Karena sedari awal saya menganggap iuran BPJS Kesehatan adalah serupa dengan sedekah, maka saya pun tak pernah berpikiran ingin mendapatkan layanan gratis pengobatan. Tidak sama sekali. Sebab, saya (istri dan anak-anak saya) memiliki kartu-kartu lain yang, maaf, kelasnya lebih baik dari BPJS. Tetapi meskipun saya tak pernah sekalipun menggunakan kartu BPJS, namun saya tetap berniat menjadi peserta dan membayar iurannya setiap bulan.
Dan, selain saya dan keluarga saya ikut menjadi peserta BPJS Kesehatan, saya juga ikut membantu membayari iuran BPJS Kesehatan untuk sebelas (11) orang peserta atau orang lain (mereka bukan anggota keluarga saya). Niat saya hanya ingin membantu mereka. Tidak lebih.
Saya menganggap dengan ikut menjadi peserta BPJS dan membantu membayari 11 orang lain mulai Oktober 2015 itu adalah bukti bahwa saya sudah melakukan satu hal kecil membantu meringankan kewajiban negara terhadap rakyatnya, terutama untuk mereka yang tidak mampu.
Saya menganggap dengan ikut menjadi peserta BPJS tidak untuk berjaga-jaga jika nanti saya sakit, sebab saya tidak berharap besok, lusa dan nanti saya akan sakit.
Saya menganggap jika saya bisa melakukan yang baik mengapa saya menunda melakukannya?
Jika itu yakini adalah hal baik, mengapa saya merasa khawatir melakukan yang baik?
BPJS dan sejenisnya, menurut anggapan saya juga, adalah salah satu cara mengajari saya hidup untuk tidak hanya memikirkan diri saya dan keluarga saya sendiri tetapi juga bagi orang lain. Hidup itu untuk peduli. Untuk mengasihi orang lain. Hidup itu adalah kesempatan untuk berbagi dan berbuat baik kepada sesama.
Semoga tidak ada yang berkata, saya bisa menulis dan berbicara seperti ini karena posisi saya bagus sehingga saya mendapatkan gaji atau pendapatan berlebih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H