Masalah dalam Menjalani Pernikahan Jarak Jauh
Setiap orang yang menjalani pernikahan jarak jauh pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri, tidak terkecuali saya. Masalah itu bisa sangat beragam. Pada bulan pertama dan kedua, saya kerap merasakan gelisah, was-was, deg-degan yang datang menyergap begitu saja tanpa ada alasan dan bukti jelas.
Hanya gara-gara telepon saya tidak diangkat istri saya, pikiran saya sudah ke mana-mana, mulai dari kekhawatiran apakah istri saya sedang lembur di kantor atau sedang pergi dengan seseorang, apakah ia sudah pulang kerja dengan selamat, kepada siapa ia berbagi cerita dan kesah seperti yang ia lakukan sepulang bekerja, dan lain-lain. Tapi saya pikir: saya harus tak peduli! Saya tidak boleh dikalahkan perasaan negatif saya. Saya harus bisa!
Jika saya terus menerus khawatir dan kalah oleh perasaan saya, saya mungkin tidak akan bisa bekerja dengan baik atau barangkali saya akan dipulangkan jauh hari sebelum kontrak saya selesai. Harapan saya dalam sebuah cita-cita hanya sekedar harapan. Tidak lebih! Â
Saya harus kuat. Itulah yang membuat saya kemudian berkomitmen dalam larik-larik kalimat yang lantang saya suarakan: Saya tidak boleh cemburu, tidak boleh kuatir, saya harus percaya dia, dia akan baik-baik saja, dan saya tidak boleh lemah.
Ini Tips-tips Saya Menjaga Pernikahan Jarak Jauh
Apakah komitmen saya tersebut cukup? Tidak. Inilah tips-tips sederhana yang ingin saya bagikan kepada Anda bagaimana saya menjaga hubungan jarak jauh saya.
Pertama; menjaga rahasia rumah tangga. Sedikitpun saya tak pernah berfikir atau berkeinginan untuk curhat, memintai teman atau kerabat dekat saran ketika hubungan saya mengalami masalah atau sedikit pertengkaran. Pun dengan orang tua saya sendiri.Â
Curhat atau meminta saran, bagi saya, mungkin hanya akan memperburuk keadaan. Jika kami sedang marahan, kami biasa tidak melakukan komunikasi hingga satu atau dua minggu.
Satu hal yang kupelajari dan kubuktikan dari waktu. Ia bukan hanya mampu mengubah keadaan, tapi ia juga sanggup mengubah perasaan seseorang.
Kedua; untuk membunuh sepi, saya membiasakan diri mencari kesibukan atau aktivitas positif lainnya selain bekerja, seperti; aktif dalam organisasi profesi, belajar menulis, atau aktif di kegiatan-kegiatan tertentu atau keagamaan.Â
Sibuk membuat saya lelah dan lantas tidur. Dan, esok saya harus kembali bekerja. Saya harus membuat saya tak memiliki waktu untuk untuk memikirkan hal-hal lain selain hanya bekerja.
Ketiga; saya tidak boleh egois. Saya tidak boleh menuntut istri saya mengikuti pendapat saya. Ketika pembicaraan sudah mulai menemukan jalan buntu, atau ketika tiba-tiba saya berdebar-debar, saya biasa merespons dengan cara menyudahi pembicaraan dengan mengatakan (berpura-pura) pulsa saya mulai menipis.Â