Mohon tunggu...
Teddy Sukma Apriana
Teddy Sukma Apriana Mohon Tunggu... Teknisi - Seorang teknisi yang nyambi jadi blogger

Memberi inspirasi untuk dijadikan referensi kehidupan, sehingga memunculkan semangat revolusi dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ide "Satu e-KTP" Sandiaga Uno Bisa Terwujud, Asalkan...

25 Maret 2019   20:08 Diperbarui: 26 Maret 2019   08:22 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno saat menyampaikan soal ide (kompas.tv)

Sandiaga Uno, calon wakil presiden nomor urut 02, berjanji akan mengintegrasikan semua layanan pemerintah dan kebutuhan masyarakat dalam satu Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) jika dia terpilih nanti. Janji tersebut dipaparkan dalam Debat Pilpres yang digelar pada hari Minggu (17/3/2019) lalu di Hotel Sultan, Jakarta.

"Untuk semua layanan pemerintah, kita tidak ingin merepotkan negara, memberatkan negara dengan kartu-kartu lain," ujar Sandiaga ketika memberikan pernyataan penutup debat.

Sandiaga juga mengatakan, e-KTP memiliki single identity number, yang seharusnya bisa dipakai untuk berbagai program pemerintah. "Semua fasilitas layanan baik ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, semua Rumah Siap Kerja, bisa diberikan. PKH (Program Keluarga Harapan) kita akan tambah jadi PKH Plus di dalam program yang hanya membutuhkan KTP ini," kata Sandiaga dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, dari laporan Viva pada tahun 2013, Gembong S Wibowanto, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Program Penelitian dan Perekayasa e-KTP dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), juga pernah mengucapkan hal yang sama.

"Nantinya, teknologi kartu pintar pada e-KTP memiliki multifungsi, seperti dapat digunakan untuk Jaminan Kesejahteraan Sosial, kartu subsidi BBM, Kartu Bantuan Langsung Tunai, Kartu Debet, dan fungsi-fungsi lainnya," ujar Gembong.

Jadi, sebenarnya ide "Satu e-KTP" Sandiaga Uno bisa diterapkan. Asalkan, beberapa hal yang berkaitan dengan ide tersebut berjalan dengan baik. Apa saja itu?

1. Penggantian e-KTP dengan blangko yang spesifikasi teknisnya lebih mumpuni
Ada yang masih ingat kasus megakorupsi yang menjerat "papih kita tercinta", Setya Novanto? Yup, praktek rasuah yang menodai proyek pengadaan e-KTP pada tahun 2011 lalu merugikan negara sampai Rp 2,314 triliun.

Kasus itulah yang membuat spesifikasi teknis dari e-KTP yang saat ini sedang "menginap" di dompet kita, fungsinya "disunat" dari yang seharusnya. Bagaimana cara mengetahuinya?

Mari kita mengenal dulu teknologi yang digunakan dalam e-KTP, yaitu teknologi kartu pintar atau Smart Card. Smart Card Basics menjelaskan definisi smart card sebagai "sebuah kartu plastik yang disematkan chip komputer agar bisa menyimpan dan mengirim data. Data dari kartu tersebut bisa diambil lewat alat pembaca (reader)". 

Spesifikasi teknis dari smart card yang dipakai oleh e-KTP di negara kita telah diatur dalam Permendagri No. 06 Tahun 2011 tanggal 21 Januari 2011. Permendagri tersebut memuat beberapa patokan, namun yang saya soroti dalam tulisan ini hanya 2, yaitu kapasitas penyimpanan data serta daya tahan penyimpanan data.

Kapasitas dari chip penyimpan data di blangko e-KTP saat ini minimal dapat memuat data sebesar 8 kb (kilobit). Kapasitas tersebut belum termasuk besaran data sistem yang dimasukkan ke dalam chip oleh produsen chip. Sedangkan, data retention-nya sendiri paling singkat 10 tahun.

Kita bandingkan spesifikasi teknis tersebut dengan kartu identitas penduduk yang dimiliki oleh warga Malaysia, yang dinamakan MyKad. 

Saat diperkenalkan kepada publik pada tahun 2001 oleh pemerintah Malaysia, MyKad memiliki kapasitas penyimpanan data sebesar 32 kb. Kapasitas tersebut lalu ditingkatkan lagi hingga pada Januari 2012 bisa bertambah menjadi 80 kb. Selain itu, dikutip dari situs resminya, data yang tersimpan di dalam chip MyKad bisa bertahan hingga 20 tahun.

Spesifikasi teknis tersebut membuat fungsi MyKad tidak hanya sebagai identitas kependudukan. Mengutip dari situs resmi JPN, ia juga bisa digunakan sebagai SIM, aplikasi sarana publik, dompet elektronik, paspor, hingga memuat informasi kesehatan dari si empu-nya kartu tersebut.

Jika ide "Satu e-KTP" Sandiaga akan diterapkan, maka pemerintahan selanjutnya mau tak mau harus menyiapkan anggaran untuk penggantian kartu e-KTP baru dengan spesifikasi teknis yang lebih mumpuni. Anggaran tersebut mungkin tidak termasuk pengadaan alat-alat perekam data e-KTP, karena seharusnya alat-alat yang dibeli pada proyek pengadaan e-KTP pertama masih bisa dipakai.

2. Melanjutkan Pengembangan program Kartin1 yang Sudah Digagas oleh Ditjen Pajak
Kompas.com melaporkan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pernah meluncurkan prototipe dari kartu pintar Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP Smart Card, yang dinamakan Kartu Indonesia Satu (Kartin1). Peluncuran tersebut dilakukan pada tahun 2017.

Nantinya, kartu tersebut bisa diisi dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) e-KTP, SIM, BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, hingga data kartu kredit. Persis seperti ide Sandiaga Uno pada debat hari Minggu lalu.

Sayangnya, platform Kartin1 tidak bisa dimasukkan ke dalam e-KTP. Seperti yang dibahas sebelumnya, kapasitas penyimpanan data di dalam e-KTP masih sangat terbatas dibanding platform Kartin1. Hambatan tersebut membuat program Kartin1 belum ada kabar kelanjutannya sampai sekarang.

Jika ide "Satu e-KTP" nanti direalisasikan, maka progres dari pengembangan program ini harus dilebur ke dalam realisasi ide tersebut.

3. Terjalinnya Kerjasama antara Instansi-Instansi Terkait
Masih berhubungan dengan poin 2. Mandeknya program Kartin1 membuat Ditjen Pajak Kemenkeu dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri menjalin kerjasama program integrasi e-KTP dengan NPWP. Kerjasama tersebut menjadi salah satu langkah Pemerintah dalam menerapkan single identity number di dalam administrasi kependudukan di Indonesia. 

Itu artinya, pengaplikasian ide "Satu e-KTP" membuat kerjasama tersebut bisa dikembangkan ke instansi-instansi lainnya, khususnya di pemerintahan.

4. Mengatasi Lambannya Birokrasi Administrasi Kependudukan
Kumpulan twit dari pemilik akun @hotradero memantik perdebatan warganet di jagat Twitter. Twit pertamanya berisi kekhawatiran akan tertundanya layanan dari pemerintah akibat e-KTP si pemilik hilang jika ide Sandiaga tersebut nantinya diterapkan. Lamanya proses pengurusan berkas-berkas pengganti menjadi poin permasalahan dari twit tersebut. 

Seharusnya, proses penggantian dan penerbitan e-KTP di Disdukcapil dilakukan selama 14 hari kerja. Dari penelusuran saya di situs resmi Disdukcapil Provinsi DKI Jakarta dan Kota Makassar, standar tersebut sudah diberlakukan di kedua instansi tersebut.

Namun faktanya, banyak pengguna Twitter lainnya yang mengeluhkan lamanya waktu penggantian dan penerbitan e-KTP di beberapa daerah, bahkan sampai berbulan-bulan. Curhatan "warga" Twitter tersebut meramaikan kumpulan twit @hotradero tersebut.

Jika ide Sandiaga akan diterapkan dan mirip dengan program MyKad Malaysia, itu berarti layanan pemerintah yang sifatnya penting, salah satunya BPJS Kesehatan, tidak bisa diakses sementara oleh penduduk yang e-KTP-nya hilang atau rusak. Layanan baru bisa diakses kembali jika blangko e-KTP pengganti sudah diterbitkan oleh Disdukcapil.

Maka, tantangan selanjutnya sudah menanti bagi pemerintah: memperbaiki lamanya birokrasi adminstrasi kependudukan. Hal tersebut harus dilakukan, siapapun presidennya, meskipun ide "Satu e-KTP" belum dilaksanakan dalam waktu dekat. 

Agar semakin menarik, mungkin kita bisa menambah kesulitan tantangan di atas dengan pertanyaan berikut: 

"Bisakah blangko e-KTP baru atau pengganti diterbitkan dalam waktu satu hari kerja saja, seperti halnya saat kita membuat kartu ATM di bank?" 

5. Memaksimalkan penggunaan "infrastruktur langit"
Dalam kumpulan twit @hotradero sebelumnya, ada juga solusi yang ditawarkan, yaitu penggunaan database biometrik tersentralisasi. Tetapi menurut si penulis twit, hal tersebut membutuhkan infrastruktur internet yang memadai dan penggunaan teknologi komputasi awan (cloud computing).

Solusi tersebut mengingatkan saya dengan pernyataan calon wakil presiden nomor urut 01, K.H. Ma'ruf Amin, dalam debat hari Minggu lalu. 

"Kebetulan pemerintah kita sekarang sudah bisa membangun infrastruktur, baik infrastruktur darat, infrastruktur laut, infrastruktur udara, dan infrastruktur langit. Infrastruktur langit itu adalah melalui Palapa Ring," ujarnya saat itu. 

Maksud dari infrastruktur langit dalam pernyataan tersebut adalah infrastruktur telekomunikasi. Saat ini, pemerintah sedang menggarap proyek infrastruktur telekomunikasi berupa jaringan serat optik, Palapa Ring. Proyek tersebut terbagi menjadi 3 bagian. 2 bagian sudah tuntas dikerjakan, yaitu Paket Barat dan Tengah.

Mengutip Antara, Anang Latif, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo, memperkirakan Palapa Ring Paket Timur akan selesai dibangun pada Juni 2019. Lalu, uji coba dilakukan selama sebulan. Dan pada bulan Juli, semua jaringan di Palapa Ring sudah bisa digunakan.

Tak hanya itu, negara kita juga akan memakai satelit berteknologi high throughput satellite (HTS), yang bisa menyediakan jaringan internet pita lebar dengan kapasitas 15 Gbps (Gigabit per second), atau tiga kali lipat dibandingkan kemampuan satelit biasa. Satelit tersebut bernama Nusantara Satu, milik PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN). Peluncurannya sendiri dilakukan dari Cape Canaveral, Florida, AS, menggunakan roket Falcon 9 milik perusahaan yang didirikan Elon Musk, SpaceX. 

Jika kedua "infrastruktur langit" tersebut sudah bisa digunakan, diiringi dengan penggunaan cloud computing di ranah pemerintahan, maka penerapan ide "Satu e-KTP" bisa dilakukan secara optimal di seluruh wilayah di Indonesia. 

Kesimpulannya, jika ide "Satu e-KTP" Sandiaga Uno akan diwujudkan, siapapun nanti presiden dan wakil presiden yang terpilih pada 17 April nanti, kelima hal di atas perlu diselesaikan dengan baik. Semoga yang terpilih nanti, bisa mempertimbangkan efektifitas dari ide tersebut. Jika ada hal-hal lain yang perlu diselesaikan agar ide tersebut bisa direalisasi, kita bisa diskusi melalui kolom komentar.

Pembahasan lebih lengkap bisa dibaca di blog saya dengan judul artikel yang sama dengan artikel ini. Berikut ini adalah tautan artikel lengkapnya:

Bagian 1 dan Bagian 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun