Mohon tunggu...
deddy Febrianto Holo
deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Relawan - Semangat baru

Rasa memiliki adalah perlindungan alam yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoroti Kebijakan Pembangunan dan Keadilan Iklim di Indonesia

27 Februari 2023   09:29 Diperbarui: 27 Februari 2023   11:21 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Instrumen kebijakan perubahan iklim yang  tertuang dalam UU No. 16 Tahun 2016, Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional dan beberapa aturan KLHK perlu dijaalankan dengan baik dan terukur. Sejauh ini implementasinya masih belum berdampak dimana pemerintah Indonesia masih saja melanggengkan koorporasi yang merusak lingkungan hidup.


Pemanasan global yang dirasakan hari ini di berbagai belahan dunia merupakan akumulasi pembangunan yang mengabaikan daya dukung dan tampung lingkungan hidup. Industriliasasi yang digaungkan negara-negara maju memicu terjadi pemanasan global dimana naiknya permukaan air laut serta mencairnya es di kutup hal ini berdampak pada ekosistem darat, pantai dan pesisir. Pemanasan global akan mengacaukan iklim dunia, dimana dengan perubahan iklim memberikan dampak yang luas terhadap semua kehidupan, baik flora dan fauna serta manusia itu sendiri.


Para pemimpin dunia telah melakukan upaya untuk mencegah pemanasan global dengan mengadakan konfrensi atau pertemuan antara lain seperti:


Konfrensi di Stockholm tahun 1972, telah sepakat membentuk UNEP (United Nations Enviromental Program) dan menetapakan agar semua negara melaksanakan pembangunan berkelanjutan
1. Montreal Protocol tahun 1987, menyepakati penggunaan atau menganti zat/bahan yang merusak lapisan ozon
2. Earth summit di Rio de Janeiro tahun 1992, menganjurkan negara-negara secara suka rela mengurangi emisi gas rumah kaca sehinga emisi pada tahun 2000 lebih rendah dari pada emisi pada tahun 1990
3. Kyoto protocol tahun 1997, menyepakati bahwa negara-negara maju akan mengurangi emisi GRK sehingga emisi pada tahun 2012 berkurang 5% dibandingkan dengan emisi pada tahun 1990
4. World Summit di Johannesburg tahun 2002 menyepakati bahwa pembangunan di abad 21 lebih berfokus pada upaya pengurangan permasalahan lingkungan hidup


Pada 30 November – 12 Desember 2015, diadakan pertemuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Paris. Kemudian, akhirnya sebanyak 196 negara yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut bernegosiasi dan melahirkan Paris Agreement atau Perjanjian Paris. Perjanjian ini pun bersifat mengikat bagi seluruh negara anggota PBB untuk secara bersama-sama melakukan upaya maksimal dalam mencegah perubahan iklim.


Salah satu poin utama dari isi perjanjian ini adalah untuk memperlambat laju pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, atau paling ideal 1,5 derajat Celcius. Hal ini karena pada saat ini suhu bumi terus memanas. Banyak orang mengira bahwa angka kenaikannya terlihat sangat kecil, seperti hanya 1 derajat celcius dan menjadi berpikir bahwa tidak akan ada efek yang terjadi.


Tapi, para ilmuwan terus menegaskan bahwa kenaikan sekitar 1 derajat saja dapat membawa dampak serius. Misalnya adalah dapat menyebabkan mencairnya es di Kutub, naiknya permukaan laut yang dapat menyebabkan bencana banjir di pesisir, munculnya gelombang panas, hingga hilangnya berbagai spesies tumbuhan dan hewan. Semua masalah ini tidak lagi bersifat futuristik, tapi sudah benar-benar terjadi saat ini. Oeh karena itu, para pemimpin dunia menyepakati beberapa hal :  


1.Berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri.
2.Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih.
3.Seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya. Target ini akan ditinjau tiap lima tahun sekali, agar meningkatkan ambisi pengentasan perubahan iklim.
4.Negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta beradaptasi dengan perubahan iklim.


Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020. Perjanjian Paris didukung 195 negara, berbeda dengan periode pra-2015, yang ditandai absennya negara-negara kunci seperti AS dan Australia.

Perjanjian Paris akan berlaku apabila diratifikasi oleh setidaknya 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55% emisi gas rumah kaca. Diharapkan batas tersebut dapat terpenuhi dalam waktu tidak terlalu lama, melihat tingginya tingkat partisipasi dalam Upacara Penandatanganan Perjanjian, yaitu 171 negara menandatangani dan 13 negara (terutama small island developing countries) langsung mendepositkan instrumen ratifikasi. Negara-negara dengan tingkat emisi tinggi seperti AS, Cina, UE, Rusia, Jepang, dan India juga menandatangani Perjanjian Paris.

Dalam pidato tersebut ditegaskan bahwa Indonesia dapat bergabung menjadi salah satu dari 55 negara pertama yang melakukan ratifikasi. Hal ini atas pertimbangan pentingnya subyek lingkungan sesuai UUD 1945 untuk perlunya menyediakan lingkungan yang baik bagi warga negara, serta pentingnya dukungan dari DPR RI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun