Mohon tunggu...
Teddy Budiyansyah
Teddy Budiyansyah Mohon Tunggu... -

Histori, Vakansi, Point of View dari Teddy Budiyansyah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Zaman Semakin Digital, Percayalah Buku Takkan Tertinggal

18 Juni 2016   16:19 Diperbarui: 20 Juni 2016   00:56 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Hatta Rajasa, Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Tak ada suatu  bangsa yang unggul di dunia ini tanpa adanya manusia yang unggul dan tak ada manusia yang unggul tanpa unggulnya pengetahuan dan dengan kemampuan minat baca yang tinggi.  

Budaya membaca di masyarakat Indonesia dinilai masih cukup rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Salah satu laman menyebutkan Indonesia menduduki peringkat kedua terendah dari survey 62 negara terkait kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan Indonesia berada di peringkat 36 dalam hal keberadaan fasilitas perpustakaan dan infastruktur literasi. Artinya fasilitasnya sudah ada namun keberadaannya tidak difungsikan dengan baik.

“Jadikan membaca sebagai budaya.” Hmm..Tapi menurut saya kurang tepat, membaca jangan dijadikan sebagai budaya, nanti orang yang rajin membaca disebut budayawan. Cukup dengan memasyarakatkan membaca agar setiap masyararakat disetiap kalangan dekat dengan kegiatan membaca dan menjadi aktifitas yang merakyat dalam kehidupan sehari hari. :)

Buku akan tetap lah menjadi buku, sampai kapan pun tidak akan mati, hanya saja zaman sekarang buku sudah sangat mengikuti keadaan kekinian dengan berubahan ke dalam media digital atau biasa kita sebut dengan ebook. Tak ayal, buku yang disebut dengan jendela ilmu semakin berkembang dengan semakin mudahnya masyarakat untuk dapat mengakses bacaan sesuai dengan apa yang menjadi minatnya.

Zaman semakin digital, tapi percayalah buku takan tertinggal. Dengan perhitungan analitis grafis numerik (seadanya),  mungkin hingga saatnya buku akan punah sekitar 1000 tahun kedepan bukan karena masyarakat yang tidak menyukai buku, tapi mungkin karena beberapa hal seperti sumber bahan baku pembuat buku tidak ada, pohon sudah hilang diganti gedung pencakar langit, tinta sudah lenyap dimakan Lochness. Mesin cetak buku dicuri Alien. Atau ada sekelompok gerakan yang bermaksud menggenosidakan buku. Hmm..Tapi entahlah, saya yakin buku akan terus ada sampai kapan pun manusia itu ada.

Ada beberapa hal yang rasanya berbeda dan tak tergantikan ketika kita membaca buku secara konvensional itu. Saat dua atau satu tangan memegang buku di setiap bagiannya serta membalikan setiap lembar kertas sembari menghirup udara hembusan kertas yang berbalik serta suara gesekan antar kertas itu rasanya memang menjadi penanda khas tersendiri untuk setiap pembaca buku. Tak lupa saat menyelipkan sesuatu entah itu book marker, secarik kertas sticky note, atau mungkin uang kertas, kartu nama, atau sobekan kertas bekas. Tapi yang pasti jangan sesekali melipat kertas untuk menjadikannya penanda halaman. Kasian aja kertas di lipat lipat. Kata salah satu kawan saya, nanti buku nangis.

Karena setiap lembarnya, mengalir berjuta cahaya
Karena setiap aksara membuka jendela dunia
Kata demi kata mengantarkan fantasi
Habis sudah, habis sudah
Bait demi bait pemicu anestesi
Hangus sudah, hangus sudah

Efek Rumah Kaca - Jangan Bakar Buku

Suasana klasik unit dan menarik yang dapat dinikmati saat membaca buku di toko buku favorit rasanya tak ada duanya. Mau itu di Mall ataupun di pasar buku bekas emperan. Saat kita datang  dan mencari buku buku yang baru rilis, buku buku yang menjadi best seller atau buku buku berdasarkan kategorinya masing masing dalam rak rak buku itu tak akan didapatkan momen yang serupa dengan metode buku digital. Entah itu sekedar membaca cepat ditempat dengan berdiri atau bersila dan menunggu ada petugas yang memberi teguran atau membelinya sebagai koleksi pribadi yang kelak mungkin bisa dibuka kapan pun. Asik rasanya.

Waktu mengunjungi toko buku di Mall itu mungkin bisa diibaratkan seperti kita yang sedang menjelajah situs google tapi dalam bentuk nyata. Waktu langkah langkah kaki menuju rak sesuai kategori bacaan, rasanya seperti loading atau buffering saat mencari info dari internet. Lebih sehat lebih bahagia. Heheh..

Pengalaman membaca buku tersebut bukanlah sesuatu yang aneh atau bahkan berbeda dengan yang lainnya, bahkan sangat biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun