"Maaf Pak, sama seperti teman-teman lain, di daerah saya lebih parah Pak Hujannya..!" jawab mereka dengan suara yang tidak begitu jelas.
"Andi..?" (nama terakhir yang ditanya oleh Si Bos pimpinan rapat itu)
"Maaf Pak, ini semua salah saya. Saya yang telat berangkat kekantor dan tidak memprediksi akan hujan lebat seperti ini, jadi semua memang salah saya Pak. Saya minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi.." Jawab Andi sambil menunduk.
Si Bos kemudian memberikan nasihat kepada anggota meeting itu untuk tidak melakukan kesalahan seperti ini lagi apalagi kita kedatangan tamu di meeting kali ini. Saya tidak berkomentar apapun hingga tiba-tiba si Bos meminta saya untuk sedikit memberikan "sharing" tentang situasi yang terjadi pagi ini.
Karena sudah diminta, saya maju kedepan dan mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah berjuang tiba pada meeting hari ini dengan situasi cuaca yang memang tidak bisa diprediksi.
Saya lalu menggambar di White Board bahwa orang pada umumnya bisa dibagi dalam 2 kelompok dalam hal tanggung jawab pribadi yang ujungnya bisa menentukan kesuksesannya sendiri.
1. Pribadi Victim (korban)
Pribadi ini melihat kalau dia adalah korban dari situasi yang ada. Apapun yang terjadi dalam hidupnya, dia selalu menganggap itu karena orang lain, karena lingkungan, karena cuaca dan lain sebagainya.
Ketika tugas kantor tidak selesai pada waktunya, dia tidak segan menyalahkan rekan yang lain. Ketika ujian gagal, dia lagi-lagi menyalahkan listrik yang mati sehingga tidak bisa belajar optimal, bahkan ketika terlambat datang ke kantor, dia masih menyalahkan "pihak lain"yang membuatnya terlambat, apakah ban mobil yang bocor, macet di jalan, atau bahkan hujan lebat yang turun.
Semua alasan-alasan ini menunjukkan kalau "pribadi victim" adalah pribadi yang tidak berani bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Dia selalu melihat pasti ada andil orang lain dalam ketidakberhasilannya, dan pribadi ini tentu saja harus kita hilangkan dari pribadi kita.
2. Pribadi Player (Pemain)
Yang namanya pemain bola (misalnya), maka dia akan selalu berusaha untuk ada dalam permainan, dalam hal ini adalah permainan kehidupan. Pribadi ini selalu mengambil tanggung jawab pribadinya terhadap apapun yang mungkin menimpanya.
Ketika dia gagal, maka dia meyakini (selain ketentuan Allah), pasti ada upaya yang belum optimal dilakukannya. Ketika ujiannya gagal, maka dia meyakini bahwa bukan listrik mati yang membuatnya gagal, tetapi memang usahanya kurang keras untuk mencari solusi bagaimana bisa tetap belajar meskipun listrik mati.
Ketika dia terlambat datang ke kantor, maka diapun berani mengakui kalau memang itu adalah kesalahannya dan bukan kesalahan alam apalagi cuaca. Pribadi ini mengambil tanggung jawabnya sendiri terhadap situasi yang terjadi pada kehidupannya.