Percaya diri itu bagus, bahkan harus dimiliki setiap orang. Tapi, semua yang ditambahkan dengan "terlalu", selalu tidak pernah baik dan seringkali berakhir dengan hal yang tidak sesuai harapan.
Lihatlah bagaimana Timnas Prancis di Piala Eropa lalu. Sebagai tim unggulan, juara Piala Dunia, tapi harus tersingkir secara dramatis dari Swiss yang di atas kertas tidaklah diunggulkan bisa mengalahkan Prancis.Â
Lihatlah bagaimana terlalu percaya diri yang mereka tunjukkan ketika gol ketiga Paul Pogba yang seolah-olah sudah "membunuh laga". Padahal, waktu masih panjang dan singkatnya Swiss mampu bangkit dan mengejar defisit gol hingga akhirnya memenangkan pertandingan via adu penalti.
Terbaru, kita lihat bagaimana ganda putra kita yang sedang berlaga di Denmark juga "seperti" terkena sindrom terlalu percaya diri ini. Setelah memenangi Piala Thomas, seolah-olah ganda putra kita sedikit "terlena" dan menganggap Denmark Open "sama saja" dengan Piala Thomas.Â
Percaya diri berlebih ini yang pada akhirnya bisa kita saksikan langsung efeknya. Ganda nomor 1 dan 2 dunia kita gugur di babak-babak awal, dan ganda nomor 7 dunia (Fajar/Rian) yang diunggulkan di tempat keempat juga harus angkat kaki di perempatfinal dari ganda nonunggulan. Terlepas dari faktor lain yang mungkin terjadi, tapi tersirat rasa "terlalu" itu bisa kita saksikan di pertandingan yang mereka jalani.
5 Bahaya "Overconfidence"
Lalu pertanyaannya kemudian adalah, apakah bahayanya bagi kita yang selalu memiliki rasa "terlalu" percaya diri ini dalam kehidupan? Ingat, rasa "terlalu" ini bisa terjadi di semua tempat. Di kantor, di masyarakat, di pertandingan, di panggung atau di mana saja. Berikut coba kita lihat 5 bahayanya. Markililede (mari kita lihat lebih dekat).
1. Merasa Kompetisi Sudah Usai
Orang yang punya rasa terlalu percaya diri, cenderung menganggap "kompetisi" sudah usai. Dalam sebuah pitching bersama klien yang baru, saya dan tim pernah terlalu percaya diri ketika tampil di hadapan klien tersebut. Singkatnya, kami seperti sudah merasa memenangkan "kompetisi".Â
Ya, bagaimana tidak, semua persiapan kami matang, strategi kami sepertinya menjawab kebutuhan klien. Program yang kami tawarkan sangat menarik dan sesuai dengan zaman. Seolah-olah, dengan semua hal ini, kami merasa sudah unggul di banding yang lain. Kami seperti "lalai" dan merasa sudah "menang", padahal kompetisi baru saja dimulai. Ya, pada akhirnya sebuah email penolakan dari klien seperti kembali menyadarkan kami.
Lain waktu kami melakukan pitching lagi. Persiapan tetap baik dan maksimal plus doa. Tapi kami hanya meletakkan porsi percaya diri secukupnya saja. Ajaib, email yang kami terima selanjutnya membuat kami tersenyum bahagia.
2. Meremehkan Hal Lain
Meskipun tidak pernah atau jarang diucapkan, tapi orang yang terlalu percaya diri seringkali meremehkan pihak atau hal lain. Ya, umumnya karena sudah begitu yakin akan sukses dengan cara dan pembawaannya. Padahal, dengan punya sikap ini, justru akan membahayakan diri sendiri. Orang-orang yang terlalu ini akan menganggap pihak lain lebih kecil di banding dirinya. Padahal, di saat yang sama orang lain (pihak lain) juga akan menganggapnya seperti itu.