Dari banyak negara, perempuan-perempuan dari Eropa Timur kulihat paling cantik dibandingkan dengan lainnya. Tampak elegan dan terpelajar. Saya sering terpana menatap mereka. Ups!
Saya berteman dan bersahabat dengan banyak ragam orang. Dari berbagai kalangan dan latar belakang. Dari hanya lulusan SD, sampai lulusan S3. Dari mereka saya mendengarkan banyak kisah-kisah kehidupan yang luar biasa.Â
Dari pekerja kasar, menjadi pengawas, lalu memiliki beberapa perusahaan. Dari engineer, lalu menjadi pengusaha nasional hingga mendunia. Dari tidak punya apa-apa, lalu menjadi pengusaha terkemuka, gulung tikar, rumah dan hotelnya disita, lalu dipenjara. Begitulah kehidupan.
Di Sumatra dan Kalimantan saya menyaksikan wajah lara dunia pendidikan Indonesia. Bocah-bocah kecil yang menenteng tas sekolah, di siang yang kering, melewati hamparan kebun sawit yang luasnya tak terkira, mereka berjalan kaki berangkat dan pulang dari sekolahnya usai memunguti ilmu.Â
Di pedalaman dan di pelosok-pelosok desa, saya kerap mendatangi sekolah-sekolah untuk berbagi buku atau tas. Dinding sekolah yang saya datangi itu masih terbuat dari papan kayu dengan cat kusam dan lantai dari semen serta berjendela kawat besi. Hati saya pilu menyaksikan pemandangan itu.
Saya juga menyimpani banyak kisah suka cita dan kegembiraan hingga kisah-kisah klenik yang tragis..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H