Kata Habiburokhman, sebagai politisi, kita jangan bodohi rakyat. Ia sama sekali tidak yakin jika sekarang ini ada pihak yang bisa larang orang lain bicara. Manalah mungkin! Menurut Habiburokhman, saat ini zaman keterbukaan. Semua orang bisa berbicara dan berpendapat.
Ini zaman keterbukaan, dan zaman medsos, bos. Mau bicara kepada publik tinggal kirim rilis ke media, atau tinggal unggah di medsos. Nggak logis kalau ada yang dilarang bicara, kata Habiburokman berapi-api. Publik sudah pintar menilai politikus. Jadi, sebaiknya politikus berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk rakyat.
Rakyat sudah cerdas, politik yang baik itu berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan untuk rakyat. Bukan politik fitnah pihak lain untuk dapatkan dukungan rakyat, tegas Habiburokhman lagi.
Elit PKB, Jazilul Fawaid, ragu ada partai yang melarang Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sekarang menjabat Ketua Majelis Tinggi PD, dan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menggantikan posisinya sebagai ketum PD, dilarang banyak bicara. PKB meminta elit PD menyebut langsung nama partai yang dimaksud. Jangan suka mengarang-ngarang, kata wakil ketua umum PKB itu, seperti dikutip media.
PKB meminta PD untuk tidak takut berpendapat. Menyampaikan pendapat dan kritik dilindungi oleh konstitusi. Sekarang bukan zamannya untuk takut berbicara, sekarang zaman terbuka dan demokratis, di mana konstitusi menjamin setiap orang untuk menyatakan pendapatnya. Partai yang melarang orang berbicara pasti akan mendapat perlawanan, bukan cuma dari elit parpol lain, namun juga dari masyarakat. Indonesia menganut sistem demokrasi.
PD tampaknya sedang menuntut kembali perhatian rakyat. Sebelum cuitan Syahrial Nasution di akun twitternya, AHY pada Rapimnas PD yang digelar 15 dan 16 September di JCC, Senayan, mengklain bahwa masyarakat Indonesia merindukan kepemimpinan ayahnya, SBY, dan PD. AHY mengklaim bahwa selama 10 tahun pemerintahan ayahnya masyarakat lebih senang, dengan berbagai pembangunan yang juga lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan setelahnya.
Namun, klaim AHY ini lantas banyak mendapat tanggapan dari elit parpol lain, tak terkecuali klaim dia terkait lebih baik dan banyaknya pembangunan infrastruktur di era SBY. Demikian juga dengan pernyataan SBY terkait indikasi kecurangan yang akan terjadi di Pilpres 2024. SBY menyebut bahwa dia mendengar dan membaca tanda-tanda Pemilu 2024 nanti tidak jujur dan adil. Bahwa di Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres dan cawapres yang ditentukan oleh pemerintah.
Klaim AHY dan tuduhan SBY dinilai kontraproduiktif dalam upaya-upaya menjaring kembali empati dan simpati rakyat. Apalagi kemudian ditambah dengan tudingan Syahrial Nasution tentang adanya larangan untuk AHY dan SBY berbicara. Â
PD, sebagaimana dikemukakan sejumlah pengamat di media dan pernyataan para elit partai lain, mestinya memang mawas diri dan tidak mengumbar kecengengan yang cenderung hanya akan menambah cibiran.Â
Apalagi, beberapa hari sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mentersangkakan Gubernur Papua Lukas Enembe yang kader PD sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi selama masa kepemimpinannya pada periode 2013-2017 dan 2018-2023. Lukas Enembe dinilai lebih banyak 'menilep' dana dari otonomi khusus (otsus) untuk Papua. Kasus ini masih bergulir panas.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H