Mohon tunggu...
Taufiqurrokhman
Taufiqurrokhman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kuliah

Hobi saya futsal

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Antara Harapan dan Realitas dalam Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

28 Oktober 2024   23:30 Diperbarui: 28 Oktober 2024   23:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan penyakit sosial yang sudah lama merajalela di bangsa dan negara Indonesia.Tulisan ini menyajikan teori gerakan sosial pada peran masyarakat madani yang berperan dalam upaya untuk mewujudkan pemerintahan bebas KKN.Teori gerakan sosial diulas dalam tulisan ini dengan fokus pada penguatan peran masyarakat madani dalam mencapai pemerintahan yang bebas dari KKN. Diagram Jenkins dan Klandermans adalah kunci untuk memahami kompleksitas hubungan antara gerakan sosial, representasi politik, dan negara. Itu menyoroti masalah hubungan tiga arah yang terjadi antara ketiganya. Diagram Jenkins dan Klandermans memperlihatkan interaksi antara gerakan sosial, sistem politik, dan negara. Mereka menyoroti hubungan yang rumit dan saling terkait di antara ketiganya. Persoalannya adalah sejauh mana peluang yang dihadirkan oleh perwakilan politik dalam gerakan sosial, dampak protes sosial terhadap partai politik dan proses politik resmi, serta implikasi hubungan tersebut di negara demokrasi modern.
Namun ternyata, penyakit KKN yang telah mengakar hingga menimbulkan korupsi yang sistemik (entry institusional) menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pemberantasannya.
Namun ternyata, penyakit KKN yang telah mengakar hingga menimbulkan korupsi yang sistemik (entry institusional) menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pemberantasannya.Oleh sebab itu, masyarakat sipil sebagai alternatif kekuatan sosial harus didorong untuk berperan dalam menyelesaikan kisruh reformasi birokrasi Indonesia. Peran masyarakat sipil melalui LSM, cendekiawan, mahasiswa, pekerja atau buruh, ormas, tokoh agama, media sosial, pers dan elemen masyarakat lainnya diharapkan dapat membuat pemerintah lebih tegas dalam menegakkan hukum dan menindak pelaku KKN. kepada MPR XI Tahun 1998, UU Pemberantasan Korupsi dan peraturan pendukung lainnya yang telah dibuat. Kemudian aparatur penegak hukum seperti POLRI, KPK, Kompolnas, dan Komisi Yudisial diharapkan bisa berperan. Hal ini tentunya dengan peran serta masyarakat sipil sebagai kekuatan kontrol yang mengimbangi kekuatan pemerintah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. 

HARAPAN DALAM PEMBERANTASAN KKN

*Kesadaran Masyarakat

Tujuan utama dari pemberantasan KKN adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat semakin aktif memprotes tindakan pemerintah. Berbagai gerakan sipil masyarakat, kampanye anti korupsi, dan inisiatif yang dilakukan masyarakat telah menciptakan suasana yang semakin kritis terhadap praktik KKN. Media sosial juga berperan penting dalam menyebarkan informasi dan menggerakkan masyarakat untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas pemerintah.

*Regulasi yang Kuat

Undang-undang antikorupsi yang lebih spesifik, seperti UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menguraikan komitmen pemerintah terhadap anggota KKN. Hal ini semakin dibarengi dengan beberapa inisiatif reformasi birokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi.

*Dukungan Internasional

Selain itu, dukungan dari komunitas internasional menghadirkan tantangan yang signifikan. Banyak organisasi internasional dan negara donor telah memberikan bantuan finansial dan teknis untuk memperkuat sistem hukum Indonesia. Program pendidikan, reformasi kelembagaan, dan kerja sama internasional diharapkan dapat membantu Indonesia menyelesaikan persoalan KKN yang sudah lama ada.

*Pendidikan Anti Korupsi

Salah satu perhatian utama anggota KKN adalah pendidikan. Diharapkan dengan meningkatnya pemahaman KKN oleh generasi muda, akan muncul generasi yang lebih dewasa dan tidak melakukan praktik korupsi. Banyak institusi pendidikan yang memasukkan praktik antikorupsi ke dalam kurikulum mereka, yang merupakan langkah positif dalam membawa perubahan dalam masyarakat.

