Mohon tunggu...
Ahmad MurtazaMZ
Ahmad MurtazaMZ Mohon Tunggu... Freelancer - Santri PonPes Ar-Raudhatul Hasanah, UIN Walisongo Semarang, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

hanya pelajar yang tidak tau apa apa dan perlu dikasih tau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maaf Tuhan, Aku Hanya Gombal

16 September 2020   21:42 Diperbarui: 16 September 2020   21:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari Canva.com

Tapi ya Allah aku tak pula kuat di nerakamu

Ya allah engkau maha pemaaf segala dosa-dosa besar

Terimalah taubatku dan ampunilah dosaku

Dari pelbagai contoh diatas dapat kita melihat rayuan-rayuan tersebut merupakan sebuah pujian kepada seseorang, terlebih disini dua contoh terakhir ditujukan kepada tuhan pencipta yang welas asih kepada hambanya. Wujud seorang hamba yang ingin sekali melihat wujud dari tuhannya, dan seorang hamba yang memuji akan kebesaran dan keagungan tuhannya melalu sifat-sifatnya.

Namun terkadang pujian-pujian yang ingin disampaikan oleh seseorang hanyalah ucapan semata, tanpa ada pembuktian yang nyata, sehingga makna dari rayuan itu tidak sampai kepada yang ingin di rayu, tapi hanyalah berhenti hanya dicupakan saja, jikalau menggunakan bahasa yang popular saat ini seperti istilah "hanya manis di bibir saja".

Kata "hanya manis di bibir saja" mungkin kalimat yang tepat untuk menggambarkan bagaimana keadaan muslim saat ini. Gombalan yang  acap kali selalu di ucapkan ketika beribadah kepada tuhannya. Jika kalimat tersebut dipahami terjemahannya saja, sudah mengerti seberapa dalam makna dari kalimat tersebut. Apa bunyi kalimatnya? Yaitu kalimat yang ada di iftitah yang biasanya dibaca pada rakaat pertama sebelum Surat Al-Fatihah.

Artinya
Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk tuhan yang memiliki alam.

Kalimat rayuan yang sangat mendalam bukan? Yang memasrahkan dirinya hanyalah kepada tuhannya, tidak kepada yang lainnya. Kalimat yang begitu manis yang terucapkan oleh lisan seorang, yang begitu rela hidup dan matinya diberikan kepada yang menciptakannya.

Namun apakah hal tersebut sudah berhasil diterapkan didalam kehidupan sehari-hari seorang muslim? Atau kalimat tersebut masih jadi gombalan palsu yang akan terus diucapkan? Mari kita bertanya kepada diri masing-masing. Kalau juga tidak menemukannya jawabannya, bertanyalah kepada rumput yang bergoyang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun