Mohon tunggu...
Triana Dewi
Triana Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - hakuna matata

teacher-writer-blogger www.trianadewi.com @trianadewi_td

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibuku Teloletku

23 Desember 2016   02:26 Diperbarui: 23 Desember 2016   20:28 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesampai di pinggir jalan, ternyata sudah banyak anak-anak yang berkumpul. Mungkin ada sepuluh sampai lima belas anak.  Aku mengeluarkan tulisan yang sudah kusiapkan sejak di sekolah tadi, kulihat beberapa anak juga membawa tulisan bermacam-macam. Tulisanku sendiri berbunyi “Mau teloletnyaa doong... Om!!” Dan Tulisan itu akan kami tunjukkan kepada sopir bus yang busnya lewat di depan kami. Bila sopirnya berbaik hati, maka dia akan membunyikan klaksonnya dengan kencang ... teloleeetttt teloleeett...Dan berjingkrak-jingkraklah anak-anak itu bila sudah berhasil mendengarkan bunyi klaksonnya. Sederhana bukan?

Sangat sederhana memang, tetapi itu ternyata sudah cukup membuat kami bahagia. Diana tampak terpingkal-pingkal menari-nari bila mendengar suara klakson itu membahana. Dan tidak ada bahagia lain bagiku selain bisa melihat Diana tertawa. Sudah setengah jam kami berdiri di pinggir jalan dan sudah empat kali kami mendengar suara klakson itu. Memang tidak semua bis mempunyai suara klakson seperti itu. Yang punya pun belum tentu sang sopir mau membunyikannya.

Ketika matahari semakin condong ke barat, aku mengajak Eko untuk pulang. Aku takut ketahuan ibu. Karena terus terang aku tidak pamit kepada Ibu. Aku cuma ingin membuat Diana senang saja. Aku takut Ibu marah, Ibu paling tidak suka aku bermain ke desa sebelah, kata Ibu berbahaya bermain di pinggir jalan raya. Banyak kendaraan besar yang lewat dengan kecepatan tinggi. Aku biasanya mematuhi perintah Ibu. Tetapi tidak untuk kali ini.  

“Aduh, Arif... Maghrib masih lama. Jangan buru-buru pulang. Lihat itu Diana masih ingin mendengarkan lagi” Tidak Cuma Eko, ternyata Roni juga menolak kuajak pulang.

“Trus sampai jam berapa?” Aku sedikit cemas, takut mereka benar-benar pulang menjelang maghrib.

“Ya paling nggak sampai kita mendapatkan dua klakson lagi deh” Eko tersenyum sambil mengangkat kertasnya.

“Baiklah”, jawabku dengan berat hati. Aku tidak jadi memisahkan diri.

“Bentar lagi Mas, ada yang lewat Bis Pandu Jaya,klaksonnya kenceeng banget, lebih seru deh!” seorang anak dari  desa sebelah mendekatiku sambil menepuk pundakku. Henry namanya.

“Koq kamu tahu?” Aku penasaran bertanya. Aku heran kenapa Henry bisa tahu lebih dulu.

“Yaaa aku tiap hari kan bermain disini, jadi aku hafal dong” Henry menjawab dengan bangga. Aku tersenyum, tak bisa kusembunyikan rasa penasaranku. Ingin rasanya segera melihat bus itu lewat.

“Yang seru lagi, tau nggak?” Tiba-tiba Henry bertanya padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun