“Aku pikir kamu sedang kasmaran sama seseorang, aku baca saja, ternyata lirik lagu.” Ujar Boli.
“Itu puisi Bol.”
“Kok tidak seperti puisi, bahasamu tidak mempuni, tidak menggetarkan, kalau lirik lagu malah bisa ini. Lirik lagu gaya bahasanya tidak harus seperti puisi, paduan vokal penyanyi dan musiknya yang membantu menggetarkan.’
“Handphone yang vibratornya 6 skala Richter lebih menggetarkan Bol.”
“Mampus lah yang punya handphone itu. Bayangkan waktu di dalam kantong celanamu handphone itu bergetar. Blar !. Nyeri… paha di sini ‘burung’ melesat entah kemana. Ngawurmu, ini omongan seni antara puisi dan lirik lagu. Itu masih ‘masuk’ kalau jadi lirik lagu”
“Itu puisi bukan lirik lagu.”
Aku tetap menyangkal dan bersikukuh itu puisi dan Boli tetap menganggap itu lirik lagu. Aku mengalah. Malahan pada suatu waktu ketika aku menganggur aku termakan pendapat Boli kalau puisi yang aku tulis itu lebih pantas untuk lirik lagu. Aku sendiri akhirnya terinspirasi membuatnya menjadi lagu. Tanpa sepengetahuan Boli aku mewujudkannya menjadi lagu karanganku sendiri. Oleh karena aku tidak bisa bermusik, aku pun pergi ke studio musik yang mau membuatkan aransemen musik sekaligus merekamnya. Aku menemukan studio rekaman yang mau membuatkan aransemen musik dan merekam dengan komputer. Tentu saja tidak gratis.
Aku meminjam uang salah satu pamanku yang merantau ke kota lain. Alasanku waktu itu untuk membayar uang semester kuliah padahal waktu itu aku sudah murni putus kuliah karena tidak ada biaya. Aku membohongi pamanku. Setelah mengiba dan mengarang cerita bohong sedemikian rupa, pamanku akhirnya mau memberiku uang lumayan. Memberi bukan meminjami. Aku ke studio itu untuk merekam lagu bikinanku. Aku memaksakan diri sebagai penyanyinya. Waktu itu aku berfikir penyanyi buruk kalau nekat dan saking jeleknya mungkin bisa saja jadi terkenal di Youtube. Lagunya berjudul sama ‘Apa aku salah menonton sinetron?’. Aku ingin lagu itu jadi lagu balada, seperti lagu-lagu retro 70-an.
Musik yang dibuat orang studio itu lumayan bagus, bisa seperti lagu 70-an tapi rekaman suaraku benar-benar jelek meskipun sudah diefek di komputer tetap saja jelek. Suaraku seperti orang miskin tujuh turunan yang kurang makan, fals, serak, parau dan meratap. Apapun hasilnya aku senang-senang saja laguku jadi dan aku jadi penyanyi dadakan. Aku sengaja tidak meberitahu teman atau kenalanku sama sekali tentang lagu dari puisiku itu. Aku pikir,
‘Siapa tahu aku bisa terkenal dengan lagu itu di Youtube lalu diundang rekaman seorang produser.’
Aku mengunggahnya ke Youtube dengan nama samaran dan video klip asal-asalan yang juga samaran. Dan hasilnya…NOL besar. Tidak ada yang menonton video laguku sama sekali. Tidak ada keajaiban yang muncul seperti dalam sinetron. Tidak ada kebetulan yang mengasyikan. Lagu dari puisiku ‘Apa aku salah menonton sinetron ?’ itu masih bisa dicari di Youtube tapi aku sudah melupakannya.