Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

"Kaukira Kamu Istimewa?"

8 Agustus 2020   19:21 Diperbarui: 8 Agustus 2020   19:52 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"With great follower count comes great responsibility."

Beberapa waktu lalu, kutipan inspirasional itu mampir ke gawaiku. Aku membacanya. Tetapi, kemudian kuputuskan mendiamkan saja kutipan tersimpan di sudut gawai dan ditumpuki pesan dan kabar yang entah sudah berapa ribu jumlahnya.

Tetapi, pada satu malam, usai aku menerima pesan dan membaca kutipan dari George R.R. Martin yang mengatakan "A reader lives a thousand lives before he dies", aku mendadak teringat kembali kutipan di atas itu. Aku baca kembali pesan-pesannya. Lalu jari jemari segera kualihkan ke layar gawai. Aku membalas pesan itu.

"Setahuku, kadang-kadang, orang-orang dengan follower banyak tak seistimewa yang kukira."

Setelah klik 'send', aku sejenak diam dan lalu membatin "Emangnya aku peduli?"

--

Aku sebenarnya bukan benar-benar seorang penulis. Tetapi, aku memang mengakui, bahwa kegiatan menulis itu memang sangat menyenangkan. Dengan menulis aku bisa mengabadikan beragam pikiran dan uneg-unegku. Meskipun aku mengangkat hal-hal sederhana, tetapi aku menyukainya. Selain menulis, aku juga menyukai presentasi. Menulis dan presentasi, bagiku, adalah kebutuhan.

Aku mempunyai akun-akun sosmed seperti; facebook, twitter, line, dan lain-lain. Tetapi, sayangnya, karena aku jarang aktif, aku tak memiliki banyak follower. Yang paling banyak mungkin hanya seratus lebih sekian (follower). 

Memiliki follower sedikit itu, menurutku, hanya membuatku 'cemburu' dan 'ciut'. Betapa tidak? Aku kerap mendapati statusku yang sudah susah payah kubuat, yang menurutku sangat bagus dan menginspirasi, tetapi (kadang-kadang) hanya dilihat beberapa gelintir orang saja. Kadang-kadang statusku itu hanya dikomentari satu orang saja. Atau, yang kerap terjadi, malah tidak ada satu orang pun yang me-like.

Yang kualami itu, atau Anda juga mengalami hal yang sama, jelas berbeda dengan yang dialami oleh selebgram atau orang-orang yang followernya bejibun. Mereka kadang-kadang hanya menuliskan sepotong kata 'Hemm' lalu diikuti emotikon sedih atau tertawa guling-guling, maka ribuan orang langsung mengerumuninya, memberinya like, dan mengomentarinya. Dan, konyolnya, mengapa aku juga ikut-ikutan mereka?

Kadang-kadang, masih saja aku tak habis mengerti kalau aku mengingat-ingat mengapa aku selalu saja mau dibuat tergopoh-gopoh mendatangi kerumunan itu. Padahal, yang dibahas, ternyata, hanya perkara remeh. Huh, apakah aku sedang terkena kutukan racun pekat serupa dopamin dan oxytocin, yang membuatku ingin mencari tahu, menginginkan, dan kembali mencari (informasi) tentang apa yang dia pikirkan?

Mengapa aku tidak bisa lekas pergi dari kerumunan itu?

Apakah akan ada sekeranjang kegembiraan yang aku bisa dapatkan yang cukup untuk membuatku bersemangat bangun setiap pagi, lalu membuka gawai, memeriksa timeline, hastag, FB, memberikan komen, me-like, me-retweet, lalu tahu-tahu sudah satu jam lebih dan aku belum melakukan apa-apa?

Dan, mengapa aku dan orang-orang harus membutuhkan alasan untuk tetap berkerumun?

Mark Manson, blogger kenamaan dari Amerika sangat benar. "Bersikaplah sebodo amat," pesannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun