Mohon tunggu...
Teddy
Teddy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Departemen Politik dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perspektif Weberian terhadap UU Cipta Kerja

6 Juli 2021   20:11 Diperbarui: 27 Juni 2022   23:17 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: megapolitan.kompas.com

Di tengah penolakkan masyarakat sipil yang begitu masif, Presiden Jokowi Dodo menandatangani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja pada 2 November 2020. 

Undang-undang ini merupakan salah satu bagian dari omnibus law yang dijadikan dalam satu kesatuuan agar dapat mempangkas dan mempermudah regulasi. Hal ini kemudian menyebabkan timbulnya kekhawatiran masyarakat kepada lembaga legislator sebagai pembuat Undang-Undang. 

Pergolakan dalam dunia perpolitikan khususnya terkait dengan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat yang dianggap masyarakat tidak mewakili kepentingan rakyat, tetapi mewakili kepentingan-kepentingan individu dan kelompok kolektif. Hal ini yang kembali mewarnai pergolakan dalam perjalanan perpolitikan di Indonesia. Dalam proses penetapannya terdapat 2 fraksi yang menolak secara tegas mengenai pengesahan RUU Cipta Kerja. 

Partai Demokrat merupakan salah satu dari dua fraksi yang secara tegas menolak draft Undang-Undang tersebut, bahkan di dalam proses pengesahan draft Undang-Undang fraksi Demokrat menyatakan walk out dari ruang rapat karena tidak diberikan kesempatan dalam menyampaikan aspirasi. 

Selain itu, Partai keadilan Sejahtera (PKS) juga dengan tegas menyatakan menolak pengesahan Undang-Undang tersebut karena dianggap lebih cenderung merugikan masyarakat, terutama masyarkat kalangan menegah kebawah. PKS juga menyoroti bahwa RUU Cipta Kerja masih membuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum Indonesia. 

Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Kedua fraksi tersebut dengan tegas mengatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya mewakili masyarakat malah mewakili kepentingan individu dan golongan tertentu.

Selain itu, terdapat 7 fraksi yang menyatakan akan mendukung proses pengesahan RUU Cipta kerja untuk dibawah ke dalam rapat paripurna. 7 fraksi tersebut ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerindra, Partai Golkar, Pertai Kebanagkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Dengan perbandingan yang tidak seimbangan antara fraksi menolak dan menerima. Oleh karena itu, DPR akan membawa Draft RUU Cipta Kerja Kedalam rapat paripurna yang akan diadakan pada tanggal 8 Agustus 2020.

Namun, nyatanya rapat paripurna diadakan lebih cepat dari penetapan tanggal yang telah disetujui sebelumnya sehingga hal ini kembali mengundang kecurigaan publik. Selain itu, RUU Cipta Kerja juga dianggap tidak memiliki urgensi dalam proses pengesahannya. 

Pembahasan RUU ini juga dianggap cacat prosedur, sebab tidak banyak melibatkan banyak pemangku kebijakan sehingga pembahasannya dianggap tidak akuntabel dan transparan. 

Pembahasan UU Cipta Kerja tidak banyak melibatkan masyarakat sebagai praktisi UU tersebut, walaupun DPR menegaskan telah mengundang kelompok masyarakat dalam pembahasan, tetapi nyatanya kembali muncul pertanyaan mengenai masyarakat mana yang di undang oleh DPR. 

Penulisan ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana cara pandang rasional dan irasional dalam menetapkan suatu aturan terutama dalam menyangkut kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, Pemikiran weber terkait dengan rasionalitas dan tindakan sosial akan menjadi keyword dalam penulisan.

Rasionalitas dalam perspektif Weberian didasarkan pada motivasi dan ide yang menjadi alat manifestasi di balik perubahan struktur, nilai dan keyakinan yang membawa transformasi. Weberian mengimplikasikan bahwa government policy terbentuk didasarkan pada pertimbangan individu yang mempengaruhi kelompok kolektif besar dalam memutuskan dan mengesahkan suatu ketentuan, kemudian diaktualisasikan dalam suatu bentuk legal konstitusi. 

Pertimbangan tersebut didasarkan pada dua struktur pemikiran yaitu rasional dan irasional. pertimbangan dalam pengambilan keputusan government policy lebih cenderung didasarkan pada cara pandang irasional sehingga sering kali orientasi kebijakan selalu mengarah kepada kepentingan struktural praktisi dan kelompok kolektif dibawahnya. 

Ini lah yang menjadi pertanyaan besar dalam lembaga struktural negara. demokrasi hadir semata hanya dijadikan sebagai sistem pelengkap dalam struktur pemerintahan sehingga seringkali nilai yang tertanam sejak awal telah dihiraukan dalam menjalani sistem negara.

Rasionalitas dalam dalam pandangan Weberian diidentifikasi sejak kemunculan masyarakat modern yang dibarengi dengan pergeseran pola aksi sosial yang penting. 

Weberian menganggap bahwa hubungan sosial dan motivasi banyak dipengaruhi oleh rasionalitas formal yang meliputi kerangka dan proses berpikir aktor dalam membuat pilihan mengenai alat dan tujuan yang ingin dicapai. 

Rasionalitas dipahami sebagai agen yang bertujuan untuk memaksimalkan utilitas yang diterima dalam aktivitas produktif. Weber mengklasifikasi tindakan sosial menjadi empat macam, yaitu:

Pertama, tindakan rasionalitas instrumental mengandung makna implisit logis dengan memiliki tujuan untuk dicapai, apabila dikoherenkan dengan RUU Cipta Kerja, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki tujuan tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai kepentingan tertentu dengan pertimbangan rasional bagi mereka dan bagi rakyat merupakan irasional. 

Kedua, rasionalitas yang berorientasi nilai memiliki makna bahwa tindakan didasari oleh keyakinan akan pertimbabngan nilai-nilai yang telah ada. Terkait dengan nilai tersebut tidak ada tindakan-tindakan yang berorientasi pada nilai yang dilakukan oleh DPR, kecuali untuk kepentingan individu, kolektif dan asing. 

Ketiga, Tindakan afektif adalah tindakan yang ditentukan atas dasar perasaan emosional sehingga tidak adanya tindakan yang rasional yang melekat didalamnya. 

Hal ini yang menjadi salah satu pemicu mengapa RUU Cipta Kerja sesegera mungkin untuk disahkan sebagai UU karena adanya kekhawatiran terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, apalagi karena keadaan ekonomi yang kurang stabil sehingga segala upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok, akibatnya ditengah keadaan ekonomi yang sedang kritis yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. 

Kehadiran negara yang seharusnya menjadi problem solver bagi rakyatnya justru menjadi trouble maker bagi rakyatnya. Kempat, Tindakan tradisional yaitu Tindakan yang dilakukan atas dasar kebiasaan-kebiasaan yang mandarah daging dalam masyarakat. 

Dalam hal ini koheren dengan tindakan legislator berkaitan dengan gerakan massa yang secara masif merupakan suatu kebudayaan/adat istiadat yang dilakukan masyarakat dalam melakukan tindakan aksi sosial kolektif yang diperuntutkan untuk kepentingan rakyat atas dasar penolokan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan. 

Gerakan massa yang terjadi saat ini merupakan proses perkembangan berkelanjutan dari masa yang pernah terjadi sebelumnya seperti, reformasi 98 dan gerakan 1966. Kebudayaan ini kemudian melekat dalam diri masyarakat dan sering diidentifikasikan sebagai gerakan nasionalis.

Hubungan analitis antara tindakan rasional dan jenis-jenis tindakan yang lain merupakan hubungan historis. Modernisasi, sebagai sebuah proses rasionalisasi, melibatkan peningkatan peran dari tindakan rasional dan struktur tindakan. 

