Mohon tunggu...
Tommy Hendharto Oetomo
Tommy Hendharto Oetomo Mohon Tunggu... Managing Partner @ TBrights -

Hendharto is the Founder and Managing Partner of TBright (www.tbrights.com) He has worked for the Directorate General of Taxes (Indonesian Tax Authority) for more than 18 years. With studies starting from STAN and continuing to become as a Master of Economics in Economics of Antitrust – Business Competition Graduate of the University of Indonesia, his last position in the organization was Head of Supervision and Consultation division at Foreign Corporate and Individual 1 Tax Office, Jakarta. During his employment he held several strategic and key positions. He did taxation supervision and analysis for local and multinational companies; moreover, he did the same thing for legal entities and foreigners in the Regional Tax Office of Badora since 2009. He was awarded as the best employee from Director General of Taxes in the 2010 after successfully completing several international tax cases. In 2014, Hendharto resigned from the Directorate General of Taxes. Prior establishing TBrights, he served in PT Angkasa Pura Solusi as Deputy Director of Finance. He is also an active as a trainer in various organizations and universities.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tax Amnesty Suatu “Jebakan”? Bukan!

26 Agustus 2016   23:15 Diperbarui: 27 Agustus 2016   00:07 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan, TA bukan “Jebakan” dan Anda jangan ragu untuk mengikutinya.

Dalam artikel sebelumnya, “Tax Amnesty, Apakah Anda masih ragu? Yuk, cari untung (http://tbrights.com/tax-amnesty/), memaparkan apakah kita perlu ikut TA dan keuntungannya dari sisi tarif yang sangat luar biasa besar dan sangat rugi apabila kita tidak mengikutinya. Lalu kemudian, setelah mengikut TA, apakah yang harus dilakukan?

Beberapa klien, teman, dan kolega dalam beberapa diskusi sering menanyakan bahkan membuat pernyataan, “Hati-hati, itu “Jebakan” orang pajak, nanti setelah kita laporkan semua harta kita, ke depan, kita yang bakal “diudek-udek”, kalo diem-diem aja, ngga bakal ketahuan, mending ngga usah ikut.” Atas hal ini saya hanya menjawab, “apakah kita selalu mau diem-diem aja, bukannya lebih enak kalo kita manfaatkan dan ke depan lebih tenang?

Salah satu manfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari TA adalah perluasan basis data perpajakan, arti dari hal ini adalah, setelah kita mengikuti TA, DJP akan memiliki data harta yang kita laporkan, dan petugas pajak akan dapat melihat kewajaran dari penghasilan pemilik harta tersebut.

Sebagai contoh :

Sujoni, pedagang batik di Tanah Abang, yang berjualan sejak tahun 2005, selama ini melaporkan omset tokonya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2015, juga dalam SPT Tahunan sebelumnya sejak tahun 2005, sebesar Rp. 10juta sebulan atau Rp. 120juta setahun dan  melaporkan harta berupa toko di tanah abang senilai Rp. 200juta (PBB yang dibayar setahun 6juta), rumah di Bekasi (PBB yang dibayar setahun 3,6juta) senilai Rp. 300juta yang ditempati dan sebuah mobil Toyota Rush (PKB yang dibayar tiap tahun 2,4juta) senilai Rp. 200juta.

Selain harta tersebut, Sujoni sebenarnya memiliki rumah di Pondok Indah dan Bintaro (PBB yang dibayar tiap tahun sebesar Rp. 60juta) senilai Rp. 5milyar, mobil BMW dan Mercedes (PKB yang dibayar tiap tahun sebesar 24juta) senilai Rp. 1milyar serta deposito dan tabungan Rp. 4milyar (bunga deposito 3% setahun Rp. 120juta) dengan total senilai Rp. 10milyar. Biaya hidup Sujoni per bulan, untuk sekolah anak, kebutuhan hidup dan lainnya adalah sebesar Rp. 20juta, dan menurutnya, laba dari penjualan adalah 60% dari omset.

Wisnu Oho, sebagai Kepala Seksi Waskon pada kantor pajak dimana Sujoni terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP), menyarankan Sujoni untuk mengikuti TA, setelah sebelumnya berdiskusi mengenai manfaat TA. Sesuai dengan saran Wisnu Oho, Sujoni mengikuti TA dan membayar uang tebusan sebesar Rp. 50juta (0,5%  x Rp. 10milyar), sesuai ketentuan pada UU TA, untuk yang selama ini melaporkan sebagai UMKM, dengan omset dibawah 4,8milyar, atas deklarasi harta tambahan bersih yang diungkapkan sampai dengan 10milyar, tarif uang tebusan adalah 0,5% dari harta besih yang diungkapkan.

Lalu kemudian, apakah Sujoni dapat melaporkan penghasilan 120juta setahun pada SPT tahun 2016 dan setelahnya? Mungkinkan Sujoni hanya mendapatkan penghasilan sebesar jumlah tersebut ?

Untuk menjawab pertanyaan di atas memang tidak dapat dipastikan, karena harus melalui pembuktian terlebih dahulu, tetapi apabila dilihat dari kewajaran harta yang dimiliki Sujoni, apakah Sujoni dapat membiayai pengeluaran per bulan, per tahunnya?

Biaya Hidup Sujoni :

  • Kebutuhan hidup bulanan per bulan Rp. 20jt                                                  : Rp. 240.000.000
  • PBB toko tanah abang setahun                                                                          : Rp.     6.000.000
  • PBB rumah di bekasi setahun                                                                             : Rp.      3.600.000
  • PKB Mobil Toyota Rush setahun                                                                         : Rp.      2.400.000
  • PBB rumah di Pondok Indah dan Bintaro,                                                        : Rp.    60.000.000
  • PKB mobil BMW dan Mercedes                                                                           : Rp.    24.000.000
  • Total pengeluaran per tahun                                                                               : Rp.  336.000.000

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun