Banyak ketentuan di dalamnya yang berimbas pada implikasi kemasyakatan. Misal, Â yang menjadi perhatian adalah tidak boleh ada perseteruan, Â ucapan yang buruk dan perilaku menyimpang/fasiq. Perilaku ini juga mesti hilang saat berinteraksi di kampung halaman sepulang dari haji.
Karena luasnya dimensi haji, (dan ibadah formal lainnya) maka ibadah haji tidak hanya berisi makna zahir, Â namun juga mencakup makna simbolik dalam menapak tilas perjalanan Nabi ibrahim AS dan keluarganya.
Untuk itu pula, setiap tamu Allah SWT yang dapat berkunjung ke sana mesti menyadari bahwa hajinya bukan semata haji kultural, Â yang dipandang sebagai aspek kewajiban dan gengsi sosial.Â
Maka selalu kita doakan agar yang berhaji memperoleh haji yang mabrur (penuh kebajikan dan diterima oleh Allah SWT).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H