A. Â Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas Perawinya
Pengklasifikasian atau pembagian Hadits sendiri bisa dilihat dari berbagai segi, contoh pembagian Hadits dilihat dari jumlah para perawi, pembagian hadits dilihat dari kualitas sanad serta matannya, pembagian hadits dilihat dari kedudukannya di dalam hujjah, pembagian hadits dilihat dari urutan sanad juga pihak yang disandari di akhir sanadnya, dan pembagian hadits dilihat dari sandaran beritanya adalah kepada Allah SWT dan juga kepada Nabi Muhammad SAW.
Para Ulama masing-masing memiliki perbedaan dalam berpendapat mengenai pembagian atau pengklafikasian hadits dilihat dari segi kuantitasnya. Yang dimaksud kuantitas ini yaitu dengan menelaah jumlah sedikit-banyaknya para perawi yang menjadi sumber dari munculnya hadits tersebut.Â
Diantara beliau-beliau ada yang membentuk tiga bagian, diantara mutawatir, masyhur, dan Ahad. Lalu ada ulama yang mengelompokkannya menjadi dua bagian saja, diantaranya adalah mutawatir dan ahad.
Ulama dari golongan pertama, berpendapat bahwa hadits masyhur itu berdiri sendiri, yakni tidak masuk kedalam golongan hadits ahad, dan diyakini oleh sebagian dari Ulama ushul, yakni salah satunya Abu Bakar Al-Jasashah (305-370 H). Sedangkan Ulama golongan kedua, yang banyak di ikuti oleh ulama ushul serta ulama kalam, yang berpendapat bahwa hadits masyhur tidak termasuk kedalam hadits yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi masuk kedalam bagian hadits ahad.
Oleh sebab itu beliau-beliau membaginya menjadi dua bagian saja, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. 1 Masing-masing hadits tersebut baik hadits mutawatir ataupun hadits ahad ada pembagian serta rincian sendiri. Maka dari itu disini akan di paparkan lebih rinci lagi tentang hadits mutawatir juga hadits ahad tersebut.
B. Â Hadits Mutawatir
Mutawattir secara bahasa berasal dari kata yang "artinya yang datang beriringan antara satu dengan yang lainnya dengan tidak ada perselangannya". 2 Atau yang datang berurutan dengan cara bergilir tanpa ada yang mencelanya. Maksudnya hadits mutawatir memiliki pengertian yang sifatnya berturut-turut dan terus-menerus tanpa ada yang mencela atau menghalanginya.
- Syarat-Syarat Dari Hadits Mutawatir
Dari semua penjelasan diatas sangat dipahami bahwasannya hadits mutawatir tidak bisa memenuhi standarisasi kecuali telah terpenuhinya empat syarat berikut :
- Terjadi perbedaan pendapat tentang berapa minimal jumlahnya perawi. Dari pendapat yang telah dipilih, paling sedikit perawi yakni sepuluh orang.Â
- Tetapi, ada juga yang berpendapat minimalnya ada empat orang di setiap tabaqat, seperti yang dijelaskan oleh Abu At-
- Thayyib, karena di samakan dari jumlah para nabi yang mendapat gelar ulul azmi; ada juga yang mengharuskannya dua puluh orang yang disamakan dari AlQur'an surat 8 Al-Anfal ayat ke 65; dan bahkan ada juga yang mengharuskannya minimal ada empat puluh orang, yang disamakan dari Al-Qur'an surat 8 Al-Anfal ayat 64.
- Semua ketentuan jumlah perawi tersebut pada hakikatnya adalah relatif, karena yang menjadi tujuan utamanya adalah tidak adanya kesepakatan untuk melakukan kebohongan dari hadits yang telah perawi itu riwayatkan.
- Jumlah bilangan rawi hadits ada pada semua tingkatan sanad. Maksudnya di awal, tengah ataupun di akhir. Hadits mutawatir tersebut kadang bisa secara lafadz atau secara makna. Kedua macam hadits tersebut (lafdz dan maknanya) dapat diterima dengan aman tentang kebenaran hadits serta keshahihannya. Maka dalam hal ini para ulama tidak berbeda pendapat.
- Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta. Tidak dibatasi jumlah tertentu menurut pendapat yang shahih. Tapi bergantung kepada berapa banyak kuatnya hafalan juga ketelitian dari perawinya.
- Khabar mereka disandarkan kepada pancaindera. Contoh perkataan mereka yaitu sami'na "kami mendengar", atau lamasna "kami telah merasakan", raaina "kami telah melihat", juga lain sebagainnya. Tetapi khabar(berita) tersebut dirujuk kepada akal, contoh (huduts) jagat raya ini baru, maka dari itu khabar semacam itu tidak dinamakan mutawatir.
    2. Pembagian Hadits Mutawatir
- Mutawatir Lafdzi
Hadits yang lafadz-lafadznya sama, atau mendekati persamaan. Maksudnya, hadits yang diriwayatkan melalui lafadznya dari beberapa rawi oleh beberapa rawi lain yang tidak diragukan sampai-sampai mereka hendak berkompromi akan berbohong dari awalan sanad hingga sanad akhir.
- Mutawatir ma'nawi
Hadits yang riwayat-riwayatnya berbeda tetapi pada hakikatnya mengandung tujuan yang sama. Contoh haditsnya adalah mengenai Nabi SAW yang mengangkat dua tangan beliau saat berdoa, hadits yang memeberi tahu tentang apa yang sudah dilakukan Nabi SAW ini kurang lebihnya ada seratus hadits. Dari setiap hadits tersebut semuanya mengatakan Nabi SAW yang diangkat tangan beliau saat berdoa, walaupun setiap dari hadits itu juga berhubungan dengan beragam kasus atau masalah yang bermacam-macam. Setiap dari kasus atau masalah itu tidak berkedudukan mutawatir. Lalu kenapa dua tangan diangkat saat berdoa itu disebut mutawatir, itu dikarenakan peninjauan dari gabungan beragam jalur datangnya hadits tersebut.
C. Â Hadits Ahad
hadits ahad pada umumnya diketahui merupakan khabar yang seluruh para perawinya tidak mencapai pada batas dari seluruh para rawi hadits mutawatir, dari satu perawi, dua perawi, tiga perawi, sampai berikutnya yakni di bawah dari jumlah perawi mutawatir. Maka dari itu ulama menyimpulkan bahwa hadits ahad bisa atau bahkan wajib untuk diamalkan apabila ditemukan dalil yang menunjukkan kesahihan dari hadits tersebut.