Mohon tunggu...
T Cilik Pamungkas
T Cilik Pamungkas Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta budaya

Menyukai seni dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kopi Kintamani: Cita Rasa dan Tradisi Bali dalam Secangkir Kopi

1 Oktober 2024   15:48 Diperbarui: 1 Oktober 2024   16:15 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini, Bali dikenal dengan pesona alamnya yang menarik wisatawan dari seluruh dunia. Selain keindahan alamnya, Pulau Dewata juga diakui sebagai penghasil biji kopi arabika berkualitas tinggi.

Kopi Kintamani, yang terletak tidak jauh dari Pramana Zahill, berasal dari dataran tinggi Kintamani di Bali Utara. Kopi ini tumbuh subur di ketinggian 1.300 hingga 1.700 meter di sekitar Gunung Batur, menawarkan cita rasa unik berkat tanah vulkanik dan tumpang sari dengan pohon jeruk, yang memberikan aroma citrus yang khas.

Bagi petani kopi di Kintamani, budidaya kopi merupakan tradisi sakral yang berakar dalam warisan budaya mereka. Mengikuti sistem Subak Abian, para petani menekankan pentingnya keharmonisan antara manusia, alam, dan Sang Hyang Widhi. Selain menanam kopi berdampingan dengan tanaman jeruk, mereka juga menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, menggunakan pupuk organik tanpa pestisida atau bahan kimia. Rasa hormat mereka terhadap alam juga diwujudkan dalam ritual Wali Desa Adat, yang menghormati siklus hidup tanaman kopi.

Ritual ini terdiri dari enam upacara, dimulai dari persiapan tanam hingga panen, yang merayakan siklus hidup tanaman kopi dan mengekspresikan rasa syukur atas berkat yang diberikan.

Koleksi Pribadi. T. Cilik Pamungkas
Koleksi Pribadi. T. Cilik Pamungkas

"Ada enam upacara di sini. Yang pertama adalah Wali Ngaturin, untuk menentukan jumlah masyarakat yang akan menanam kopi. Kemudian Ngepitu, di mana kopi baru saja tumbuh pada bulan sasih pitu. Wali Neduh, adalah saat kopi mulai berbuah. Wali Ngebekin, ketika kopi sudah penuh. Nglamping, saat kopi siap panen. Terakhir, Nyumun Sari, di mana kami berterima kasih kepada Tuhan atas semua panen yang diberikan. Setiap ritual memiliki upakara dan penjornya masing-masing," ungkap Wayan Dharma, salah satu petani kopi di Desa Catur Kintamani.

Nikmati Kopi Kintamani dan rasakan cita rasa tradisi serta keahlian khas Bali. Menyruput Kopi Kintamani kemudian bukan sekadar ritual di pagi hari, tetapi juga merupakan penemuan cita rasa otentik Bali yang disertai rasa hormat kepada alam, dan syukur kepada Sang Pencipta.

 ###

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun