NTT memang terkenal sebagai penghasil cendana yang kemudian menjadi incaran bangsa Eropa menguasai Timor dan pulau-pulaunya sejak dikuasai Portugis pada 1515. Jauh sebelumnya, pedagang Cina di era Dinasti Fang (610-906) datang ke NTT (Pulau Timor) untuk membeli cendana.
Harumnya cendana di Bumi Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor) mulai hilang sejak tahun 1986, karena pemerintah daerah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16/1986 yang mengatur tata niaga cendana. Di mana, dalam perda itu disebutkan pohon cendana yang tumbuh di pekarangan warga adalah milik pemerintah sehingga masyarakat dilarang menebang dan menjual cendana. (Tempo)
Untuk mengembalikan NTT sebagai daerah Cendana, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT bersama Green Justice Indonesia dengan menggandeng komunitas, kelompok masyarakat mulai mencanangkan kembali penanaman Cendana dengan membangun pusat pembibitan di Kelurahan Prai Liu Desa Umalulu di kabupaten Sumba Timur. Upaya ini sebagai wujud nyata untuk menyelamatkan cendana dari kepunahan.
Upaya Penyelamatan
Pelestarian dan kampanye pelestarian cendana sudah seharusnya menjadi sebuah gerakan bersama seluruh elemen masyarakat dan pemerintah, di Sumba Timur yang di kenal sebagai penghasil cendana terbaik dan memiliki sejarah panjang kini perlahan-lahan redup akibat berbagai tindakan penebangan liar, pencurian kayu cendana, kebakaran hutan atau padang membuat tanaman bernilai ini tidak di rawat lagi.
Kini, harapan mengembalikan kejayaan pulau Sandalwood di mata dunia akan potensi sunber daya alamnya, maka dilakukan upaya pelestarian dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya menaman pohon cendana sebagai tabungan masa depan anak cucu berikutnya.Â
Edukasi dan pelatihan kepada masyarakat  dalam melestarikan cendana pun di lakukan kembali, mulai dari mengenalkan sejarah, potensi, dan pemahaman bagaimana pola menanam cendana di bumi Sandalwood.