Alangkah wajar setelah mengetahui riwayat kapal itu, dan akhirnya kita harus legowo menerima kenyataan bahwa memang sudah saatnya Nanggala itu menuju keabadian.
Riak ombak menyaksi kepergiannya. Seperti desir lirih pada keheningan Nanggala menembus samudera. Hingga kedalamannya menyisakan misteri yang akan tetap abadi. Karena patroli tidak akan pernah selesai.
Untuk seluruh awak kapal yang meninggalkan kita semua, mari kita panjatkan doa terbaik. Melebihi semua semboyan yang digaungkan, karena hanya doa yang akan mengantarkan mereka menuju keabadian.
Dengarkanlah sejenak suara hati kita, untuk mengakui dengan kesadaran penuh bahwa tiada yang abadi di dunia fana ini. On eternal patrol adalah sebuah ziarah abadi menuju Sang Pencipta.
Indonesia harus tegar, meski tanpa tagar apa pun. Tiada artinya semboyan tanpa upaya mewujudkannya. Indonesia adalah negara maritim yang perlu memiliki lebih dari sebuah kekuatan Nanggala.
Romantisme pada sebuah slogan janganlah membuat cengeng. Karena Wira Ananta Rudira mengandung arti keberanian tanpa mengenal batas. Hingga titik darah penghabisan. Lautan nusantara harus tetap terjaga. Nusantara perlu terus dijaga.
Akhir kata, jika boleh mengatakan bahwa nasionalisme kita sekarang hanya muncul ketika musibah melanda, dan/atau ketika tim olah raga nasional sedang berlaga. Lebih dari itu, nasionalisme kita hanya tinggal dalam slogan.
Artikel pernah tayang di Kumparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H