Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Abah Tono, Kisah Viral di Media Sosial dan Energi Emosi Positif

17 Mei 2020   13:48 Diperbarui: 17 Mei 2020   13:59 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu lalu postingan video yang menceritakan tentang kisah pemulung tua bernama Abah Tono yang mengaku hanya mendapatkan penghasilan Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per hari dari hasil pekerjaan memulung sempat ramai diperbincangkan banyak orang dan membuat terenyuh.

Bagaimana tidak terenyuh, sosok Abah Tono yang berkelahiran tahun 1950 ini mengaku hanya mendapatkan uang sebesar Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per hari dari hasil pekerjaan memulung yang dia akui sudah terbilang besar meski, menurutnya, uang sebesar itu tak kan cukup digunakan untuk makan setiap hari.

Dengan penghasilan Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per hari itu, ia mengaku kadang pernah tak makan.

Postingan video tersebut kemudian dijadikan perbincangan netizen dan lantas menjadi viral hingga kemudian bisa mengunggah kepedulian rakyat biasa hingga elit politik.

Postingan video Abah Tono yang viral tersebut pertama kali diketahui dibagikan oleh akun Instagram @salahasahsalahasihsalahasuh, Selasa (5/5/20). Namun kemudian diketahui (ternyata) pengakuan sosok Tono itu palsu.  

Abah Tono ternyata membohongi publik sebab, menurut Kepala Desa Pangauban Enep Rusna, desa tempat Abah Tono tinggal, Abah Tono ternyata memiliki rumah dua tingkat dan motor.

Lantas, apakah melalui tulisan ini saya akan mengisahkan kembali konten/postingan video Abah Tono tersebut?

Tidak. Sama sekali tidak. Menuliskan artikel tentang video Abah Tono tentu akan menjadi artikel yang tidak menarik.

Melalui tulisan ini saya hanya ingin menulis dan membagikan kepada pembaca K sedikit pengetahuan atau tinjauan science atau latar belakang mengapa banyak orang reflek ingin membagikan kisah haru kehidupan, seperti kisah Abah tono, di media sosial. Dan, lantas kisah itu gampang menjadi viral?

Beberapa peneliti menjelaskan banyaknya orang meminati dan lantas membagi-bagikan kisah haru di media sosial, ditengarai antara lain karena kisah haru cenderung menyentuh sisi emosi seseorang. Menurut mereka, kisah haru yang membangkitkan emosi akan (lebih) mudah diperbicangkan dan lantas menjadi viral dibandingkan kisah yang tidak membangkitkan emosi apa-apa.

Mereka menemukan bahwa otak manusia akan melewati sejumlah proses yang tertentu ketika seseorang sedang membaca sesuatu. Otak akan mengembangkan kemampuan untuk merespon apakah kisah tersebut menarik bagi dirinya, bagi orang lain dan jika kisah itu dibagikan -- apakah ada yang memengaruhi atau meningkatkan hubungan?

Jonah Berger, seorang profesor di Wharton School di University of Pennsylvania, pernah meneliti konten apa yang paling banyak dibagikan orang, dan menemukan bahwa konten atau kisah yang memunculkan reaksi emosional positif (kagum, bangga, senang) dan konten dengan emosi negatif (sedih, marah, menangis dan terenyuh) cenderung lebih banyak mendapatkan kesempatan dibagikan daripada konten yang tidak memunculkan perasaan apa-apa.

Namun, beberapa peneliti lain juga menambahkan dan menyimpulkan bahwa kisah atau artikel atau konten yang membuat pembacanya merasakan emosi positif lebih mudah untuk menjadi viral daripada kisah yang memunculkan reaksi emosional negatif atau kisah yang membuat orang merasa sedih, marah dan terenyuh, meskipun, kadang-kadang, dari amatan saya, faktanya, yang terjadi adalah sebaliknya.  

Menurut amatan saya, kisah yang membuat orang merasa marah, sedih dan menangis, diantaranya seperti kisah Abah Tono, kadang-kadang, juga lebih banyak dibagikan dan disenangi daripada kisah yang membuat orang bangga, kagum dan terinspirasi.

Tetapi, menurut para peneliti tersebut, jika kita memiliki dua pilihan yang berbeda (kisah atau konten itu memunculkan reaksi emosional positif dan negatif), kita tetap disarankan untuk membagi kisah yang memunculkan emosi positif.

Ajakan kepada publik untuk membagikan kisah yang memunculkan reaksi emosional positif perlu dilakukan semata-mata untuk mengubah atau menjadikan seseorang bisa terinspirasi dan membantu orang lain menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun