Mohon tunggu...
Teddy Triyadi Nugroho
Teddy Triyadi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - LP3ES/ Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Cogito Aliquid// Menulislah Dengan Rendah Hati Tausosiologi.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Rezim Kuasa, Perang Narasi dan Cyber Troops

29 Oktober 2021   17:43 Diperbarui: 29 Oktober 2021   17:48 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : insideindonesia.org 

Kata share tersebut sebenarnya bukan hanya sebuah arti berbagi jika kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia, namun juga merupakan sebuah singkatan. 

Menurut Rhenald Kasali, SHARE merupakan sebuah singkatan dari Story, Hype, Actionable, Relevant, dan Emotional. Hal ini berarti bahwa sebuah informasi dapat dikatakan baik jika memenuhi kriteria tersebut. 

Ini sebenarnya merupakan realitas, dalam beberapa bulan belakangan kita lebih tertarik pada kisah-kisah emosional. Tentu yang dilakukan oleh public figure ataupun influencer dan tentunya dengan bala bantuan pasukan siber.

Politik dan Manipulasi Opini

Jika kita berbicara pada tataran politik hal tersebut menjadi lebih menarik,seperti penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto dan Ward Berenschot mereka melihat bahwa propaganda media sosial di Indonesia tidak mengandalkan 'click farms' atau perusahaan pemasaran digital besar, tetapi dijalankan oleh jaringan yang sangat informal dan cair yang diisi oleh pasukan siber bayaran yang terampil dan pragmatis. Pasukan siber tersebut umumnya berfungsi untuk memperkuat cengkeraman elit pada kekuasaan.

Strategi propaganda ini seperti yang di informasikan oleh insideindonesia.org diwujudkan dalam upaya pemerintah untuk memenangkan dukungan publik terhadap Omnibus Law Cipta Kerja, yang disahkan parlemen pada Oktober 2020 di tengah maraknya aksi online maupun turun kejalan dari mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil.

Menanggapi protes tersebut, Lailuddin Mufti dan Pradipa Rasidi menggambarkan bagaimana agen pemerintah meluncurkan kampanye cyber troops terbesar hingga saat ini, untuk 'menjual' undang-undang pro-bisnis ini kepada publik sebagai berkah bagi kesejahteraan ekonomi bangsa. 

Bagian dari kampanye adalah untuk mendelegitimasi aksi tersebut dan dengan demikian membungkam kritik terhadap Omnibus Law, menggunakan taktik 'kampanye negatif' seperti memfitnah, 'trolling' (pelecehan online) dan 'doxing' (mengekspos informasi pribadi di media sosial) untuk mencemarkan nama baik kritik dan mendiskreditkan klaim mereka.

Hal tersebut sudah banyak terjadi, dan kerap kali menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. Gagasan yang ada di media sosial sering kali mempunyai kepentingan tertentu dari golongan tertentu. Hal ini sangat wajar karena ketika informasi sudah sampai dipermukaan khususnya informasi yang berkaitan tentang perpolitikan nasional sudah barang tentu pasukan siber akan masuk.

Tesis Marx tentang kapitalisme nampaknya masih relevan hingga sekarang bahwa " Jika basis material masyarakat telah dikuasai maka gagasan masyarakat juga akan dikuasai" , hal tersebut telah terjadi saat ini dan masih sangat relevan. 

Pemilik modal atau yang biasa kita sebut oligarki nampaknya mempunyai banyak cara untuk menguasai gagasan di masyarakat yang salah satunya adalah mengerahkan pasukan siber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun