Mohon tunggu...
Taufiq A. Gani
Taufiq A. Gani Mohon Tunggu... Lainnya - PPRA 65-2023 Lemhannas RI, PKN 2 - 2022 LAN RI, Ph.D Computer Science USM, Penang, Kepala Pusdatin - Perpusnas,

Pembelajar dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pencegahan Korupsi dan e-Government

18 April 2023   09:52 Diperbarui: 18 April 2023   09:52 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Corruption by Nick Youngson CC BY-SA 3.0 Pix4free 

Belum habis masyarakat Indonesia dihebohkan dengan operasi tangkap tangan oleh KPK RI$  terhadap Bupati Kabupaten Meranti minggu lalu, terus berlanjut dengan operasi yang sama terhadap Walikota Bandung pada hari Jumat, tanggal 14 April 2023. Sudah sangat parahkah korupsi di Indonesia  dewasa ini? Beberapa statistik menjadi bukti bahwa tingkat korupsi di Indonesia sangat memprihatinkan. Transparency International pada 31 Januari 2023 mengumumkan Corruption Perception Index Indonesia untuk tahun 2022, yaitu bernilai 34, jatuh 4 angka dari tahun 2021 atau 6 angka dari tahun 2019. Nilai tersebut terlihat sejalan dengan laporan KPK RI yang menunjukkan bahwa total jumlah anggota DPR RI/DPRD, gubernur, bupati/walikota, dan pejabat bereselon yang terlibat tindak pidana korupsi dari tahun 2020 ke tahun 2021 naik sebesar 104,17 persen (lebih dari dua kali lipatnya), yaitu dari 48 orang di tahun 2020 menjadi 98 orang di tahun 2022. Dua statistik di atas menunjukkan adalah benar Indonesia saat ini sedang menghadapi ancaman korupsi yang sangat parah. Apakah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah atas ancaman tersebut ? Sesuai dengan arahan presiden,  Bapak Menteri PANRB, Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa kementeriannya saat ini sedang terus memacu penerapan e-Government (selanjutnya disingkat e-Gov) atau sesuai dengan  Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 disebut  Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Beliau menyatakan bahwa SPBE ini ditujukan untuk mempercepat pelayanan publik sekaligus pencegahan korupsi.

SPBE adalah upaya pemerintah untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai dengan peraturan presiden diatas . Dengan SPBE diharapkan instansi pemerintah pusat dan daerah dapat meninjau kembali semua proses bisnis, sumber daya dan tata kelola urusan pemerintahan di semua bidang,  termasuk layanan yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Dalam pembahasan selanjutnya penyebutan SPBE akan ditujukan pada program Pemerintah Indonesia, sedangkan e-Gov mengacu ke program di setiap negara.

Presiden Indonesia menginginkan implementasi SPBE ini dapat mengurangi korupsi di Indonesia. Dalam keterangan tertulisnya yang dimuat dalam web site KemenpanRB tanggal 3 Februari 2023, Bapak Abdullah Azwar Anas mengatakan, “Arahan Presiden sangat tegas dan jelas, digitalisasi birokrasi menjadi kewajiban. Dan bukan sekadar digitalisasi, tapi seluruh rangkaian digitalisasi itu harus terintegrasi. Sehingga semua berbasis digital, mengurangi berbagai celah dan potensi penyalahgunaan”. Selanjutnya beliau menjelaskan tentang hubungan antara penerapan e-Gov dengan indeks persepsi korupsi. Beliau memberikan contoh Denmark dan Finlandia sebagai dua negara tertinggi di peringkat indeks persepsi korupsi, dan juga ternyata keduanya menduduki peringkat tertinggi untuk  indeks penerapan e-Gov (EGDI).

Lebih jauh Menteri PanRB mengatakan, “Contoh sederhana, ketika semua pelayanan berbasis digital, tidak ada pengisian data berulang dan tidak ada orang ketemu orang, maka semua akan transparan dan akuntabel. Digitalisasi juga membuka ruang partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan secara langsung. Ini penting dan akan sangat berkontribusi terhadap pencegahan praktik korupsi karena semua kegiatan layanan pemerintah dapat dikontrol secara terbuka oleh masyarakat”.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran (i) bagaimana penerapan e-Gov dan teknologinya untuk mendukung pemberantasan korupsi, (ii) serta sejauh mana Pemerintah Indonesia melaksanakan SPBE.

Penerapan e-Gov dan Teknologinya

Carlos Santiso (Public Governance Directorate, OECD) berpendapat dalam kolomnya di Newsletter Apolitical bahwa penerapan e-Gov secara perlahan akan merubah perilaku korupsi di pemerintahan. Salah satu caranya  adalah menegakkan akuntabilitas dengan integritas dan transparansi data.

Pemerintahan di berbagai negara belahan dunia saat ini, banyak yang sedang melakukan transformasi digital. Hasilnya pemerintah tersebut telah mampu menghasilkan data  dalam hampir semua sektor pemerintahan. Yang menjadi tantangannya sekarang adalah data tidak dapat memberikan insight yang mendalam kalau hanya berdiri sendiri dalam satu sektor saja atau single database. Pemerintah akan mendapatkan insight baru tentang apa yang terjadi dalam pemerintahannya jika data-data tersebut disediakan dalam bentuk relasi, cross-tab, atau pivoting dengan data dari sektor lain. Insight atau pemahaman terhadap data akan menjadi lebih jelas lagi, kalau ada sistem yang akan mempelajari secara cerdas pola yang terkandung dalam sekumpulan data.  Sistem yang disebut kecerdasan buatan ini mampu mengenali anomali atau ketidaknormalan yang terjadi dan tidak sesuai dengan aturan yang ada (Fernanda Odilla, 2023).

Kecerdasan Buatan dan Pemberantasan Korupsi

Kecerdasan buatan memiliki beberapa keunggulan yang sudah diketahui oleh umum, yaitu: (i) kemampuan untuk mengenali pola-pola kompleks yang sulit terdeteksi oleh manusia, serta dapat beradaptasi dan belajar dari data baru, (ii) fleksibilitas dalam penggunaan kombinasi beberapa jenis algoritma yang berbeda untuk meningkatkan kinerja dalam menyelesaikan masalah. Dengan penggunaan kombinasi algoritma yang berbeda, kecerdasan buatan selalu mengikuti perkembangan inovasi terbaru dan memperoleh keunggulan dari setiap jenis algoritma, sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas yang lebih kompleks dan beragam dengan lebih efektif dan efisien.

Pemanfaatan kecerdasan buatan dalam pencegahan korupsi menunjukkan potensi yang baik. Dalam hal ini, kecerdasan buatan dapat membantu pemerintah secara efektif dalam mengatasi praktik korupsi melalui beberapa cara, yaitu: (i) mendeteksi kecurangan dalam pengadaan barang/jasa dengan lebih cepat dan akurat, (ii) mengidentifikasi anomali data perencanaan, penganggaran, perbendaharaan, pengadaan barang dan jasa yang mencurigakan, (iii) mengidentifikasi anomali data aset yang mencurigakan, (iv) mengidentifikasi SDM yang berpotensi rentan terhadap korupsi. Lebih dari itu, kecerdasan buatan dapat menganalisis perilaku seseorang, lewat aktivitasnya di media sosial dengan social network analysis. Dalam hal ini, kecerdasan buatan dapat berfungsi sebagai sistem pendukung yang dapat membantu manusia dalam mendeteksi indikasi tindakan korupsi.

Untuk menerapkan kecerdasan buatan dalam pencegahan korupsi, pemerintah setiap negara perlu melakukan beberapa hal, yaitu (i) memperbaiki tata kelola aplikasi data transaksi pada semua sektor yang rentan terhadap korupsi, seperti perencanaan, penganggaran, perbendaharaan, pengadaan barang/jasa, aset, pajak, dan lainnya, (ii) membangun interoperabilitas antar aplikasi, proses, dan database. Hal ini dapat membantu menghindari kebijakan yang subjektif dalam proses persetujuan, (iii) meningkatkan keamanan informasi terutama hak akses ke database dan sistem aplikasi, melakukan pengawasan dan regulasi yang ketat untuk mencegah pelanggaran privasi dan masalah lainnya. Dengan melakukan hal-hal tersebut, pemerintah dapat lebih mudah dan efektif dalam menerapkan kecerdasan buatan dalam pencegahan korupsi.

