Mohon tunggu...
Taufiq Kurniawan
Taufiq Kurniawan Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa, hanya ingin belajar dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keutamaan Mawas Diri

23 Mei 2016   07:55 Diperbarui: 23 Mei 2016   08:01 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Maha suci Allah yang memiliki keagungan dan kesempurnaan. Maha Suci Dia untuk dipersamakan dengan makhluk-Nya. Dia telah menciptakan segalanya dengan hikmah-Nya dan melindunginya dengan kekuasaan-Nya. Seandaninya kitra bertanya kepada seluruh isi bumi dan langit, siapakah yang menciptakan semuanya, tentu mereka akan menjawab dengan serentak:”kami adalah makhluk Allah yang Maha Esa, yang Maha Kuasa, yang Maha Mengetahui apa yang lahir dan apa yang batin. Allah yang Maha Hidup dan yang Menghidupkan, yang mematikan siapa yang dikehendaki-Nya, dan yang tidak akan pernah mati, karena Dia memiliki sifat baka,hidup untuk selama-lamanya”.

Bagaimana mungkin kita mendurhgakai Tuhan yang Maha Esa,atau membangkang terhadap-Nya, padahal segalanya yang ada merupakan bukti keberadaan dan kekuasaannya? Dialah yang memegang monopoli kehidupan dan kematian. Semua wajah tertunduk pada kebesaran kekuasaan-Nya dan semua mulut terdiam pada kebesaran kerajaan-Nya. Maha suci Dia yang telah menghidupkan tulang belulang yang sudah menjadi abu. Hanya milik-Nya semua yang dilangit dan di b umi dan apa-apa yang ada diantara keduanya dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.

Kekuaasan-Nya meliputi seluruh alam raya ini. Dia Maha Kuasa atas semua makhluk-Nya yang lahir maupun batin. Semuanya berada didalam kekuasan-Nya dan pada hari kiamat semua langit akan dilipat dan akan berada di dalam genggaman-Nya.

Imam Syafi’i r.a pernah ditanya oleh seseorang, “Apakah bukti kekuasaan allah wahai iman?”

Beliau menjawab dengfan singkat,”Lihatlah daun pohon muris. Jika dimakan ulat sutra, ia keluar sutra; jika dimakan lebah ia keluar madu yang enak dan menguatkan; jika dimakan rusa ia keluar kotoran misik (minyak wangi); dan jika dimakan, ia akan menjadi pupuk kandang dan susu. Bahan bakunya satu macam, namun hasilnya bermacam-macam. Tidaklah beragamnya hasil itu menandakan kekuasaan Allah, yang memiliki kodrat dan iradat di balik semuanya?

Dialah yang pertama dan tidak ada yang mendahului-Nya, Dialah yang terakhir tidak ada yang mengakhiri-Nya, Dialah yang lahir dan tidak ada yang mengungguli-Nya, Dialah yang batin tidak ada yang mendalami-Nya. Dia maha tahu atas segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segala-galanya. Dia mendengar bunyi langkah kaki semut hitam yang berjalan diatas batu karang pada malam yang kelam.

Sesudah mengutarakan kebesaran dan hikmah-Nya serta menguraikan keabadian dan keluasan ilmu-Nya, Dia ber-firman tentang pengawasan-Nya yang ketat:

“dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui pa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-Hadid: 4)                                      

Alangkah besar dan indahnya keagungan ini. “...Dia bersemayam di atas ‘arsy”. Bersemayam sesuai dengan Zat-Nya. Tempat Dia bersemayam sudah diketahui, namun cara  Dia bersemayam tetap merupakan rahasia. Menanyakan hal ini adalah bi’dah dan mempercainya adalah wajib. Allah SWt berkenan mengirimkan risalah lewat para rasul-Nya yang wajib menyampaikan-Nya.                          

Allah ada dan tidak terikat dengan tempat. Dia ada sebelum tempat diciptakan.

Betapa pengawasan-Nya sangat ketat, sebgaimana dalam firman-Nya, “Dia bersama kamu dimana saja kamu berada.”

Di sini semakin terlihat keutamaan dan pentingnya mawas diri, palagi firman-Nya ini ditutup dengan kata”dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Setelah jelas bahwa kita terus-menerus diawasi oleh kamera rabbani, masihkah kita meragukan sifat Allah yang Maha Tahu dan maha Melihat.

Pada suatu hari Jibril a.s. bertanya kepada Rasulullah tentang ihsan, maka Rasulullah saw. menjawab ,”Sembahlah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Kalau kamu tidak melihat-Nya, maka sungguh Dia melihatmu.

Ibnul Mubarak berpesan kepada seseorang, katanya, “Waspadailah Allah”. Ketika ditanyakan maksudnya, ia menjawab, “ Bersikaplah seolah-olah anda melihat Allah!”

Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Apabila Tuhanku senantiasa mengawasiku, aku tidak peduli rehadap yang lain,”

Ibnul ‘atha berkata, “ Taat yang paling utama adalah selalu takut kepada Allah,”

Abu Utsma berkata, “ Abu Hashafi berpesan kepadaku, katanya,. ‘kalau kamu duduk bersama orang lain, jadilah dirimu sebagai penasihat diri pribadi dan kalbumu. Janganlah kamu tertipu sewaktu berkumpul dengan mereka. Sesungguhnya mereka mengawasim dari luar, sedangkan Allah mengawasimu dari batinmu,”

Dikisahkan, dalam suatu jamaah orang-orang tua, ada seorang murid yang selalu didahulukan dan diistimewqakan oleh gurunya. Salah seorang dari orang-orang tua tersebut bertanya kepada seorang guru, “Mengapa anda selalu mendahulukan anak muda itu daripada kami sedangkan kami lebih tua daripada dia?” Lalu guru jamaah itu memberikan seekor burung dan sebilah pisau kepada setiap anggota jamaahnya, termasuk anak muda itu, sambil berpesan, “ Sembelihlah burung irtu di tampat yang tersembunyi yang tidak terlihat oleh siapapun!”

Setelah beberapa saat berpencar, para anggota jamaah itu datang kembali, masing-masing membawa burung yang sudah disembelih. Namun, ternyata burung yang dipegang pemuda masih hidup. Sang guru bertanya kepada pemuda itu, “Mengapa kamu  tidak menyembelih burung itu seperti teman-temanmu?” Ia menjawab, “Saya tidak menemukan tempat tersembunyi karena Allah SWT selalu melihat dan mengamati saya!” Akhirnya, para anggota jamaah itu mengakui hak anak muda itu untuk dihargai.

Dalam kisah Zulaikha dan Yusuf diceritakan, ketika hendak menggoda Yusuf a.s yulaikha menutup muka arc yang terdapat di kamar itu dengan sehelai kain. Yusuf berkata kepadanya, “Mengapa nyony malu dilihat oleh arca yang terbuat dari batu tetapi tidak malu dilihat oleh Allah yang Maha Kuasa?”

Dikisahkan ada seorang pemuda membuntuti dan menggoda seorang wanita. Si wanita bertanya kepada pemuda itu, “Apakah kamu tidak malu?” Si pemuda menjawab, “ Malu terhadap siapa? Bukankah yang melihat kita hanya bintang di langit?” Si wanita bertanya lagi, “Lalu dimanakah yang menciptakan dan menggerakkan bintang-bintang itu?”

Abdullah bin Dinar berkisah, “Pada suatu hari ketika saya dan Umar bin Khattab sedang dalam perjalanan menuju pinggiran mekah, kami berjumpa dengan penggembala yang sedang menuruni bukit. Umar berkata kepada penggembala itu, “Hai gembala! Juallah seekor kambing milikmu kepadaku.” Gembala itu menjawab, “Saya hanya seorang budakUmar berkata lagi, “Katakan saja kepada majikanmu bahwa satu ekor kambingnya dimakan serigala.” Gembala itu menjawab, “Lalu dimanakah Allah?” mendengar jawban ituUmar bin Kattab r.a. menangis. Ia segera menemui majikan sang gembala untuk membeli gembala itu darinya. Setelah itu, Umar memerdekakannya sambil berkata, “Ucapanmu itu yang telah memerdekakanmu di dunia, mudah-mudahan ia juga akan memerdekakanmu di akhirat.”

Sesungguhnya kalbu seseorang itu bisa berkarat besi dan hanya bisa dihilangkan dengan banyak berzikir kepada Allah dan membaca Al- Qur’an.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun