Sebuah Esaikrostik
Warta semua media mengangkat peristiwa hilangnya kapal selam KRI Nanggala 402. Kapal itu kini dinyatakan tenggelam. KSAL Laksamana TNI Yudo Margono memastikan KRI Nanggala 402 dalam kondisi subsunk alias tenggelam di kedalaman 850 meter.
Indonesia berduka atas musibah yang menimpa Korps Hiu Kencana itu. 53 awak kapal masih belum diketahui nasibnya.
Rasa duka menyelimuti warganet. Ribuan doa terpanjat dalam tagar Pray for KRI Nanggala. Bahkan semboyan Wira Ananta Rudira menjadi trending topik Twitter di Indonesia.
Apa Artinya Semboyan Satuan Kapal Selam itu?
Arti harfiahnya berasal dari bahasa Sansekerta, wira berarti pahlawan atau berani, ananta adalah tanpa batas, dan rudira adalah darah. Sedangkan menurut Komandan Sekolah Kapal Selam pertama tahun 1959, Laksma TNI (Purn) RP Poernomo, arti resmi Wira Ananta Rudira adalah Tabah Sampai Akhir.
Nama Nanggala yang disematkan pada kapal selam milik TNI Angkatan Laut (AL) tersebut pun rupanya memiliki makna yang dalam. Nanggala diambil dari nama senjata sakti Prabu Baladewa, seorang tokoh dari kisah pewayangan.
Adanya dua makna yang dalam dari semboyan resmi Satuan Kapal Selam Komando Armada II TNI AL, dan nama kapalnya sendiri yakni senjata pusaka Nanggala. Sungguh jika menghayati semangat yang terkandung dari istilah-istilah itu akan menjadi sebuah perenungan mendalam.
Namun, ironis memang, ketika mengetahui usia kapal itu sudah tua. KRI Nanggala diciptakan oleh Howaldtswerke di Jerman Barat pada 1978. Kemudian Menhankam/Pangab meresmikannya pada tahun 1981 .
Tidak heran jika setua itu sebuah mesin mengalami kerusakan. Bahkan, menurut catatan perbaikan terakhir adalah tahun 2012 di Korea Selatan. Setelah sebelumnya juga pada tahun 1989 mengalami perbaikan hanya berselang 7 tahun setelah pembuatannya. Maka jika dihitung dari perbaikan terakhir tahun 2012, berarti sudah lebih 7 tahun.
Alangkah wajar setelah mengetahui riwayat kapal itu, dan akhirnya kita harus legowo menerima kenyataan bahwa memang sudah saatnya Nanggala itu menuju keabadian.
Riak ombak menyaksi kepergiannya. Seperti desir lirih pada keheningan Nanggala menembus samudera. Hingga kedalamannya menyisakan misteri yang akan tetap abadi. Karena patroli tidak akan pernah selesai.
Untuk seluruh awak kapal yang meninggalkan kita semua, mari kita panjatkan doa terbaik. Melebihi semua semboyan yang digaungkan, karena hanya doa yang akan mengantarkan mereka menuju keabadian.
Dengarkanlah sejenak suara hati kita, untuk mengakui dengan kesadaran penuh bahwa tiada yang abadi di dunia fana ini. On eternal patrol adalah sebuah ziarah abadi menuju Sang Pencipta.
Indonesia harus tegar, meski tanpa tagar apa pun. Tiada artinya semboyan tanpa upaya mewujudkannya. Indonesia adalah negara maritim yang perlu memiliki lebih dari sebuah kekuatan Nanggala.
Romantisme pada sebuah slogan janganlah membuat cengeng. Karena Wira Ananta Rudira mengandung arti keberanian tanpa mengenal batas. Hingga titik darah penghabisan. Lautan nusantara harus tetap terjaga. Nusantara perlu terus dijaga.
Akhir kata, jika boleh mengatakan bahwa nasionalisme kita sekarang hanya muncul ketika musibah melanda, dan/atau ketika tim olah raga nasional sedang berlaga. Lebih dari itu, nasionalisme kita hanya tinggal dalam slogan.
Artikel pernah tayang di Kumparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H