Mohon tunggu...
Iqbal Tawakal
Iqbal Tawakal Mohon Tunggu... Konsultan - Rumah Perubahan

Siang Konsultan. Malam Kuli Tinta Jadi-Jadian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Tua

22 Januari 2016   10:52 Diperbarui: 22 Januari 2016   11:33 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luput nurani ini membawa saya pada fase di mana saya sama sekali tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan nasehat, menganggap remeh uluran tangan orang lain, hingga selalu mencari cara untuk menghindar dari mereka. Ini tentu tidak tampak dari luar bagaimana saya berlaku dan merespon situasi. Namun, mekanisme pertahanan diri dari dalam begitu kuat untuk sebisa mungkin menolak. Dari dalam, apa yang dilakukan, ditawarkan, dan dikatakan oleh orang lain, khususnya orang tua, adalah sedemikian payahnya bagi saya.

Saya masih ingat betul, beberapa tahun lalu, seorang teman baik pernah bercerita bagaimana hubungannya dengan orang tuanya, terutama ibunya. Bagaimana ibunya sering menanyakan kabar kepadanya dan memberi sinyal-sinyal yang seolah berkata “Pulang, nak.” Saat itu saya menarik kesimpulan, orang tua tidak membutuhkan apapun dari seorang anak. Bahwa sang anak sedemikian rupa melakukan ini itu, berusaha mendapatkan pencapaian materil dan non-materil, dengan alasan untuk membahagiakan kedua orang tuanya adalah nol besar. Orang tua tentu telah merasakan dan melewati semua itu. Dengan modal kepercayaan diri semu dan pengalaman yang pas-pasan, saya selalu melihat kebahagiaan orang tua dapat diukur dengan materi, apa yang bisa dilihat dan dirasakan langsung. Hingga saya melewatkan poin terpenting dari kebahagiaan tersebut. Saat itu pula saya menduga, kebahagiaan orang tua kepada anaknya adalah ketika mereka mengetahui anak-anaknya dalam kondisi baik, selamat, dan sesegera mungkin dapat kembali menemani mereka di rumah. 

Pada adegan berikutnya, sang tokoh utama bersama seorang temannya menghadiri jamuan tersebut. Di sana mereka mulai bercerita banyak hal, mulai dari perkembangan karier sang tokoh utama, hingga cerita-cerita dari masa lampau tentang perjuangan masa muda ayahnya yang sama sekali tidak mudah. Tidak mengherankan, cerita-cerita yang diperdengarkan merupakan cerita yang baru pertama kali didengar oleh mereka. Sang tokoh utama dan temannya pun berinisiatif untuk menjamu kedua orang tua mereka dalam suatu acara makan malam yang istimewa di akhir pekan.

Arogansi seorang anak memiliki pengaruh yang begitu kuat dalam mengaburkan kenyataan. Meski kenyataan tersebut selama ini tepat berada di depan mata. Melihat adegan tersebut, saya menyadari masih banyak hal yang belum saya mengerti dan ketahui dari kedua orang tua saya. Bagaimana orang tua, pada masanya, bekerja keras demi memberikan kehidupan yang baik untuk anak-anaknya. Bahwa orang tua pernah mengalami getirnya kehidupan agar anak-anak mereka tidak perlu mengalami hal yang serupa di kemudian hari. Bagaimana orang tua bisa sampai pada titik di mana mereka berada sekarang. Semua itu masih tersembunyi dan tak pernah diceritakan secara gamblang. Atau bahkan tidak akan pernah diungkap sampai kapanpun sehingga saya benar-benar tidak sempat untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka.

 

MOCHAMMAD IQBAL TAWAKAL
Twitter: @sitawakal
Email: miqbaltawakaal@gmail.com

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun