Sedangkan Rekayasa pantai dengan struktur keras yaitu berupa konstruksi fisik bangunan pantai yang lebih mengendepankan penanggulangan pengamanan pantai dengan waktu yang singkat dan tidak memperhatikan sifat alami pantai, seperti tanggul laut yang terbuat dari beton, pemecah gelombang untuk mereduksi gelombang ataupun jetty untuk penanggulangan erosi.Â
Dari kedua perangkat pengaman pantai tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing -- masing, sehingga penentuan tersebut tergantung dengan konstruksi pada kebutuhan skala prioritas.Â
Untuk struktur lunak biasaanya penanggulangannya akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menerima manfaat seperti kasus penanaman mangrove tetapi sifat alami pantai lebih dikedepankan.
Dalam melaksankan kegiatan tersebut yang mengacu pada Rencana Strategis Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Periode 2015 -- 2019 Pembangunan peningkatan fungsi, kondisi sarana dan prasarana pantai di seluruh Indonesia ditargetkan 530 Km dengan kerangka pendanaan pembangunan infrastruktur PUPR yang terpadu pada pengembangan wilayah yang diarahkan pada kebijakan pembiayaan terpadu sehingga dipetakan, dievaluasi  dan dianalisis prioritas penangannya.
Penanganan kerusakan pantai perlu dibuatkan penilaian dan pemilihan lokasi prioritas penanganan agar dapat meningkatkan nilai investasi dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di sekitarnya khususnya sektor pariwisata.Â
Dalam penilaian kerusakan dan pemilihan lokasi penanganann mengacu pada Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2010 tentang Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai dan Prioritas Penanganannya sebagai salah satu pedoman dalam penilaian kriteria yang digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan hasil Studi JICA yang pernah dilakukan penilaian terhadap kawasan tersebut.Â
Dari variabel kriteria kerusakan pantai menurut SE dan studi JICA dibuatkan pengukuran tingkat kerusakan dan prioritas penanganan secara hybrid dengan mengkombinasi tata cara kedua sistem tersebut dengan menyederhanakan dan menggunakan faktor -- faktor utama dalam penentuan penilaian.
Berdasarkan rencana pencapai target  pembangunan infrastruktur yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional tahun 2015 -- 2019, dana yang dibutuhkan mencapai Rp. 5.452 trilliun.Â
Dari total kebutuhan tersebut pemerintah pusat dan daerah hanya mampu memberikan dana sebesar Rp. 4.321 trilliun dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah sadar bahwa tidak akan mampu untuk memenuhi kemampuan APBN/APBD.
Pemerintah memberikan peluang terhadap masuknya pihak swasta dengan membuat skema atau sistem public private partnership (PPP) yang meliputi kegiatan umum pemerintah dengan pihak swasta yang melalui kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha investasi dalam pembangunan infrastruktur.
Kriteria Public Private Partnership (PPP) yang memungkinkan untuk pembangunan infrastruktur perbaikan dan konservasi pantai setelah adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, dapat dilaksanakan sesuai Bab III yaitu jenis infrastruktur dan bentuk kerjasama pasal 5 angka 2 huruf (p) infrastruktur pariwisata.