"The pen is mightier than the sword".
Edward Bulwer-Lytton, seorang novelis dan penulis naskah Inggris, pernah mengatakan demikian. Tahun 1839.
Dan ... kalimat itu saya dengarkan pertama kalinya adalah dari Fritz. Atasan saya.
Usai Fritz memberi saya "kuliah" panjang lebar dan mencoret-coret lembar-lembar hasil pekerjaan saya seharian penuh, orang Australia bermata biru itu mengatakan kepada saya kalimat metonimik itu.
"The power of the pen is greater than the sword always," katanya.
Saya lalu pergi meninggalkan ruangannya. Â
Di ruangan saya, yang bersebelahan dengan ruangannya, sambil terus melihat layar komputer, saya terus saja berusaha mencari tahu apa kira-kira makna yang pas kalimat itu.
Dan, yups, saya tahu akhirnya...
Kekuatan yang dihasilkan benda kecil bernama pulpen itu ternyata memang sangat besar. Kekuatannya bisa melebihi kekuatan pedang paling tajam sekalipun. Pulpen memiliki kekuatan untuk mencapai hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh pedang atau senapan. Â
Edward Bulwer-Lytton sangat benar. Dan Napoleon juga mengakuinya.
***
Pulpen berasal dari bahasa Belanda: vulpen. Â Â
Hampir tidak diketahui dengan pasti sejak kapan dan di mana tepatnya pulpen pertama kali ditemukan. Pada sekitar 400 SM, "pulpen" pertama kali ditemukan manusia. Oleh orang Mesir. Adanya tulisan aksara Hieroglif di atas papirus, disebut sebagai kertas kuno, menjadi bukti tentang penemuan pulpen kuno itu.
Pada abad ke-10 M, manusia berhasil menemukan alat menulis yang lebih modern yang bahannya menggunakan tinta cair.
Ketika itu, tepatnya pada 953 M, Ma'd al-Mu'izz, seorang berkebangsaan Mesir berhasil membuat pulpen dengan penyimpanan tinta. Â Pada 25 Mei 1827, Petrache Poenaru berhasil menyempurnakannya dan ia sekaligus memeroleh paten di Prancis untuk penemuannya itu.
Bangsa Mesir telah menorehkan sejarah besarnya dengan menemukan pulpen kuno yang masih ala kadarnya yang setidaknya sudah sangat membantu manusia menuliskan banyak kisah dan sejarah saat itu.
Pulpen adalah benda kecil tetapi jasanya demikian besar untuk manusia. Pulpen bisa dipakai untuk menandatangani kontrak-kontrak negara yang sangat penting. Pulpen juga bisa dipakai manusia untuk mengungkapkan rasa cinta, sebal, marah, senang, rindu dan banyak rasa-rasa yang lainya. Tahukah kita bahwa satu buah pulpen itu ternyata bisa dipakai untuk menuliskan hampir 40.000 kata. Jadi, perasaan mana lagi yang tidak bisa diungkapkan oleh pulpen? Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Tetapi, bagi saya, ternyata, tak sekedar jasa, pulpen juga memberi saya pelajaran.
Pelajaran?
Ya. Benar. Pelajaran. Tidak tahukah kita bahwa setiap pulpen itu selalu meninggalkan bekas sebelum ia kehabisan "nyawa" lalu kita membuangnya? Bukankah, seharusnya, manusia itu juga demikian adanya? Sebelum manusia itu tidak lagi terpakai, manusia juga akan meninggalkan bekas?
Maka pelajarannya adalah: sebelum manusia akan renta direnggut usia atau sebelum tubuh yang dahulu tegap dan angkuh dimakan rapuh, adakah bekas atau jejak baik yang kita tinggalkan?
Pulpen telah mengajari kita hal baik ......
Tetapi, sayang ...
Kini.
Puplen yang terus setia menemaniku sehari-hari ramai-ramai dipersoalkan orang.
Pulpen akhirnya menemukan takdirnya.
Menjadi tersangka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H