Mohon tunggu...
Teddy Triyadi Nugroho
Teddy Triyadi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - LP3ES/ Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Cogito Aliquid// Menulislah Dengan Rendah Hati Tausosiologi.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seksualitas dan Kekerasan Seksual dari Kontrol Sosial hingga Konflik Horizontal

24 Desember 2021   19:08 Diperbarui: 24 Desember 2021   19:15 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kontrol Sosial dan Konflik Sosial Horizontal

Kekerasan seksual di era digital disatu sisi melahirkan kontrol sosial, namun di sisi lain dapat menjadi senjata untuk membunuh karakter personal individu (character assassination) ataupun bahkan hingga ke kelompok sosial dimasyarakat. 

Kita sering menyaksikan banyak berita viral yang mengungkap berbagai praktik kekerasan seksual dalam bentuk sexting ataupun pemberitaan dimedia masa tentang suatu kelompok sosial tertentu. Fenomena ini kemudian menjadi kontrol sosial bagi setiap individu untuk lebih sehat mengendalikan seksualitasnya dan akses internet, produk teknologi, dan berbagai aplikasi dan media sosial.

Karena di era masyarakat digital saat ini, kekuatan media sosial mampu mempercepat akses informasi pada kasus kekerasan seksual yang "tertutup" dan "ditutupi". Dengan menyebarnya arus informasi, maka ini melahirkan tekanan publik kepada negara atau suatu institusi untuk menyelesaikan persoalan kekerasan seksual dengan waktu cepat kepada oknum pelaku kekerasan seksual. 

Apalagi dalam survey IJRS dan INFID 2020 justru kasus kekerasan seksual terjadi di tempat tinggal dan bukan ditempat umum, ini sudah menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan, selain itu kasus kekerasan seksual pun pada akhirnya terjadi pada keonpok-kelompok akademisi yang sudah barang tentu mempunyai pengetahuan terkait itu.

Terlebih di satu sisi dengan berkembangnya kemajuan internet, produk teknologi, dan berbagai aplikasi dan media sosial, kekerasan seksual dalam bentuk sexting dapat menjadi senjata bagi pihak tertentu untuk membunuh karakter seseorang dan kelompok-kelompok sosial tertentu. 

Hal ini dapat tergambarkan pada kasus membuat tampilan palsu atau hoax pada suatu rekayasa pesan yang dapat dibuat dengan bantuan aplikasi tertentu, misalnya Photoshop atau fake WhatsApp. Rekayasa pesan sexting ini kemudian disebarluaskan ke media, dan kemudian secara tidak langsung dapat membunuh karakter individu---Ataupun kita dapat melihat bahwa terjadinya stigma terhadap institusi atau kelompok sosial tertentu maupun profesi tertentu dalam kasus kekerasan seksual dan akhirnya menjadi perdebatan dimasyarakat yang juga menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

Padahal yang mesti diperhatikan adalah bagaimana perlindungan terhadap korban dan bagaimana pelaku tersebut diadili. Apalagi menurut survey yang dilakukan IJRS dampak terjadinya kekerasan seksual adalah trauma dan rasa malu dan takut bagi korban. Hal ini juga yang menyebabkan korban takut untuk melapor. Atau bahkan ketika melapor apartur negara justru jarang menuntaskan kasus. Terlebih steriotip terhadap perempuan juga masih tinggi, yang beranggapan bahwa kekerasan seksual adalah hal wajar bagi perempuan. Anggapan ini terus dikonstuksi

Dunia Akademik dalam Kekerasan Seksual

Dengan terbitnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, menjadi senjata untuk memerangi kekerasan seksual yang terjadi, khususnya dalam kehidupan kampus. Dan tentunya kehidupan sosial masyarakat juga harus dijamin oleh Negara untuk bebas dari kekerasan seksual, baik dalam kehidupan masyarakat, dan kehidupan pekerjaan.

Pada konteks kekerasan seksual dalam kehidupan kampus, pelaku-pelaku kekerasan seksual bisa berbagai aktor, dari pimpinan, dosen, pegawai, hingga mahasiswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun