Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Molly, Meli, dan Aku

22 Januari 2019   10:05 Diperbarui: 22 Januari 2019   18:22 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan begitu pintu kamar kubuka, ia langsung menghambur masuk kamar. Memanjangkan tubuhnya, lalu duduk selonjoran persis di samping kulkas.

Jika saya tak segera memberinya makan, ia berguling-guling, berjalan kesana kemari dan sesekali menatapku. Saya sering tersenyum menggodanya dengan cara membuka pintu kulkas tapi tak segera mengambilkannya ikan pindang. 

Setelah kenyang, ia biasanya akan duduk selonjoran dan menggaruk-garuk tubuhnya dengan kaki belakangnya, lalu tak lama kemudian ia tidur di lantai, atau di atas keset kamar mandi.  Atau juga di atas tumpukan koran bekas langganan kantor yang saya bawa pulang.

Aku membiarkan saja segala tingkahnya yang lucu. 

Pagi hari, sebelum jam 5, setelah ayat-ayat Allah nyaring disuarakan melalui pengeras suara di masjid, ia kerap mengeong di depan pintu kamar. Kadang saya mendengar suara kukunya yang mencakar-cakar pintu kamar. Mungkin ia berusaha membangunkanku. Dan tentu saja: mengingatkanku untuk memberinya makan pagi.

Sekitar jam 7 pagi, usai makan, seperti tahu bahwa saya harus segera pergi bekerja, molly juga ikut menyeruak keluar kamar begitu pintu aku buka. Menatapku sebentar lalu ia berlari dan menghilang entah kemana. Dan untuk kemudian, nanti ia akan datang lagi ketika saya pulang kerja pada malam hari. Begitulah seterusnya, hingga lama-lama aku merasa molly telah menjadi bagian dari hari-hariku.

Setelah molly rajin datang ke kamarku, kini, temanku jadi bertambah. Kadang-kadang, molly datang bersama kucing betina berwarna putih hitam yang sudah menjadi bagian dari penghuni kamarku sebelumnya. Atau, kadang-kadang molly datang sendirian.

Aku kerap memerhatikan molly dan meli (si kucing betina itu) menyerbu wadah plastik berisi ikan pindang. Mereka makan bareng. Bersama-sama. Tidak saling bertengkar memerebutkan ikan. Aku melihat dan mengingat keakraban itu berbulan-bulan.

Melihat kucing-kucing itu, saya kadang-kadang terlihat sangat konyol!  Memikirkan sesuatu yang tidak mungkin. Aku kadang merasa "iri" akan takdirNya dan menjadikan mereka menjadi kucing. Tuhan menakdirkan hidup mereka mengalir demikian saja. Tidak seperti manusia yang selalu sibuk; sibuk mencari uang, sibuk dengan masa depan, sibuk bertengkar. Sibuk mencari kuasa. Sibuk memfitnah, sibuk mencaci, sibuk mencari salah, sibuk memerebutkan harta dan sikut menyikut.

Saya juga melihat molly adalah mahlukNya yang tak pernah menyimpan dendam. Kepada siapapun. Apakah kepada manusia yang pernah mengusirnya, memukili, menendangnya dengan gagang sapu atau membuangnya di pasar-pasar yang riuh.

Tapi, saya tahu: Tuhan sudah menetapkan takdirNya...  Adakah hak saya untuk meminta merubah ketetapanNya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun