Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

15 Kali Pindah Kerja, Ini Pengalaman Saya Memiliki Bos dengan Tipe Berbeda-beda

21 September 2020   18:25 Diperbarui: 22 September 2020   04:48 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi via nginbound.com

Saya bukan generasi Z yang dikenal banyak orang sebagai generasi kutu loncat karena gemar berpindah-pindah tempat pekerjaan dengan cepat. Tapi, meski saya bukan generasi Z, tetapi saya ternyata juga pernah seperti mereka: suka berpindah-pindah bekerja.  

Ya, dulu, saya memang seperti generasi Z. Saya gemar berpindah-pindah tempat bekerja dan pindah perusahaan sampai 15 kali sampai setidaknya sebelum tahun 2013.

Saya pernah bekerja di perusahaan sangat kecil yang jumlah karyawannya hanya 4 orang sampai perusahaan global multinasional yang kantornya tersebar di lebih dari seratus negara (setidaknya, seperti itulah yang saya baca dari laman resminya).

Mengapa saya gemar berpindah tempat pekerjaan? Jawabannya adalah: karena gairah saya (dulu) memang sering meletup-letup melihat iklan lowongan yang dipasang perusahaan-perusahaan besar kelas multinasional. Saya menyukai bekerja di tempat yang baru untuk menemukan tantangan dan hal-hal baru dan tentu saja: gajinya.   

Berpindah-pindah tempat bekerja, menurut saya, sebenarnya bukanlah merupakan sesuatu yang aneh, ganjil, atau salah. Saya menganggapnya sebagai hal lumrah, meski saya mengakui bahwa memang ada beberapa orang dan/atau staf HR yang beranggapan bahwa karyawan yang suka berpindah-pindah bekerja adalah karyawan yang tidak loyal.

Benarkah demikian? Anggapan tersebut bisa jadi benar, tetapi bisa juga tidak. Pendapat dan anggapan bisa sangat beragam karena opini adalah milik pribadi.

Karena kerap berpindah-pindah perusahaan itu, saya berteman dan bersahabat dengan banyak ragam orang. Dari berbagai kalangan dan latar belakang, termasuk atasan-atasan saya (baca: direktur atau boss) yang mempunyai beragam cara memimpin perusahaan.

Dari mulai bos yang otoriter, yang delegatif memberikan wewenang dan keleluasaan anak buahnya untuk mengambil keputusan, yang bossy, yang penampilannya seperti (maaf) orang "miskin" meski bapaknya pernah menjadi salah satu dari 25 orang terkaya se-Indonesia. Pun pernah menjadi anak buah dari bos yang sangat menakutkan: bos monster!

Monster? Ya, benar sekali. Bos monster itu adalah bos yang galak, yang killer, dan (seperti) monster.

Seperti apa sih sebenarnya bos monster itu?

Bos monster adalah bos yang Anda sebaiknya tak perlu menjadi anak buahnya. Jika ia marah, bukan main marahnya. Suaranya menggelegar membuat semua anak buahnya ketakutan dan gelagapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun