Mohon tunggu...
Taufiq Arrahman
Taufiq Arrahman Mohon Tunggu... Jurnalis - web mahasiswa

katanya lemon segar yaitu lemon yang di iris tipis dan direndam air es

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Gender dan Bahasa dalam Ranah Sosiolinguistik

17 Januari 2021   17:26 Diperbarui: 17 Januari 2021   17:27 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ditulis oleh: Taufi Qurrahman, Mahasiswa IAIN Takengon, Program Studi Tadris Bahasa Inggris/dokpri

Sosiolinguistik menempatkan posisi bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat, sehingga melihat bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi. Penggunaan bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi pada situasi konkret. Dengan demikian bahasa tidak hanya sebagai gejala individu, tetapi juga sebagai gejala sosial.

Sebagai gejala sosial penggunaan bahasa dan bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan situasional. Faktor-faktor sosial, misalnya: status sosial, tingkat pendidikan, usia, tingkat ekonomi, gender, dll. Faktor situasional misalnya: yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan tentang masalah apa.

Dalam masyarakat, sering terjadi ketidakjelasan dan kesalahpahaman tentang persyaratan gender dan gender, kedua istilah tersebut sebenarnya memiliki perbedaan dalam makna. Gender adalah perbedaan peran perempuan dan laki-laki di mana pembentukan konstruksi sosial dan budaya, jadi itu bukan karena konstruksi yang telah dibawa sejak lahir. Jika "gender" adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, maka "gender" adalah sesuatu yang terbentuk karena pengertian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seseorang sebagai pria atau wanita. Salah satu aspek gender melahirkan peran gender (umum) yang merupakan harapan yang menetapkan bagaimana perempuan dan laki-laki harus berpikir, berperilaku, dan merasakan.

Bahasa adalah sistem tanda yang berisi syarat, konsep, dan label yang berbeda gender. Bahasa juga sangat berpengaruh pada persepsi dan perspektif kita tentang sesuatu. Bahasa yang kita gunakan setiap hari dipandang mungkin sebagai alat komunikasi, tetapi bahasa adalah sarana sosialisasi dan pelestarian sikap atau nilai. 

Bahkan bahasa memengaruhi gerakan fisik manusia yang menggunakannya, melalui saran yang diberikan oleh kata-kata tertentu akan memiliki kekuatan tersembunyi yang berguna untuk melaksanakan nilai dalam masyarakat dan mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan sosial berdasarkan keyakinan Bahasa.

Banyak hal mendasar adalah penampilan perbedaan bahasa. Dalam berbicara wanita memiliki kecenderungan untuk mengekspresikan makna dengan jujur melalui sinyal atau gaya berbicara (pesan meta), sementara pria cenderung tidak demikian, mereka menyampaikan niat mereka.

Hubungan antara bahasa dan gender dapat diwujudkan dalam tiga jenis hubungan menurut Graddol dan Joan's, yaitu:

1. Bahasa mencerminkan distribusi gender

Penggunaan bahasa sensitif terhadap pola hidup dan pola interaksi sehingga diindikasikan bahwa perbedaan pengalaman sosial antara pria dan wanita memiliki efek tertentu dalam perilaku bahasa. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai crazil komunitas.

 Perbedaan linguistik hanyalah cerminan perbedaan sosial, dan selama masyarakat terlihat pada pria dan wanita bervariasi, dan tidak setara, maka perbedaan dalam bahasa pria dan wanita akan terus terjadi.

2. Bahasa menciptakan distribusi gender

Pandangan ini menyiratkan bahwa bahasa memiliki peran penting dalam konstruksi dan pelestarian distribusi gender. Cara bahasa yang digunakan dalam berbagai konteks kehidupan Sosila dapat memproyeksikan bias tentang pria dan wanita yang implikasinya menentukan peran sosial yang diharapkan dari pria dan wanita. Ini membentuk pendapat bahwa bahasa dan wacana di mana manusia terlibat dapat membentuk kepribadian dan kehidupan sosial. Dengan demikian, pembicara dapat mempelajari diferensiasi atau kategorisasi yang dianggap penting dalam budaya tertentu jika mereka mempelajari perbedaan linguistik.

3. Bahasa dan struktur sosial saling mempengaruhi.

Gagasan ini menunjukkan bagaimana mekanisme non-linguistik didukung oleh fitur linguistik untuk menjaga distribusi gender. Misalnya, dapat dilihat bagaimana bahasa mereproduksi konsep tradisional tentang "feminitas" dan "maskulinitas". Namun, untuk melihat mengapa konsep tradisional ini menindas wanita, teori sosial yang ada hubungannya dengan bahasa tersebut.

Berikut ini ada juga perbedaan antara maskulin dan feminis dalam hal perbedaan emosional dan intelektual.

Perbedaan emosional dan intelektual antara hubungan pria dan wanita antara bahasa dan gender dapat diwujudkan dalam tiga jenis hubungan menurut Graddol dan Joan's View (2003: 13), yaitu:

1. Bahasa mencerminkan distribusi gender

Penggunaan bahasa sensitif terhadap pola hidup dan pola interaksi sehingga diindikasikan bahwa perbedaan pengalaman sosial antara pria dan wanita memiliki efek tertentu dalam perilaku bahasa. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai crazil komunitas.

Perbedaan linguistik hanyalah cerminan perbedaan sosial, dan selama masyarakat terlihat pada pria dan wanita bervariasi, dan tidak setara, maka perbedaan dalam bahasa pria dan wanita akan terus terjadi.

2. Bahasa menciptakan distribusi gender

Pandangan ini menyiratkan bahwa bahasa memiliki peran penting dalam konstruksi dan pelestarian distribusi gender. Cara bahasa yang digunakan dalam berbagai konteks kehidupan Sosila dapat memproyeksikan bias tentang pria dan wanita yang implikasinya menentukan peran sosial yang diharapkan dari pria dan wanita. Ini membentuk pendapat bahwa bahasa dan wacana di mana manusia terlibat dapat membentuk kepribadian dan kehidupan sosial. Dengan demikian, pembicara dapat mempelajari diferensiasi atau kategorisasi yang dianggap penting dalam budaya tertentu jika mereka mempelajari perbedaan linguistik.

3. Bahasa dan struktur sosial saling mempengaruhi.

Gagasan ini menunjukkan bagaimana mekanisme non-linguistik didukung oleh fitur linguistik untuk menjaga distribusi gender. Misalnya, dapat dilihat bagaimana bahasa mereproduksi konsep tradisional tentang "feminitas" dan "maskulinitas". Namun, untuk melihat mengapa konsep tradisional ini menindas wanita, sehingga dibutuhkan teori sosial yang ada kaitannya dengan Bahasa.

Perbedaan sifat emosi dan kecerdasan antara pria dan wanita masih relatif dan tidak permanen, sehingga ada sejumlah sifat yang bertukar atau terbalik. Ada sifat-sifat yang dapat menukar antara pria dan wanita, setelah menerapkannya dan menurut mereka dengan hasil representasi gender diperoleh sesuai dengan data cerita rakyat, menunjukkan bahwa sifat ini adalah hasil dari konstruksi budaya sosial yang menguntungkan pria. Pembangunan properti dan pelabelan di atas berkorelasi dengan peran dan hubungan gender yang terjadi.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gender bukanlah konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya, bukan bawaan sejak lahir, dan tidak dapat dikatakan sebagai sifat atau ketentuan Allah karena gender terkait dengan proses kepercayaan bagaimana pria dan wanita harus berperan dan bertindak Sesuai dengan tata kelola terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun