Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan perdagangan aset kripto sebesar 0,1% dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK) dikenakan pada penjual perdagangan aset kripto.
Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan perdagangan aset kripto sebesar 0,2% dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK).
Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan penambangan aset kripto sebesar 0,1% dari penghasilan yang diterima penambang aset kripto (miner), tidak termasuk PPN.
Tarif kripto dengan besaran tertentu
Pada Pasal 16 ayat (1) PMK 68/2022, PPN atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool), PPN yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.
Besaran tertentu PPN adalah sebesar 10% dari tarif PPN dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang aset kripto, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto (block reward).
Penerapan pajak kripto di Indonesia meskipun berpotensi meningkatkan pendapatan negara, juga menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Salah satu tantangan utama adalah volatilitas harga kripto yang tinggi. Harga kripto dapat berfluktuasi secara drastis dalam waktu singkat, sehingga menyulitkan penentuan nilai pajak yang akurat dan adil. Selain itu, sifat anonimitas dan desentralisasi kripto juga menimbulkan kesulitan dalam pelacakan transaksi dan identifikasi wajib pajak.
Kripto perlu dikenakan pajak karena Pajak kripto dapat menjadi sumber pendapatan baru yang signifikan bagi negara. Dengan semakin populernya investasi kripto, potensi pendapatan pajak dari sektor ini juga meningkat. Pendapatan ini dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan layanan publik. Namun, tantangan lainnya adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai pajak kripto. Banyak investor kripto yang belum sepenuhnya memahami kewajiban perpajakan mereka, termasuk jenis pajak yang berlaku, tarif pajak, dan tata cara pelaporan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpatuhan pajak dan hilangnya potensi pendapatan negara.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil beberapa langkah konkret. Pertama, perlu adanya sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai pajak kripto. Pemerintah dapat bekerja sama dengan platform perdagangan kripto, asosiasi blockchain, dan media massa untuk menyebarkan informasi yang akurat dan mudah dipahami mengenai kewajiban perpajakan kripto.
Kedua, pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum terkait pajak kripto. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Bappebti, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melacak transaksi kripto dan mengidentifikasi wajib pajak yang tidak patuh.
Ketiga, pemerintah perlu terus mengembangkan regulasi perpajakan kripto yang lebih komprehensif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Regulasi ini harus mencakup aspek-aspek seperti definisi aset kripto, jenis pajak yang berlaku, tarif pajak, tata cara pelaporan, dan sanksi bagi wajib pajak yang tidak patuh.Â