Mohon tunggu...
Teddy Syamsuri
Teddy Syamsuri Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Umum Lintasan '66, Wakil Sekjen FKB KAPPI '66, Pendiri eSPeKaPe, Direktur Kominfo GNM dan GALAK, Inisiator AliRAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Concern Terhadap Nasib Pelaut yang Belum Menjadi Perhatian Pemerintah

22 Mei 2016   22:02 Diperbarui: 22 Mei 2016   22:31 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaut Senior Prihatinkan Jati Diri Pelaut Sebagai Sesama Warga Negara Indonesia Belum Juga Disejajarkan Untuk Bisa Hidup Selaras Dengan Pekerja Lainnya. Sekarang Ini Momentumnya Untuk Disampaikan Secara Komprehenship Kepada Bapak Presiden Jokowi.

Kami, Pelaut Senior, saat membaca betapa pelayanan publik terhadap profesi pelaut sarat dengan cermin diskriminasi, sungguh-sungguh mengenaskan.

Mulai dari keinginan rumah tangga pelaut untuk memiliki rumah melalui kredit yang digiatkan pembangunannya oleh Pemerintah realitanya mentok oleh karena dunia pekerjaannya pelaut yang bukan kompeni man tapi kontrak kerja melalui PKL (Perjanjian Kerja Laut) yang sifatnya paling lama pertahun dan belum bisa menjamin untuk bisa cepat bekerja kembali di perusahaan yang sama.

Untuk kredit motor juga sama. Untuk pinjam modal agar keluarganya berusaha dagang kecil-kecilan pun tidak akan bisa dikabulkan. Ini semua untuk memenuhi kebutuhan riil yang ingin menampilkan hidup pelaut yang layak sebagaimana pekerja lainnya.

Di urusan status profesinya, dihadapkan juga perilaku yang sama. Entah kenapa Pemerintah terkait yang oleh negara berdasarkan undang-undang mengatur pelaut jika ada ketentuan lain misalnya konvensi internasional (ILO atau IMO) tanpa mensurvey secara benar tentang kehidupan pelaut, setiap sertifikat, setiap dokumen, atau apapun bentuknya yang dikeluarkan dari instansi tersebut langsung jadi proyek dan obyek, tentu dengan ketentuan biaya yang tidak pernah murah agar terjangkau pelaut yang kelas bawah. Ditetapkan dengan tarif yang tinggi, yang mau tidak mau karena demi untuk mendapatkan pekerjaan atau segera naik kapal, pelaut yang susah ini mencari-cari pinjaman (pinjam di bank jelas tidak mungkin didapat) ke para rentenir.

Segala aturan baru yang tidak dilakukan survey di lapangan itu, membuat posisi pelaut sebagai obyek pembangunan alias “sapi perah”. Ironisnya yang pegang aturan atau yang berwenang mengatur itu sebagian besar adalah para pelaut yang berijasah sarjana kelas satu dan jebolan kampus pelayaran yang dikenal, yang jelas pernah mengalami berlayar dengan para anak buah kapal (ABK). Tambah ironis lagi, jika diantara pejabat selain berasal dari kampus yang sama juga satu alumnus, maka tampilan kolaborasi almamater begitu kuatnya. Mengesampingkan jika tufoksinya untuk mengurus pelaut yang bukan lagi cuma sesama dari kampusnya, juga bukan hanya kelas perwira tapi juga rating, bukan pelaut di kapal-kapal asing tapi juga kapal niaga nasional, bukan pelaut di kapal-kapal BUMN tapi juga swasta, bukan juga hanya kapal-kapal niaga tapi juga kapal-kapal jenis lainnya.

Pemerintah yang selama ini beorientasi oriental based dan itu strategi kolonial Belanda dengan politik kultur stelselnya yang diwariskan dan berhasil, belum hilang seratus persen kendati Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraannya saat dilantik menjadi Presideb Ke-7 menyuarakan agar bangsa ini tidak lagi memunggungi laut, selat dan teluk, belum mampu merubah mindset aparat birokrat yang menjadi pembantunya. Sehingga tekadnya Presiden Jokowi menggulirkan visi Poros Maritim Dunia dan memprogramkan pembangunan nasional Tol Laut, memang dihadapkan kendala karena reformasi birokrasinya yang setengah hati dan yang tidak akan nyambung dengan seruan Presiden Jokowi perihal Revolusi Mental.

Presiden Jokowi yang mengatakan akan tetap berpihak sama rakyat dan patuh pada konstitusi negara, menggulirkan misi Nawa Cita, yang salah satunya mengharuskan Negara Hadir menyelesaikan masalah bangsa, masalah rakyat, termasuk masalah pelaut. Tapi bukan yang diperoleh mendapatkan solusi, justru kontra produktif. 

Dua kali aksi damai yang digelar oleh Pergerakan Pelaut Indonesia yang dinakhodai Bung Andry Sanusi dan direspons oleh Bung James Talakua selaku Ketua Umum Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) salah satu unsur relawan pemenangan Jokowi saat Pilpres 2014 yang potensial, justru dihadapkan oleh sikap Direktur Kepelautan dan Pelabuhan (Dirkapel) Soegeng Wibowo yang mengumpulan para stake holder untuk melakukan klarifikasi bersifat resistensi untuk menjawab 5 butir tuntutan pelaut. Mereka sekarang menjadi “memusuhi” pelaut dengan berbagai dalih dan dalilnya. Mereka berkomplot untuk menutup keberpihakannya terhadap pelaut apalagi kepedulian untuk meningkatkan kesejahteraan pelaut.

Maka pelayanan publik dari negara untuk perhatian Pemerintah terkait serta lembaga lainnya terhadap pelaut sungguh-sungguh sangat mengenaskan. Kami, Pelaut Senior, terkadang cemburu jika melihat para pelaut bangsa Philipina begitu menjadi perhatian dari pemerintahnya yang solid. Sebaliknya kita yang Archipelago State (Unclos 82), nenek moyangnya berasal dari pelaut, sangat paradoks sekali jika Pemerintah terkait hanya melihat profesi pelaut dengan mata sebelah, telinga yang peka, hidung yang ditutup dan hati nuraninya yang bebal.

 Dengan demikian apa yang diharapkan dari Menteri Perhubungan yang belum pernah blusukan diatas kapal-kapal untuk melihat bagaimana pelaut bekerja untuk perusahaan tapi upahnya tidak sesuai dengan aturan yang standard. Atau, bisa audiensi dengan Menteri Tenaga Kerja yang sebenarnya hal hak-hak mendasar pelaut di kementerian inilah yang sebaiknya mengatur sebagaimana ditentukan oleh aturan Maritime Labour Convention (MLC) tahun 2006 yang akan dibahas ratifikasinya oleh DPR.

Namun demikian yang lebih elegan dan tepat sasaran, adalah dengan sampaikan aspirasi dan tuntutannya kepada Bapak Presiden Jokowi, yang oleh Bung Andry sudah dinobatkan menjadi Captain Jokowi. Semoga saja beliau yang tidak mau urusan ribet dan menyusahkan rakyat dengan konsistensinya atas misi Nawa Cita yang mengharuskan Negara Hadir, bisa langsung eksekusi yang mengabulkan tuntutan pelaut.

Jika kita harus merujuk konstitusi negara, di Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 disebutkan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; dan ayat (2) menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 

Pasal 28 UUD 1945 menyatakan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang, menyusul Pasal 28C. ayat (2) disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Dasar-dasar konstitusional ini kiranya cukup menjadi pegangan para sahabat pelaut Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya.

Bayangkan saja jika urusan STNK, SIM, BPKB, Sertifikat Tanah sampai KTP saja yang oleh presiden sebelumnya tidak pernah diomongkan, oleh Presiden Jokowi di omongi dan memerintahkan aparat biraokrat terkait untuk membuat satu pintu pelayanan, melakukan efisiensi, tidak berbiaya mahal, dan tidak ada lagi pencaloan. Semoga saja Bapak Presiden Jokowi memerintahkannya sama dengan segala carut marutnya dokumen untuk pelaut untuk diselesaikan, bila perlu gratis. Dan jangn lupa, mengingat profesi pelaut lapangan kerjanya di laut, maka perlu organisasi pelaut yang kuat untuk memperjuangkan seperti implementasi MLC 2006 jika sudah diratifikasi. Organisasi itu adalah KPI. Jadi, tidak salah, jika dituntut KPI dipulihkan dengan Kongres Luar Biasa (KLB). Semoga saja Bapak Presiden Jokowi memenuhi harapan kita semua. Amiin.

Saam perjuangan selalu.....

Jakarta, 22 Mei 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun