Banyaknya orang yang mulai sadar akan pentingnya berinvestasi sebagai salah satu cara mengelola keuangan, sebenarnya, bisa menjadi kabar sangat menggembirakan.
Buktinya, berapa banyak orang yang tertarik hadir atau mau mendengarkan bincang-bincang di acara talkshow di televisi dan radio, atau berapa banyak artikel di media massa, yang mengupasi urusan investasi selalu ramai, disukai dan kerap menjadi artikel populer?
Di acara talkshow, mereka memerkenalkan kepada pemirsa berbagai ragam atau jenis investasi, seperti rumah/tanah/apartemen/ruko, deposito, sampai saham dan reksadana; hingga ragam tips agar tak terperosok dalam kerugian.
Tujuan orang berinvestasi, menurut pendapat kebanyakan orang, umumnya, adalah untuk melipatgandakan uang atau aset mereka. Ada yang untung, tetapi ada juga yang pening karena merugi meski, katanya, mereka sudah mengikuti tips-tips yang dibagikan para manajer keuangan.
Tetapi, ini yang menarik perhatian saya, apakah ada atau apakah pernah kita mendengar orang mengatakan 'dedikasi' sebagai investasi selain rumah/tanah atau properti, emas, deposito, dan reksadana?
Dulu, awalnya, saya (dan mungkin Anda--para pembaca) hanya beranggapan bahwa investasi itu semakna atau hanya identik dengan rumah/tanah atau properti, emas, deposito, dan reksadana saja.
Bahwa tidak ada sesuatu yang lain yang identik dengannya atau dianggap sebagai investasi sampai akhirnya, pada suatu sore, Frans, sahabat saya, mengatakan opininya yang sangat menarik mengenai investasi.
"Dedikasi kepada pekerjaan, bagi saya, juga bisa disebut sebagai investasi," katanya.
Dedikasi, sambung Frans, adalah semakna dengan bekerja sepenuh hati dan ikhlas. Tidak ngresulo - kata  orang Jawa, dan tidak setengah-setengah. Memberikan pengabdian dengan total.
Orang-orang yang bekerja dengan dedikasi tak pernah peduli dengan posisi, tempat, dan seberapa berat pekerjaan yang harus mereka tuntaskan.
Mereka tetap dan terus berupaya memberikan output yang terbaik untuk perusahaan, hasil yang tidak sia-sia, hasil yang the ultimate. Mereka berusaha memberikan yang terbaik hingga batas tertinggi kemampuan yang mereka miliki.
Banyak contoh pekerja yang bekerja dengan dedikasi demi kemajuan perusahaan yang memerkerjakannya. Sejak mereka mulai berjalan dari rumah menuju kantor atau perusahaannya, mereka bahkan sudah memikirkan apa yang harus dikerjakan dan harus mereka  tuntaskan hari ini -- sebelum mereka pulang merebahkan badan.
"Jam kerja untuk orang-orang yang bekerja dengan dedikasi seperti tak berbatas," kata Frans sembari menyeruputi teh setengah manisnya.
Dulu, Frans melanjutkan kisahnya, ia hanyalah seorang pelaksana lapangan yang harus bangun subuh, berangkat kerja sebelum pukul 6 pagi, dan pulang kerja menjelang pukul 9 malam. Bahwa "perubahan nasibnya", diakuinya, tidak lepas dari bagaimana dia menjalani itu semua dengan sebaik-baiknya.
Bagi Frans, yang paling penting dirinya bisa melakukan pekerjaan itu dengan sepenuh hati. Ia berjanji tak pernah mau menumpuk pekerjaannya untuk esok hari. Sempat dia berpindah-pindah pekerjaan sebelum akhirnya bertemu kembali dengan bosnya yang lama, yang memberinya jabatan mentereng di perusahaan yang sekarang.
"Dulu, jika saya tidak bekerja sepenuh hati, mungkin bos saya tidak akan pernah ingat saya. Dan karier saya jelas tidak akan bisa seperti saat ini," kata Frans.
"Bahkan, sekedar tahu saja, meski saya masih bekerja, beberapa kali saya masih saja menerima tawaran dari beberapa teman untuk membantu pekerjaan mereka."
Saya sangat tertarik dengan cerita yang Frans bagikan pada bagian akhir kisahnya. Jadi, bukankah, sebenarnya, apa yang dikisahkan Frans, juga sama dengan yang saya alami?
Bukankah, meski saya masih/sedang bekerja, beberapa kali, saya sebenarnya juga kerap mendapatkan email atau pesan WA dari mantan atasan saya yang menawari saya untuk membantu mereka mengelola proyek-proyek baru mereka yang di Indonesia dan di luar negeri?
Bahkan, saya ingat, tak hanya saya saja, beberapa teman-teman saya juga mempunyai pengalaman yang serupa. Bukankah, Teddy, Ros, Ardian pernah menunjukkan di mesin android mereka perihal pesan atau ajakan dari mantan manajer atau atasan mereka untuk kembali bergabung/bekerja kembali dengan perusahaan yang lama?
Bukankah pesan ini (tawaran-tawaran untuk kembali bekerja yang datang dari mantan atasan Teddy, Ros, Ardian, Saya dan banyak teman-teman saya yang lain) bisa juga disebut sebagai peneguh atas kebenaran pendapat Frans bahwa memberikan pengabdian dapat juga disebut sebagai investasi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H