Setiap masyarakat mempunyai budaya dan gayanya masing-masing. Misalnya di Indonesia ini memiliki beragam budaya yang membentuk kehidupan masyarakat. Salah satu kebudayaan yang banyak dipelajari dan dikenal yaitu di suku Jawa. Suku Jawa mempunyai ciri khas yang jarang ditemui pada suku lainnya. Keunikan tersebut disebabkan oleh ciri khas budayanya yang karakteristiknya datang dari luar, tetapi kebudayaan di Jawa masih bisa mempertahankan keasliannya.
Sebagian besar masyarakat Jawa, sejak lahir berada di lingkungan yang berbau mistis mulai dari lingkungan keagamaan hingga pada sosial masyarakatnya memiliki kepercayaan pada hal-hal gaib dan tidak terlepas dari ritual yang biasanya disebut dengan sajen (sesaji). Proses ritualnya memerlukan banyak interaksi dengan berbagai objek dan juga kata-kata yang sifatnya filosofis.
Selain itu masyarakat Jawa mempercayai akan adanya roh/ arwah leluhur dan makhluk halus yang menghuni alam semesta di sekitar tempat tinggalnya. Roh tersebut dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan, kebahagiaan, keselamatan bahkan kemalangan bagi manusia. Adat istiadat masyarakat yang sudah menjadi tradisi internal dan mengakar, melahirkan ritual yang diyakini dan diikuti.Â
Salah satu ritual yang masih dijalankan oleh masyarakat Lumajang yaitu Ritual Sandingan yang biasanya dilakukan pada malam Jumat Legi. Ritual tersebut dipersembahkan untuk arwah leluhur diyakini memiliki pesan tersendiri bagi yang melaksanakan.
Sandingan biasanya dilakukan di rumah masing-masing. Sajian yang dihidangkan memiliki makna yang simbolis dan bertujuan untuk menghormati arwah serta menjamin keselamatan umat yang beriman. Mulai dari menyiapkan makanan, membacakan doa, hingga membagikan sesajen tersebut pada tetangga terdekat.Â
Sandingan ini memadukan ajaran budaya dan agama sehingga memungkinkan terciptanya tradisi yang tetap melekat dan juga diamalkan masyarakat Lumajang hingga saat ini. Kegiatan ini dianggap sebagai media komunikasi antara manusia dengan roh nenek moyang. Ritual ini menimbulkan banyak penafsiran yang berbeda-beda di berbagai kalangan masyarakat.
Dan biasanya penyajian Sandingan tersebut sebelum Sholat Magrib, karena menurut kepercayaan setempat, arwah orang mati akan kembali setelah jam 6 sore. Oleh karena itu, pelaksanaan Sandingan dilakukan sebelum jam 6 sore. Selepas sesaji disiapkan, lalu dupa (kemenyan) dibakar dan dibacakan surah pendek disertai doa khusus.
Tradisi Sandingan sudah ada sejak lama dan diwariskan turun-temurun. Kalaupun dahulu tradisi ini bercampur dengan Hindu-Budha yang masih menganut paham dinamisme dan juga animisme, kini Sandingan telah menjelma menjadi tradisi yang berasaskan Islami. Dan makanan yang disajikan sebagai bentuk sedekah / dimakan sendiri oleh orang yang membuatnya setelah pembacaan doa pada arwah yang dituju.
Tentu saja ini tidak melanggar hukum syariah yang telah ditetapkan. Sebab kenyataannya sesajen dihidangkan hanya untuk mengiri doa pada leluhur. Oleh karena itu, hakikat Sandingan sendiri adalah doa dan permohonan yang dipanjatkan demi ketenteraman orang yang dikuburkan. Menurut beberapa pendapat, diperbolehkan selama tidak melanggar hukum syariah Islam.
Sedangkan penerapan nilai-nilai dalam Tradisi Sandingan yaitu pertama, nilai kepedulian, dalam tradisi Sandingan terlihat pada prosesi berlangsung, perasaan menghargai masing-masing keluarga ataupun leluhur yang telah meninggal. Kedua, yaitu nilai kontrol sosial, dalam tradisi Sandingan masyarakat mengungkapkan rasa syukurnya kepada sang pencipta, dan Sandingan ini memperbolehkan masyarakat menjaga tradisi nenek moyang.