Aktivitas disini tampak sangat ramai ketika pembeli dna penjual saling berinteraksi dengan hangat dan saling tawar menawar. Mereka juga menegur kami dengan ramah sambil menjajakan barang dagangannya.
Untuk naik ke lantai dua ada beberapa eskalator . Dan di lantai dua ada berbagai toko solivenir, kain dan sepatu. Â Dari sini kita bisa melihat seluruh kegiatan di lantai satu serta serta pemikat pilar pasar yang megah.
Saya masuk ke toko sepatu yang kebetulan tidak terlalu ramai dan melihat lihat serta sepatu yang dijajakan. Kebanyakan buatan Turki dan sebagainya tentu saja buatan Cina. Karena tidak ada yang coco saya bertanya apakah ada tempat menjual lem sepatu untuk memperbaiki sepatu saya yang rusak sewaktu berpetualang di pegunungan Pamir. Â Akhirnya saya dapat membeli lem seharga 15 Somoni saja dan berjanji akan mencoba nya di hotel nanti malam.
Di toko sepatu ini saya sempat bercakap-cakap dengan penjaganya, seorang lelaki setengah baya berusia sekitar lima puluh tahunan dengan campuran bahasa Rusia dan sedikit Inggris. Ternyata kebetulan dia juga pemilik toko ini.  pria ini  bercerita bahwa pasar ini dibangun sekitar tahun 2013 atau 2014 untuk menggantikan Green Bazaar yang juga sudah ketinggalan zaman.  Namun pasar tradisional paling besar dii Dushanbe sebelumnya adalah pasar Barakat yang juga sudah digusur dan lokasinya dibangun gedung opera.
Menariknya lagi kata Mehrghon  sendiri sebenarnya adalah nama sebuah festival untuk merayakan panen di musim semi yang diadakan di negara negara Asia Tengah.  Wah lumayan juga main-main ke toko sepatu jadi dapat cerita menarik tentang kilasan sejarah pasar yang cantik ini.
Saya kemudian naik ke lantai tiga Z di toko kain, Maya sedang memilih berbagai kain  khas tradisional Tajik. Toko ini juga menyediakan jasa menjahit baju secara kilat yang bisa diambil sekitar dua atau tiga jam kemudian. Â
Di toko sebelahnya, juga tersedia berbagai souvenir Tajikistan yang harga nya lumayan murah. Â Setelah sedikit berbelanja, Mas Agus Maya dan Mas Kasan mengajak saya mampir dulu ke kantor pos untuk membeli perangko sambil menunggu baju Maya dijahit. Â
Ketika kembali melewati lantai dua, saya sempat mampir ke Xojatxona atau toilet dan ternyata harus membayar sebesar 2 Somoni. Â Asyiknya ketika membayar, saya mendapat kembalian beberapa keping koin 3 Somoni. Â Keping uang logam dengan nilai yang langka. Dalam perjalanan saya ke puluhan negara baru kali ini saya bertemu dengan mata uang logam bernilai 3.
Ketika saya tanyakan kepada Ibrahim kesokan hari,  ternyata uang  logam 3 somoni pertama kali diperkenalkan pada tahun 2003 dan telah mengalami beberapa desain sejak saat itu.
Uang yang saya miliki menampilkan potret Shirinsho Shotemur, seorang tokoh penting dalam sejarah Tajikistan, di bagian depan (obverse) koin. Juga ada tulisan Jumhuri Tojikiston atau Republik Tajikistan. Di bagian belakang (reverse), tertera angka "3" yang menunjukkan denominasi, dikelilingi oleh ornamen tradisional, dengan tahun penerbitan yaitu 2019 di bawahnya.
Kehadiran pecahan 3 somoni ini menambah keunikan sistem mata uang Tajikistan dan menjadi salah satu ciri khas dalam numismatika negara tersebut.
Kami kembali ke halaman pasar untuk mencari taksi menuju kantor pos. Di luar pasar, terdapat kios-kios kecil yang menjual makanan dan minuman, dikelilingi taman hijau dengan pepohonan rindang. Suasananya santai, cocok untuk melepas lelah setelah berbelanja.
Sampai di kantor pos waktu sudah menunjukkan hampir pukul 4 sore. Untung kantor pos masih buka dan perempuan setengah baya yang melayani cukup ramah.Â