Blockchain Dan Pemberantasan Korupsi

Kecerdasan buatan yang telah disebutkan sebelumnya bertujuan untuk mendeteksi anomali yang dapat menjadi indikasi tindakan korupsi. Namun, upaya pencegahan korupsi juga membutuhkan cara untuk memastikan keaslian objek dan mencegah manipulasi data. Menurut sebuah penelitian oleh Suprateek dkk (2021), teknologi blockchain dapat menjadi solusi baru yang efektif dalam program pemberantasan korupsi. Blockchain memiliki kelebihan utama dalam menjaga integritas dan transparansi data, yang sangat diperlukan dalam upaya pencegahan korupsi. Dalam pengelolaan data dan transaksi, blockchain memberikan tingkat transparansi yang tinggi, keamanan yang kuat, akuntabilitas, dan integritas data yang tidak dapat diubah. Oleh karena itu, blockchain dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam pencegahan korupsi.

Contohnya, blockchain dapat diimplementasikan dalam program bantuan sosial untuk mencegah penyaluran dana kepada penerima yang tidak tepat sasaran atau tidak tepat jumlah. Teknologi blockchain dapat mengurangi risiko manipulasi atau kecurangan dalam data dan penyaluran dana bantuan. Keamanan dan integritas data bantuan dapat dijamin melalui penggunaan kriptografi yang kuat dalam sistem blockchain. Dengan demikian, risiko korupsi dapat diminimalisir. Transparansi dalam pengelolaan data dan transaksi juga menjadi faktor penting dalam mencegah korupsi. Dalam sistem blockchain, setiap transaksi dan riwayatnya tercatat dalam database terdistribusi yang dapat diakses oleh banyak pihak, sehingga proses transaksi menjadi terbuka dan transparan. Hal ini dapat mengurangi risiko korupsi karena semua pihak yang terlibat dalam transaksi dapat melihat setiap tahap dan detail transaksi tersebut.

SPBE dan Satu Data Indonesia

SPBE dan Satu Data Indonesia (SDI) adalah sebuah solusi atas arahan presiden untuk percepatan membentuk pemerintahan digital. Dasar utama SPBE adalah penyesuaian proses bisnis yang terintegrasi dan tidak tumpang tindih dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam enam domain arsitektur, yaitu proses bisnis, data, layanan, infrastruktur, aplikasi dan keamanan. SDI mendukung SPBE dengan pembenahan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dipakai bersama antara instansi pusat dan instansi daerah.

Sejauh yang penulis amati, semua instansi pemerintah pusat dan daerah saat ini sedang berfokus pada penyusunan arsitektur SPBE yang tersebut diatas dengan penekanan utama pada proses bisnis yang didukung oleh teknologi informasi. Secara bersamaan, dilakukan juga (i) koordinasi interoperabilitas layanan antar kementerian dan lembaga, (ii) pengembangan aplikasi layanan yang terintegrasi dalam SuperApp Layanan Pemerintah, (iii) pemanfaatan Pusat Data Nasional PDN, (iv) peningkatan kapasitas keamanan informasi dan siber, dan (v) penjaminan kualitas, audit, monitoring dan evaluasi SPBE.

SDI terlihat saat ini sedang berfokus pada penyusunan standar dan metadata data statistik sektoral yang di setiap instansi pemerintah baik pusat dan daerah, penentuan data prioritas dan interoperabilitas dan harvesting data ke Portal Satu Data Indonesia.

Penulis merasa yakin kesuksesan dua agenda nasional Indonesia di bidang e-Gov yaitu SPBE dan SDI akan tercapai, melihat begitu antusias dan semangatnya  instansi pusat dan daerah yang digelorakan oleh kementerian dan lembaga pembina, yaitu KemenpanRB, Kemenkominfo, Bappenas, BRIN, BPS, BSSN untuk. Harapan kita semua adalah tugas dasar dan fundamental diatas dapat segera diselesaikan, untuk selanjutnya melakukan pembenahan yang aplikatif sesuai harapan bapak presiden tersebut diatas, yaitu bagaimana SPBE dan SDI ini dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Insya Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun