Mohon tunggu...
Teguh Setiarso
Teguh Setiarso Mohon Tunggu... -

kaum Proletar buruh para Kapitalis yang kebetulan saja hobby desain

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kreasi Unik Desain Poster Propaganda Jepang di Era Penjajahan Indonesia

31 Mei 2016   18:40 Diperbarui: 1 Juni 2016   09:17 1851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang belum tahu mengenai definisi poster? Poster adalah media promosi yang relatif panjang, terdiri dari satu lembaran tanpa lipatan yang dicetak satu muka, diciptakan sebagai sarana penyampai komunikasi untuk khalayak umum di tempat terbuka.

Namun, tahukah kalian bagaimana hiruk pikuk desain grafis di Indonesia pada masa penjajahan Jepang? Ragam kreasi seni terapan tertuang terutama pada poster-poster yang digunakan dalam persiapan Perang Asia Pasifik pada tahun 1937 hingga masa kemerdekaan negara Indonesia pada tahun 1945, berikut ulasan beberapa poster yang menarik di masa itu.

“Tidak sepenuhnya proses penjajahan berkonotasi negatif, tak jarang didalam proses menduduki sebuah negara diperlukan nilai daya cipta estetis yang fungsional”.

Hal diatas membuktikan, tidak selamanya peperangan berkaitan dengan seberapa tangguh fisik serdadu garda depan dimedan perang atau seberapa canggih senjata yang disandang, dilihat dari perspektif lain, desain grafis memiliki peranan penting dari sekian banyak peperangan atau penjajahan, salah satunya disaat negara Jepang hendak menduduki NKRI, mereka memanfaatkan peranan desain grafis sebagai media proyek propaganda.

Dimasa kedudukan desain grafis dan propaganda Jepang di Indonesia berada dalam hubungan yang cukup saling menguntungkan, kedua belah pihak memiliki maksut dan tujuannya masing-masing, Jepang bermaksut untuk mengambil simpati dan dukungan rakyat Indonesia untuk mencapai tujuan perang lewat poster propaganda yang diaplikasikan ke ragam media (poster film, majalah, dan poster khusus propaganda), sedangkan rakyat Indonesia memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknik beserta material dari ragam organisasi desain propaganda Jepang.

Takeshi Kono, poster Awas mata-mata moesoeh!, 1942.

Koleksi:Dokumentasi keluarga Kono.

Desain poster milik Takeshi Kono terdapat objek mata, tipografi bertuliskan “Awas mata-mata moesoh”, dibuat dengan teknik cetak lithografi, dicetak dengan ukuran 24,5x17,5 cm, warna bakground hitam pekat, objek mata dibuat dengan gaya sederhana tidak realis, cenderung flat tak berdimensi, mengandung tiga jenis warna, yakni putih, hitam, dan biru, teknik warna blok tanpa unsur gradasi, bentuk mata terlihat normal fokus menghadap ke depan, tipografi menggunakan jenis sans sherif tanpa pengait, tipografi terlihat kokoh, jelas dan bersih tanpa riuh ukiran, menggunakan abjad huruf besar atau kapital, kata ”moesoeh” menggunakan ejaan lama, ukuran tiap kata berbeda beda, kata “awas” terlihat paling besar, disusul kata “moesoeh” dan yang terkecil kata “mata-mata”, tipografi dibuat rata kiri kanan sesuai dengan garis objek gambar mata.

Objek mata dan tipografi dilayout dengan teknik repetisi (salah satu teknik dalam seni nirmana) yakni pengulangan objek atau bidang sehingga secara tidak langsung membuat sebuah pattern atau corak pola tertentu, posisi bola mata yang hampir tepat ditengah dalam dalam buku ilmu psikologis berjudul “Psikologi Komunikasi” karangan Drs. Jalaluddin Rakhmat “menandakan kesungguhan, tekat, fokus, kewaspadaan, dan ketelitian, sesuai dengan tagline yang ingin disampaikan yakni “Awas mata-mata moesoeh” dapat diasumsikan bahwa poster tersebut mengajak khalayak untuk waspada terhadap orang-orang disekitar yang diduga sebagai mata-mata musuh mereka.

Poster Iklan Toko Wahido Shoten di majalah Djawa Baroe,

15 Juni 1944, Koleksi:RCUS

Objek visual poster didominasi oleh illustrasi dua orang petani, masing-masing  membawa cangkul dan skop, topi caping, tidak beralas kaki, salah satunya bertelanjang dada, ada juga yang membawa kaos dalam, memakai celana pendek, background illustrasi menggambarkan suasana ladang, dari bentuk tumbuhannya seperti ladang jagung, illustrasi tidak berwarna, cukup hitam putih dengan mengandalkan gelap terangnya pencahayaan, penggerjaan gambar illustrasi serupa dengan tekhnik inking atau sketsa dengan tinta, penggunaan tipografi ada 2, yakni sans sherif dan vernacular, untuk sans sherif terdapat pada kalimat ”Patjoel Skop, poesat pendjoealan diseluruh Indonesia:Wahido Shoten, kali besar barat 29-telp,kota,1188-1208 dan 1322, Djakarta-Kota’’, menggunakan typografi yang simple bersih tanpa ornamen, dari sisi layout memainkan ukuran tiap susunan kata, ada yang ditulis dengan font size besar dan sebaliknya, seperti “Wahido Shoten” dan ”patjoel Skop” ditulis dengan warna merah darah, untuk vernacular terdapat pada kalimat ”dan alat jang teroetama bagai paman tani” di tulis dengan block warna hitam. Outline poster berupa garis yang cukup tebal berwarna merah darah menjadi aksen pembatas antara objek poster dengan sisi luar poster, sudut pembatas berupa setengah melingkar.