Tindakan yang terlibat dalam asosiatif yang khas dari kapitalisme modern dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan rasional dan irasional dan menempatkan masyarakat dalam situasi yang kompetitif, anonim dan terbagi-bagi sehingga hal ini cenderung memicu gejolak dalam masyarakat terkait dengan sistem yang telah lama dibangun. Salah satu contoh paradigmatik tindakan rasional menurut weber ialah tindakan ekonomi yang dipahami dalam sudut pandang marginalis dalam hubungannya dengan pilihan-pilihan yang dipilih secara sadar (Umanailo 2019). 

Aktor yang berorentasi pada ekonomi adalah mereka yang bertindakan secara strategis dan cenderung bersifat represif terhadap sistem yang ada dan menggunakan cara apapun dalam mencapai tujuan yang direncanakan.

Konsekuensi dari rasionalitas dijadikan sebagai alat untuk pelemahan dan pembongkaran lembaga otoritas. Rasionalitas hadir didasarkan pada dua perspektif yaitu motivasi individu dan motivasi kolektif. 

Motivasi individu cenderung digerakan oleh aktor yang memiliki pengaruh besar dengan berupa ide dan tindakan yang diaktualisasikan dalam suatu gerakan massa yang diperuntukkan untuk kepentingan kolektif. 

Motivasi kolektif didasarkan pada kesamaan senasib sepenanggungan dalam suatu kelompok kolektif baik skala besar maupun kecil sehingga memberikan pengaruh pada kelompok kepentingan lain untuk menjadi satu kesatuan dalam suatu gerakan kesamaan nasib. 

Rasionalitas memberikan dampak signifikan dalam perkembangan struktur dalam masyarakat maupun pemerintah karena mampu memberikan perbandingan, perlawanan serta pertentangan dalam mencapai orientasi keadilan. 

Selain itu, tujuan lain adalah untuk meningkatkan penggunaan akal dalam segala urusan dan memperjuangkan sebuah tantangan kritis dan skeptis terhadap semua cara bertindak yang mapan dan otoritatif. selama sistem hukum irasional, selama institusi ekonomi termasuk pasar masih irasional, berbiaya tinggi, jangan harap ekonomi, investasi, kesempatan kerja, kemajuan teknologi dan kesejahteraan akan terwujud (Rissy 2020). 

Selama masih ada keterlibatan kepentingan dalam penentuan kebijakan dengan pertimbangan irasional, maka kebijakan apapun yang diperuntukkan untuk kepentingan rakyat tidak akan berjalan efektif dan efisien dalam prosesnya. Kecenderungan politisi selalu menjadikan kepentingan individu dan kelompok diatas kepentingan rakyat. Regulasi apapun yang diciptakan selama masih kontradiksi dengan kepentingan rakyat maka selama itu juga di negara ini selalu muncul gerakan dijalan untuk menentang pemerintah.

Reference

Giddens, Anthony. n.d. "Anthony Giddens - Sociology."

Rissy, Yafet YW. 2020. "Opini: Omnibus Law Cipta Kerja Dan Hukum Yang Rasional." Victory News. Retrieved (https://www.victorynews.id/opini-omnibus-law-cipta-kerja-dan-hukum-yang-rasional/).

Umanailo, M. Chairul Basrun. 2019. "Max Weber." 1--4. doi: 10.31219/osf.io/ep7bn.

 Kalberg, Penulis Stephen. 2010. "Jenis Rasionalitas Max Weber: Batu Penjuru Untuk Analisis Proses Rasionalisasi Dalam Sejarah URL Stabil: Http://Www.Jstor.Org/Stable/2778894." Chicago Journals 85(5).

Turner, Stephen. 2020. "Economy and Society: A New Translation by Max Weber, Edited and Translated by Keith Tribe." History of Political Economy 52(5):965--67. doi: 10.1215/00182702-8671916.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun