Mohon tunggu...
T bio 1 Sinta Khoiriyah
T bio 1 Sinta Khoiriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa tadris biologi 1

Artikel hadis dhaif dan MACAM-MACAMNYA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Simbolik Dalam Tradisi Sandingan Masyarakat Jawa Kabupaten Lumajang

9 April 2024   22:38 Diperbarui: 9 April 2024   22:41 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Jurnalkurayui.com

Setiap masyarakat mempunyai budaya dan gayanya masing-masing. Misalnya di Indonesia ini memiliki beragam budaya yang membentuk kehidupan masyarakat. Salah satu kebudayaan yang banyak dipelajari dan dikenal yaitu di suku Jawa. Suku Jawa mempunyai ciri khas yang jarang ditemui pada suku lainnya. Keunikan tersebut disebabkan oleh ciri khas budayanya yang karakteristiknya datang dari luar, tetapi kebudayaan di Jawa masih bisa mempertahankan keasliannya.

Sebagian besar masyarakat Jawa, sejak lahir berada di lingkungan yang berbau mistis mulai dari lingkungan keagamaan hingga pada sosial masyarakatnya memiliki kepercayaan pada hal-hal gaib dan tidak terlepas dari ritual yang biasanya disebut dengan sajen (sesaji). Proses ritualnya memerlukan banyak interaksi dengan berbagai objek dan juga kata-kata yang sifatnya filosofis.

Selain itu masyarakat Jawa mempercayai akan adanya roh/ arwah leluhur dan makhluk halus yang menghuni alam semesta di sekitar tempat tinggalnya. Roh tersebut dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan, kebahagiaan, keselamatan bahkan kemalangan bagi manusia. Adat istiadat masyarakat yang sudah menjadi tradisi internal dan mengakar, melahirkan ritual yang diyakini dan diikuti. 

Salah satu ritual yang masih dijalankan oleh masyarakat Lumajang yaitu Ritual Sandingan yang biasanya dilakukan pada malam Jumat Legi. Ritual tersebut dipersembahkan untuk arwah leluhur diyakini memiliki pesan tersendiri bagi yang melaksanakan.

Sandingan biasanya dilakukan di rumah masing-masing. Sajian yang dihidangkan memiliki makna yang simbolis dan bertujuan untuk menghormati arwah serta menjamin keselamatan umat yang beriman. Mulai dari menyiapkan makanan, membacakan doa, hingga membagikan sesajen tersebut pada tetangga terdekat. 

Sandingan ini memadukan ajaran budaya dan agama sehingga memungkinkan terciptanya tradisi yang tetap melekat dan juga diamalkan masyarakat Lumajang hingga saat ini. Kegiatan ini dianggap sebagai media komunikasi antara manusia dengan roh nenek moyang. Ritual ini menimbulkan banyak penafsiran yang berbeda-beda di berbagai kalangan masyarakat.

Dan biasanya penyajian Sandingan tersebut sebelum Sholat Magrib, karena menurut kepercayaan setempat, arwah orang mati akan kembali setelah jam 6 sore. Oleh karena itu, pelaksanaan Sandingan dilakukan sebelum jam 6 sore. Selepas sesaji disiapkan, lalu dupa (kemenyan) dibakar dan dibacakan surah pendek disertai doa khusus.

Tradisi Sandingan sudah ada sejak lama dan diwariskan turun-temurun. Kalaupun dahulu tradisi ini bercampur dengan Hindu-Budha yang masih menganut paham dinamisme dan juga animisme, kini Sandingan telah menjelma menjadi tradisi yang berasaskan Islami. Dan makanan yang disajikan sebagai bentuk sedekah / dimakan sendiri oleh orang yang membuatnya setelah pembacaan doa pada arwah yang dituju.

Tentu saja ini tidak melanggar hukum syariah yang telah ditetapkan. Sebab kenyataannya sesajen dihidangkan hanya untuk mengiri doa pada leluhur. Oleh karena itu, hakikat Sandingan sendiri adalah doa dan permohonan yang dipanjatkan demi ketenteraman orang yang dikuburkan. Menurut beberapa pendapat, diperbolehkan selama tidak melanggar hukum syariah Islam.

Sedangkan penerapan nilai-nilai dalam Tradisi Sandingan yaitu pertama, nilai kepedulian, dalam tradisi Sandingan terlihat pada prosesi berlangsung, perasaan menghargai masing-masing keluarga ataupun leluhur yang telah meninggal. Kedua, yaitu nilai kontrol sosial, dalam tradisi Sandingan masyarakat mengungkapkan rasa syukurnya kepada sang pencipta, dan Sandingan ini memperbolehkan masyarakat menjaga tradisi nenek moyang.

Bagaimana kita bisa mengadopsi pengetahuan masyarakat adat dalam kehidupan yang modern ini? Perkembangan zaman dan masuknya modernisasi menuntut masyarakat mempunyai pola hidup yang berbeda-beda yang serba modern dan telah mengubah baik struktur sosial maupun adat-istiadat masyarakat, baik berupa budaya maupun perekonomian masyarakat. 

Kehidupan masyarakat mengalami perubahan yang diawali dengan diperkenalkannya suatu teknologi baru yang masuk ke dalam kehidupan masyarakat, yang disusul dengan perilaku masyarakat yang sudah dimulai namun akan membawa perubahan. Oleh karena itu, modernitas diukur berdasarkan sejauh mana individu, komunitas, secara bertanggung jawab menerapkan pengetahuan dan teknologi.

 Akibat pengaruh modernisasi berupa teknologi dan gaya hidup, kita harus sudah bersiap mempertahankan budaya tradisional. Karena kehidupan tidak selalu statis melainkan selalu ada kemajuan, dan jika tidak mau beradaptasi dengan perubahan, maka akan tertelan dengan zaman. Dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi antara lain memudahkan kita dalam mencari berbagai macam informasi dan mengubah kesadaran kita.

Dari pembahasan di atas bisa diambil kesimpulan bahwa Sandingan merupakan suatu Tradisi mengirimkan doa kepada arwah leluhur dengan cara menyajikan makanan seadanya / makanan seperti nasi, telur, air minum dan biasanya ada tambahan rokok atau kopi jika arwahnya laki-laki. 

Di dalam Islam, tradisi ini diperbolehkan asal tidak melanggar hukum syariat dan memiliki makna yang sangat mendalam. Meskipun hanya berupa makanan yang sangat sederhana namun itu suatu bentuk penghormatan, kepedulian orang yang masih hidup terhadap arwah yang sudah meninggal. Meskipun kita tidak bisa melihat roh yang datang kepada kita, namun kita tahu bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain.

 sumber gambar: Malangtimes.com
 sumber gambar: Malangtimes.com

Dalam artian Simbolik, makna yang lebih dalam yaitu keseimbangan mikromos dan makromos antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan sang pencipta. Oleh sebab itu, ini dialami karena perpaduan yang terjadi pada malam yang dianggap suci bersifat vertikal dan horizontal melalui media simbolik berupa makanan dan minuman serta segala macam hal yang bisa menyenangkan para leluhur kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun