Dalam pada itu di sebuah dataran yang agak tinggi, di sisi sungai Praga. Andaru Wijaya, Sadewa dan Ki Lurah Mandega sedang membicarakan langkah yang diambil dalam rangka penyergapan gerombolan perampok di bulak panjang esok malam. Tetapi sebelum itu mereka mendengarkan keterangan yang di dapat Wijaya atas pengamatannya di rumah saudagar kaya dari Bligo, yaitu Ki Suradilaga.
"Ki Lurah dan Sadewa!" katanya membuka pembicaraan. "Dari hasil penyelidikanku di Bligo. Gendis ternyata memang ditawan disana, dan Ki Suradilaga ternyata telah bersekongkol dengan Belanda dan para perampok itu. Bahwa sedianya harta tebusan itu akan diberikan kepada gerombolan perampok itu, sementara Gendis sebagai sandera tidak akan dibebaskan begitu saja. Melainkan akan dijual oleh Ki Suradilaga kepada perwira Belanda untuk dijadikan Nyai Belanda," tutur Wijaya.
"Licik sekali ternyata Suradilaga itu!" kata Sadewa dengan nada geram. "Rupanya ia telah memegang kendali atas para perampok dan orang-orang Belanda itu, Ki Lurah!" katanya lagi.
Ki Lurah terdiam beberapa saat, seperti sedang mencari jalan terbaik dalam menghadapi kemelut di Kembojan.
"Menurutku sebaiknya Gendis dibebaskan terlebih dulu, sebelum ia dihadirkan dibulak panjang esok malam. Karena seperti kau katakan , mereka amat licik, dan tentu lebih sulit membebaskannya jika dia mendapat pengawalan ketat."
"Dan karena Wijayalah yang telah mengetahui keadaan dimana Gendis ditawan, maka tugas ini kubebankan padamu Wijaya!" kata Ki Lurah Mandega.
"Berangkatlah ke Bligo saat langit mulai gelap. Aku harap sebelum tengah malam kau sudah bisa membebaskannya. Tujuannya agar kita bisa langsung bertindak tanpa perlu ada penebusan di bulak panjang."
"Tetapi waspadalah dalam bertindak Wijaya! Nanti ada orang yang akan mengikutimu dari belakang, ia bertugas sebagai penghubung. Tujuannya untuk memberitahukan kepada yang lain, apakah kau sudah berhasil membebaskan Gendis atau belum? Dan juga untuk memberitahukan keselamatanmu, jika kau dalam bahaya, maka Sadewa akan datang bersama beberapa orang yang lain," kata Ki Lurah Mandega.
"Baik Ki Lurah!" sahut Wijaya.