Illustrasi menggambarkan rakyat Indonesia dikala itu yang mayoritas sebagai tukang, menurut buku Psikologi Komunikasi 1986 karangan Jalaluddin Rakhmat, tokoh illustrasi petani tidak memperlihatkan ekspresi entah senang maupun sedih, terkesan datar, gesture kepala menunduk merupakan bentuk ketundukan seseorang atau ketakutan terhadap sebuah hal, bisa saja mengalami tekanan, depresi maupun stress, pakaian yang seadanya merepresentasikan kehidupan yang kurang mapan, kalimat “Patjoel dan Skop alat jang teroetama bagai paman tani” dengan illustrasi 2 orang berprawakan pribumi, Wahido Shoten secara tidak langsung ingin menyampaikan sekaligus menawarkan bahwa khalayak Indonesia cocok memakai pacul dan skop, seperti layak untuk dijadikan tenaga buruh untuk mengatasi permasalahan diladang.

Jepang memiliki pendangan yang berbeda dari beberapa negara lain seperti Eropa dan Amerika Serikat mengenai faham dan fungsi desain grafis propaganda terutama poster, Jepang beranggapan bahwa tujuan dari propaganda ialah mempengaruhi khalayak untuk ikut serta dalam mewujudkan cita-cita bersama sebuah bangsa, sebelumnya negara lain hanya mengartikan sebagai langkah media dalam mengelabuhi massa.

Poster film pahlawan-Tank Nishizoemi (1938), 1943, koleksi:NIOD

Jepang tidak hanya membuat poster untuk tujuan propaganda dibidang politik dan militer, namun mereka turut membuat poster untuk hiburan berupa poster propaganda film yang dibawah naungan “Nippon”, meski dari visualnya tetap terlihat unsur militer dan tidak menutup kemungkinan berisi politik, terlihat sosok pejuang jepang dengan teknik cetak lithografi penggambaran animatik semi realis, poster ini berukuran 97 x 62 cm, pewarnaan cukup menggunakan blok warna hitam dan putih, sehingga terkesan simple dan elegan, typografi yang dipakai berupa jenis sans sherif dan huruf jepang di beberapa sudut poster, tak lupa illustrasi pendukung berupa tank Jepang yang memperlihatkan bagaimana mereka menyerang yang diwakili oleh simbol ledakan dan tembakan peluru tank, warna illustrasi tersebut berupa cream untuk warna fill object dan coklat sebagai shading, background berwarna merah maroon dengan guratan garis putih yang merepresentasikan sebuah gerakan, angin atau laju kendaraan, poster tersebut menjelaskan kegagahan Nishiezoemi sebagai pengendara tank yang mampu menjadi seorang pahlawan bagi negaranya, selain itu mampu merubah mind-set khalayak pribumi bahwasannya pahlawan sejati mereka ialah Nishiezoemi.

Kesimpulan dari ketiga poster tersebut memiliki kesamaan yakni dalam pemakaian kosa-kata untuk bagian headline maupun sub-headline menggunakan bahasa Indonesia dengan ejaan lama namun tidak menutup kemungkinan masih banyak kata atau kalimat yang masih menggunakan bahasa Jepang, warna poster cenderung memakai warna merah karena berhubungan dengan warna lambang negara Jepang, warna yang diaplikasikan bermain teknik blok-blok warna yang simple, kebanyakan menggunakan typografi jenis sans sherif dan di bold.

poster propaganda yang dihadirkan jepang memiliki unsur yang nyentrik, perpaduan antara bahasa Indonesia dengan ejaan lamanya dengan bahasa Jepang, sering kali poster Jepang mudah diidentifikasi dari nama yang dihadirkan, entah itu nama untuk sebuah produk, memperkenalkan aktor atau tokoh dan sebagainya, penonjolan kalimat "Asia Timur Raya" sering didapati dalam poster Jepang di-era 1937 hingga 1945, illustrasi kerap berupa gambar dengan style simple semi realis, ada juga beberapa poster yang menggunakan foto figur namun didalamnya terdapat unsur Indonesia dan Jepang entah kostum, pernak-pernik khas, dan simbol-simbol kepercayaan.

Oleh:

Teguh Setiarso (1412327024)

DKV-Reguler

Program Studi S-1 Desain Komunikasi Visual

Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Tahun Akademik 2015/2016

Artikel ditulis pada tanggal 29 Mei 2016, ditujukan untuk tugas matakuliah Tinjauan Desain Komunikasi Visual (TINDES), Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Daftar Pustaka:

  • Adityawan, Areif. 2010. Tinjauan Desain Grafis. Jakarta: Concept Media.
  • Kardinata, Hanny.2015. Desain Grafis Indonesia dalam Pusaran Desain Grafis Dunia. Jakarta: DGI Press.
  • Meggs, Philip. 1990, A History of Graphic design terjemahan M.Dwi marianto.
  • Rakhmat, Jalaluddin. 1986, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV Bandung.
  • Antariksa, 2015. Desain Grafis Di Indonesia Pada Masa Kedudukan Jepang. Jakarta: DGI Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun