilayah menjadi danau atau laut itu sangat besar sekitar >20 tahun yang akan datang.
 Ada kecenderungan bahwa berkaitan dengan bencana asap yang merupakan bencana luar biasa, yang disebabkan oleh terbakarnya hutan dan lahan gambut, pemerintah hanya reaktif untuk memadamkan kebakaran tersebut, justru di samping upaya reaktif pemadaman, ada baiknya melakukan kegiatan pencegahan melalui kegiatan yang kita sesuaikan dengan penyebab terjadinya bencana asap, yaitu faktor Ekosistem gambut, faktor manusia, faktor cuaca ekstrim, secara terencana dan terintegrasi.
 Pertama faktor Ekosistem gambut, bahwa sudah diketahui ekosistem saat ini sudah rusak semenjak beberapa dasawarsa yang lalu, mungkin akibat salah kebijakan Negara terkait dengan pemanfaatan Gambut yang tidak memperhatikan pelestarian gambut itu sendiri, beberapa kegiatan dalam rangka pencegahan dan meminimalkan dampak dari kerusakan ekosistem gambut ini antara lain, yang dilakukan secara TSM (Terstruktur, Sistematis dan masif) antara lain (1) Moratorium perizinan pemanfaatan kawasan gambut untuk perkebunan dan peruntukan lainnya yang sudah secara ketat dan pemberian sanksi hukum maupun sanksi administratif, termasuk Hutan Tanaman Industri; (2) Melakukan evaluasi terhadap perizinan yang telah diberikan kepada perusahaan baik perkebunan/pertanian/pertambangan maupun kehutanan, termasuk untuk Provinsi Jambi evaluasi terhadap pelaksanaan Perda No2 tahun 2016; (3) kegiatan pemulihan ekosistem gambut yang melibatkan partisipasi masyarakat melalui kelompok masyarakat yang didukung melalui pendanaan APBD baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, di samping yang akan dilaksanakan melalui Satker yang bergerak di bidang tersebut Konservasi dan Badan Restorasi Gambut secara terintegrasi dan terkonsolidasi.
Â
Â
Faktor Kedua Faktor Manusia, Substansi manusia sebagai pelaku dan obyek pembangunan bahkan sasaran pembangunan menjadi faktor utama, yang tergabung dalam wilayah Administratif Desa, cenderung menjadi kelompok penderita terutama masyarakat dalam dan sekitar kawasan hutan Gambut dan Perusahaan baik perkebunan maupun Non Perkebunan.
Â
Perlunya Pelibatan masyarakat dalam bentuk Kelompok masyarakat baik terkait dengan Pemulihan ekosistem, evaluasi terhadap Perusahaan yang memanfaatkan Gambut, serta yang lebih utama lagi masyarakat diharapkan untuk berperan serta aktif untuk kegiatan pencegahan maupun pemadaman melalui Operasional Masyarakat Peduli Api (MPA) yang didukung oleh Dana Desa dalam bentuk Patroli MPA secara terjadwal, Patroli bersama dengan Instansi terkait, Sosialisasi dan penyuluhan secara terus menerus, Pembuatan Peraturan Desa berdimensi adat lokal untuk pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan, membangun sumur bor dan embung di setiap desa di dalam desa juga diharapkan didukung dana desa, bantuan dari perusahaan yang dianggarkan, bukan dari CSR.
 Upaya penegakan hukum yang betul adil, merupakan salah satu upaya untuk penyadaran dini bagi masyarakat baik masyarakat desa, maupun perusahaan, yang cenderung selama ini masih sangat lemah.
 Berdasarkan pengamatan langsung MPA yang terbentuk di Desa, pada umumnya tidak cukup untuk 1 regu, bahkan untuk operasional tidak ada dukungan yang jelas, termasuk asuransi dan insentif para MPA tersebut, sehingga MPA yang ada cenderung belum berdaya guna dan berhasil guna.
 Faktor ketiga Cuaca Ekstrim, cuaca ekstrim yang membawa hawa panas dalam bentuk El-Nino, kedatangan dan kepergiannya sudah bisa diramalkan, tapi tidak bisa dipengaruhi oleh faktor manusia, sehingga manusia hanya bisa menyesuaikan untuk melakukan aktivitas mengurangi dampak dari el-nino ini, terutama upaya-upaya pencegahan dan pemadaman, sehingga upaya reaktif dalam bentuk patroli baik oleh MPA, Manggala Agni, TNI/Polri bisa terjadwal dan terkonsentrasi dengan baik dan terencana.