Nopember 2019, di warung kopi murahan tak jauh dari kantor saya, saya bertemu El (sebut saja begitu). Malam sehabis hujan itu saya sempat-sempatkan menemuinya, karena sudah beberapa minggu, sebelum malam itu, saya menerima banyak pesan singkat yang dikirimkan El ke WhatsApp saya. "Maaf, ada waktu, pak? Boleh saya ketemu bapak?" tulis El.
Saya berteman dengan El (35) sudah sejak 2014. Ia adalah kurir dan karyawan dinas luar. Istrinya juga adalah seorang karyawan. Ia memiliki dua orang anak yang, barangkali karena El dan istrinya sibuk bekerja, ia menitipkan kedua anaknya kepada neneknya di kampung.
Malam sehabis hujan itu El banyak bercerita tentang keadaannya - lebih tepatnya: cerita tentang keuangan keluarganya yang (katanya) sudah tak mampu lagi menopang seluruh kebutuhan keluarganya. Ia memohon agar saya bisa membantunya. Agar ia bisa mendapatkan sedikit tambahan penghasilan.
Alhamdulillah. El malam itu sama sekali tidak mengatakan tentang "hutang". Ia hanya mengharapkan suatu saat saya bisa memberinya jalan keluar untuk mengatasi permasalahannya.
Jujur. Saya 'alergi' dengan kata-kata hutang. Hutang, bagi saya, memang bukanlah perkara sepele. Dulu saya memang kerap iba, tak tega, dan bahkan merasa bersalah jika teman-teman baik saya datang mengiba dan saya tak bisa memberi mereka hutang. Lalu saya memberi mereka hutang. Begitu seterusnya, dan seterusnya, sampai belasan kali. Sampai saya lupa sudah berapa persis uang saya yang saya pinjamkan kepada orang lain- dan tidak kembali. Â Â
Mendengar kisah dan cerita El malam itu, saya menjadi tidak tega. "Saya akan bantu. Tapi, tunggu dulu, ya mas," kata saya.
"Baik, pak. Terima kasih banyak." Â
Jam 20.00. Setelah mengucapkan terima kasih, El bergegas pulang.
---
Setelah beberapa minggu, berbelas-belas hari, solusi itu akhirnya ketemu. Kebetulan saya memiliki kendaraan minibus yang menganggur di Surabaya. Saya tidak memakainya, pun istri saya. Mobil itu sudah terparkir berbulan-bulan begitu saja - di depan rumah saya- setelah kontrak kerjasama sewa/penyediaan mobil operasional dengan salah satu perusahaan berakhir beberapa bulan sebelumnya.
Saya segera mengirimkan pesan singkat dan mengajak El bertemu kembali. Maka, pada suatu waktu, setelah saya bertemu dengan El kembali, kepadanya saya sampaikan tawaran kerja-sama. Saya memperbolehkan ia menggunakan mobil saya untuk usaha - sebut saja, misalnya, usaha antar jemput karyawan, ojek-online, berdagang, atau usaha-usaha lain yang semacam itu.