Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pergi

20 Juni 2023   14:11 Diperbarui: 20 Juni 2023   14:14 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku meninggalkan kota ibu. Pagi baru selesai sepi. Serpihan kenangan memancar di bawah kaki bukit di antara pohonan kelapa, pisang dan cengkeh.

Sepertinya aku hendak ke laut. Berdiri di dermaga. Mengembangkan layar. Membaca arah angin. Menghitung gerak gelombang dan rembulan.

Aku pulang menjenguk ibu. Juga ayah. Di rumah yang sudah tua.  Adik adikku telah tumbuh di antara pecahan hujan dan kemarau. Semua berteduh di dalam doa dan harapan.

Aku telah melewati pasang-surut. Sebagian bunga layu di taman. Aku menyusun daun daun dan ranting ranting muda. Setiap kita akan membangun kisahnya. 

Mimpi hanyalah batas kesadaran. Lelaki memang mesti pergi, tapi juga mesti kembali.

Kalimat terakhir seperti sayatan waktu sebelum senja yang gigil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun