Orang-orang tumbang. Ekonomi tumbang.
Saya tadinya mengira bahwa Covid-19 bakal hanya akan menumbangkan orang-orang dan ekonomi saja. Tetapi, ternyata, dugaan saya salah. Covid-19 ternyata juga merubah cara hidup manusia!
Kapada saya, melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp, beberapa teman saya bercerita tentang hidup mereka yang tak lagi seperti orang-orang normal. Saat bangun, pada subuh hari, menurut mereka, tiba-tiba saja perasaan sangat takut, was-was, deg-degan dan sangat gelisah datang menyergap begitu saja. Mereka seperti terus-menerus teringat rangkain kata-kata "berbahaya", "ribuan meninggal" dan "pasti akan mati" yang masuk ke mesin android dan lantas mereka baca. "Jantung saya berdegup kencang begitu saja. Saya takut, mas," kata mereka.
Ada pula teman saya yang tiba-tiba menjadi pendoa yang sangat rajin. Usai setiap anggota group memposting kabar-kabar menakutan karena Covid-19, jari jemarinya akan secepat kilat menulis balasan "Ya Allah, ya Rabb... tolong angkat azab-Mu Ya Allah! Ampuni kami ya Rabb... Amin, Amin Ya Rabbal 'Alamin.." lalu diikuti emotikon sedih dan menangis. Demikian seterusnya. Selama berminggu-minggu. Padahal, itu hal yang tak pernah dilakukannya sebelum Covid-19 menjalar kemana-mana.
Pesuruh kantor tempat saya bekerja juga tiba-tiba menjadi rajin mengerjakan ibadah Sholat usai suhu tubuhnya dirasakan agak meninggi. Padahal, sebelumnya, yang saya tahu, jarang sekali ia mengerjakan kewajiban sholat.
Ada juga kisah pak Gendut, penjual soto Lamongan di dekat pasar Mencos, Karet Setiabudhi. Suatu hari, saat saya datang ke warungnya hendak membeli soto, ia saya dapati mengomel-ngomel tak keruan dan (maaf) berkata jorok usai dua (2) orang pembeli daganganya mengatakan lebih baik ia tak jadi membeli karena pak Gendut tak memakai masker dan sarung tangan. Mungkin maksud pembeli itu baik, untuk mengingatkan (demikian menurutku). Tetapi, (mungkin saja) karena merasa dituduh menjadi biang penular virus, pak Gendut menjadi tidak terima dan memarahi dua orang pembelinya.
"Tidak usah beli di sini juga tidak apa-apa," suara pak Gendut masih meninggi saat saya datang lalu menaruh bokong di kursi kayu panjang.
Beberapa hari lalu, saya juga dikirimi tutorial singkat tentang cara dan apa yang harus dilakukan, semasa Covid-19 mewabah, setelah kita sampai di rumah sepulang dari bepergian. Katanya, ketika mau masuk rumah, sandal harus dilepas di luar lantas disemprot dengan disinfektan. Tidak itu saja, berbagai barang bawaan kita juga harus disemprot. Dan, kalau pulang dari berbelanja, bungkus belanjaan harus dilap dengan alkohol atau harus langsung dibuang.
Dan, itu semua ternyata belum cukup. Setelah sepatu disemprot, kita diminta juga jangan langsung duduk atau rebahan. Langsung ganti baju dan mandi.
Duh.. Â Alangkah "rumitnya" hidup sekarang.
Boleh jadi, teman-teman saya yang gelisah dan ketakutan itu, teman saya yang tiba-tiba rajin berdoa dan sholat atau sekelompok masyarakat yang menolak jenazah yang meninggal karena Covid-19 yang membuat tatu ati itu, sebenarnya, sedang tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang menyusup dalam jiwa mereka, merambati tubuh melalui pembuluh-pembuluh, yang dikirim menuju kepala, menstimulasi otak lalu hadirlah ketakutan, kecemasan, perasaan was-was dan bahkan perasaan "jangan-jangan besok saya meninggal".