REALITAS DALAM PEMBERANTASAN KKN

1. Keterbatasan Penegakan Hukum

Meski peraturannya sudah kuat, namun kenyataan di lapangan secara konsisten menunjukkan bahwa penerapan undang-undang tersebut masih sangat lemah. Banyak kasus korupsi yang terungkap tidak terkait dengan prosedur tegas hukum. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini, seperti kurangnya sumber daya manusia di lembaga penegak hukum dan ketidakmampuan sistem hukum dalam menangani aktor-aktor skala besar yang terlibat korupsi. Selain itu, terdapat kasus dimana intervensi politik melemahkan hasil proses hukum sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang wajib menegakkan hukum.

2. Budaya Korupsi yang Mendarah Daging

KKN bukan hanya persoalan sistemis, tapi juga persoalan budaya. Dalam banyak kasus, praktik nepotisme dan kolusi dianggap sebagai norma yang bisa dipatuhi oleh masyarakat luas. Sebagian anggota berpendapat bahwa KKN merupakan salah satu cara untuk memperoleh manfaat dalam suatu sistem yang dianggap tidak dapat diandalkan. Hal ini menciptakan situasi di mana korupsi menjadi hal biasa dan diperlukan perubahan yang lebih signifikan. Transformasi masyarakat merupakan tantangan besar yang harus diatasi dalam pemberantasan KKN.

3. Politik dan Konflik Kepentingan

Di Indonesia, politik juga memainkan peranan penting dalam realitas pemberantasan KKN. Banyaknya anggota masyarakat yang memiliki afiliasi politik yang kuat atau rasa privasi yang kuat seringkali menghambat proses pemberantasan korupsi. Dalam banyak kasus, undang-undang tidak didefinisikan secara jelas, sehingga kasus-kasus yang lebih kompleks masuk dalam sistem hukum, sementara kasus-kasus yang lebih kompleks dapat diambil dari sistem hukum. Dampaknya, masyarakat semakin skeptis terhadap anggota KKN pemerintah.

4. Ketidakpuasan Masyarakat

Meski ada sedikit isu, namun ketidaksetujuan masyarakat terhadap kerja pemerintah di anggota KKN cukup tinggi. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah seringkali diperburuk dengan banyaknya kasus korupsi yang diberitakan di media. Masyarakat menilai tindakan yang dilakukan kurang efektif dan pemerintah tidak serius dalam menjaga KKN. Kondisi ini menimbulkan rasa persatuan antara masyarakat dengan realitas yang ada dan dapat menimbulkan sikap apatis terhadap usaha terkait KKN.

UPAYA MENGATASI TANTANGAN

1. Reformasi Sistematik

Untuk menjawab tantangan pemberantasan KKN, diperlukan transformasi sistemik yang komprehensif. Hal ini menunjukkan perbaikan struktur dan operasional lembaga penegak hukum, independensi KPK, dan peningkatan transparansi dalam proses pengembangan sikap pemerintah. Reformasi ini harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk masyarakat Sipil, sektor swasta, dan organisasi internasional.

2.Pemberdayaan Masyarakat

Penting sekali bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam memantau tindakan pemerintah. Program yang mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran dan keputusan publik dapat membantu menciptakan akuntabilitas. Masyarakat umum harus diberikan kesempatan untuk bersikap tenang dan kooperatif dalam proses terkait kebijakan publik.

3. Pendidikan Berkelanjutan

Pendidikan antikorupsi harus menjadi komponen seluruh kurikulum pendidikan formal. Selain itu, program-program yang bermanfaat bagi masyarakat umum harus difokuskan pada pengembangan kesadaran dan pemahaman terhadap dampak negatif KKN. Hal ini diharapkan dapat membantu menciptakan generasi yang lebih tangguh dan tidak toleran terhadap korupsi.

4. Dukungan Teknologi

Pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pemerintahan dan hukum dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transparansi. Sistem yang lebih kuat dan terbuka diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mendeteksi dan melaporkan korupsi. Inovasi teknologi seperti aplikasi pelaporan korupsi dan sistem pengelolaan informasi publik dapat menjadi alat yang efektif.

KESIMPULAN

Permasalahan korupsi,kolusi,dan nepotisme di Indonesia sangatlah kompleks dan memerlukan pendekatan multifaset. Meskipun terdapat sentimen masyarakat yang kuat dan lingkungan peraturan yang semakin positif, kenyataan di lapangan sering kali mengungkapkan berbagai kendala. Untuk menjamin pemerintahan yang transparan dan kuat, diperlukan kerja sama semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat sipil. Melalui reformasi sistemis, pembangunan manusia, pendidikan, dan pemanfaatan teknologi, pemerintah diharapkan dapat mencapai tingkat yang hampir menjadi kenyataan. Perjalanan ini mungkin tidak terduga, namun setiap langkah kecil yang membawa perubahan sangatlah penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun