Katanya, ia banyak belajar dari Tempo. Dan tokoh sekaliber Pramoedya. Tulisannya khas dan punya warna sendiri.Â
Belakangan dia menggunakan kata ganti (nyi) untuk perempuan (bukan "nya" yang sering digunakan sama dengan sebutan laki laki.
Jujur, menurutnya ia tidak lagi mengambil poin ekonomi dari tulisannya. Katanya, dia punya bisnis sendiri. Agaknya bisnis cadangan energi atau seputar itu, terkait penghematan energi.
Dalam interaksi dengan ragam tulisannya, walau tidak semua tulisannya di Disway, saya melihat ada Tiga Kekuatan Warna dalam tulisannya.Â
Kekuatan itu saya rangkum dalam tiga  "P":
Pertama, Pengalaman. DI banyak menuls perihal cara pandang dan pengalamannya sehari hari dengan basic nilai kewartawan. Ini ia gunakan saat isu isu besar dunia lagi sepi.Â
Kedua, Pergaulan. Ini lebih teknis dari sekadar pengalaman. Interaksinya dengan sesiapa saja..serta tokoh tokoh besar atau kecil, jadi bahan tulisannya. Ini sekaligus mwnunjukkan sikapnya yang mungkin humanis (tanpa "me").
Ketiga, Penghayatan dan Peristiwa . Dengan pola ini tulisan DI jadi hidup. Karena memasukkan unsur penghayatan atau teknik emosi yang kental.
Adapun peristiwa adalah kejadian sekitar kita yang tidak mencolok lalu diangkat sebagai angle tulisan, misalnya..yang terpopuler dari tulisannya pekan ini adalah "peristiwa" Lion yang menikung tajam pasca Pandemi dengan layanan terbang travel umrah yang padat dan rutin. Lion telah melipatgandakan pemghasilan mereka.
Itulah beberapa poin menulis versi Bapak Dahlaniskan yang dapat penulis refleksikan kepada khalayak. Kiranya bermanfaat dan berkah.
Salam K.ners.