Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Konsep Free Writing dalam Mencipta Puisi

7 Agustus 2023   22:28 Diperbarui: 7 Agustus 2023   22:32 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa penyair hanya sempat membuat puluhan puisi dan kemudian menjadi rujukan. Sebagian lagi mungkin ratusan dengan waktu yang panjang. 

Konon, sang legenda chairil, hanya memiliki 90an puisi. Namun puisi puisinya begitu hidup dan ekspresif serta mewakili zamannya.

Saya berasumsi, bqnyak puisi puisi chaitil yang ditulis dengan lugas (dengan cepat namun dengan pendalaman yang terukur). Katakanlah, seperti puisi singkatnya, "Nisan" yang dia khususkan  atas wafatnya sang nenek tercinta. Begitupun "Senja di Pelabuhan Kecil" atau mungkin "krawang bekasi".

Emha atau Cak Nun, termasuk yang mengakui kemungkinan memulis puisi dengan konsep free writing, cepat dan spontan. Walaupun demikian tetap memberikan kesan dan makna.

Menurutnya, dalam free writing untuk menulis puisi, walau tampak spontan dan sembrono, tetap melewati tahap pengalaman yang mengendap, impresi dan pembangunan imaji, pemilihan diksi dst.

Tentu tidak semua puisi bisa ditulis dengan spontan. Sebagian butuh riset dan semacam pertimbangan. 

Selevel Jokpin, pernah mengendapkan puisinya hingga tiga tahun sampai menjadi buku. Selebihnya mungkin sebagian dia selesaikan sambil tidur dan sambil berada di kamar mandi.

Bila kita beralih ke Rendra atau Taufiq Islamail, mungkin tak banyak puisi mereka yang ditulis dengan spontan tanpa perenungan yang lama. Walaupun konsep lama dan tidak itu relatif juga.

Umumnya konsep free wriring dalam menukis puisi bisaberlangsung beberapa menit atau jam saja. Atau bisa juga sehari dan dua hari bila butuh pengayaan variasi.

Bagi saya, atau bila kita merujuk ke model puisi Malna, konsep free writing dalam puisi berupaya untuk membangun peristiwa dan ruang imaji yang hidup, aau absarak dan liar (boleh juga jenaka dan satire).

Hal itu dimnculkan dari pilihan diksi yang spontan dan berupaya menghindari klise dalam pemilihan diksi. Untuk itu, penyair terap bertugas menjadi pembangun idiom baru dan memperkaya khazanah istilah budaya bahasa.

Dalam kaitan ini, pengalaman bahasa dan pendalaman interaksi batin terhadal peristiwa sektar juga memengaruhi bagaimana puisi itu tercipta dan mwnjadi apa secara tematik. Misal, saya selalu berangkat dari peristiwa sehari hari dan menghubungkannya dengan rasa eksistensial/spiritual. 

Maka jadilah, puisi "hujan senja" " Kutitip Senja" dan Sore di Batas Rindu". Yang saya selesaikan akhir sore tadi.

Sejatinya ada beberapa langkah prakts dalam konsep free wrting untuk puisi, namun agaknya akan kita sambung di forum lain..Atau ada dalam ulasan saya ang lainnya. Kami kira uraian di atas cukup sebagai pembuka wacana.

Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun