Ide ini bermula saat terlintas di pikiran, kenapa buku buku penulis kita tidak sekaliber buku buku di luar?Â
Kenapa tidak ada level buku penulis kita seperti 7 (8) Habits misalnya. Atau seperti buku  Kecerdasan Emosional Daniel.G. Atau buku Quantum Teaching  yang fenomenal di era 2000an. Atau bahkan des capital?
Tentu kita tidak menampik ada bebrapa buku nasional kia yang mencapai rekor" dunia. Tapi tidak banyak. Buku Marketing versi Hermawan K. Misalnya, masih terbaik di asia tenggara, walau kita tahu bahwa risetnya sangat kuat.
Begitupun dengan novel novel kita. Apalagi hasil penelitian profesor kita. Â Konfigurasi tradisi berfikir kita belum menjadi trend pengetahuan dan penelitian dunia. Mungkin ini asumsi dasar saja.
Sebab unumnya, setahu saya,  Buku buku dunia itu sebagiannya bersumber dari riset yang panjang. Seperti buku Sejarah Tuhan, misalnya..itu sangat  fenomenal.
 Atau Buku La Tahzan. Semua berbasis riset dan pengalaman yang panjang.
Jadi ini bukan hanya perkara budaya literasi dan sistem sosial saja. Banyak variabel yang mengikatnya. Termasuk variabel berfikir mendalam dan untuk tujuan apa buku itu dituliskan.
Berfikir mendalam  Itulah yang saya maksud berfikir atomik dalam forum.kecil ini.Â
Bukan sekadar berfikir radikal (setingkat akar) seperti di kampus kampus: suatu pengantar filsafat yang selesai begitu saja.
Berfikir atomik akan membangun koneksi pikiran orisinal dengan lintasan cahaya- kuantum, sehingga membetuk ikatan pengetahuan dan kaidah kaidah yang realtif baru dan  bisa diuji.
Kemampuan berfikir atomik bukan sekadar sesi kreativitas, ia mendekati inspirasi dan ilham dengan latar impresi pengalaman kehidupan masyarakatnya.